Share

#8.

Monica tidak percaya jika pria di depannya sudah mengetahui rencana busuknya. Pria tersebut tersenyum itu adalah ciri khasnya, tapi tidak tau apa arti senyuman itu, tidak ada yang tau bagaimana senyuman senang, ataupun meremehkan itu terlihat sama.

"Apa mau mu Malvin?" tanya Monica.

Malvin melihat Desi yang berdiri di samping Monica dengan kepala tertunduk takut.

"Percuma saja saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami anda memihak kepada anda." ucap Malvin.

"Apa katamu, Hans sudah tau?" tanya Monica tidak percaya.

"Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya, lagipula, tugas kita sama di sini." Malvin meletakkan foto Vinka di atas meja.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Monica.

Malvin tersenyum "itu privasi, saya tidak bisa memberitahu."

Monica semakin marah "katakan apa mau, mu?" tanya Monica.

"Bebaskan Sarah dan berikan stempel racunnya."

Mata Desi terbuka lebar dan benar-benar menjadi takut.

~🥀~

"Makan siang!" penjaga penjara bawah tanah memberikan piring berisi nasi dengan lauk yang entah itu apa, dengan kesal Sarah melempar makanan tersebut.

"Kurang ajar, kau melawan kami!" penjaga itu mengambil sebuah rotan dan siap memukul Sarah, dengan rasa takut, Sarah hanya bisa pasrah menunggu pukulan dari rotan tersebut, namun pukulan itu tidak kunjung sampai pada punggungnya, Sarah pun melihat apa yang terjadi.

"Malvin?"

"Apa-apaan ini!?" ucap penjaga marah.

Malvin memberikan surat perintah yang dibuat Monica untuk membebaskan Sarah. Penjaga itu melihat Malvin.

"Jika anda tidak percaya, anda bisa tanyakan langsung pada Nyonya Monica langsung." ucap Malvin dengan suara versi dewasanya.

Penjaga tersebut membuka gembok rantai yang mengikat kaki Sarah, ia pun berjalan meninggalkan mereka berdua, Malvin melihat kepergian penjaga tersebut.

"Malvin, apa yang terjadi?"

Malvin menoleh dan tersenyum.

"Nyonya Monica, lah pelakunya, tapi aku tidak bisa menyalahkan dirinya karena tuan Hans pun melindunginya." jelas Malvin.

"Apa? ini tidak adil."

Malvin tersenyum "ya, inilah hidup, kau harus siap bermain peran di tengah pemeran utama." Malvin mencoba membantu Sarah berdiri.

"Aak!"

"Ada apa?" tanya Malvin, ia pun mengecek kaki Sarah.

"Penjaga itu terlalu kuat mengikat kakiku." ucap Sarah.

Malvin terdiam sesaat, melihat kaki Sarah yang terluka.

"Baiklah." Malvin mencoba menggendong Sarah.

"Malvin apa yang kau lakukan?" tanya Sarah.

"Diam, kalau kau bicara, kau bertambah berat." ucap Malvin.

Sarah sangat malu, baru pertama kalinya ia mendapat perlakuan seperti ini. Malvin berjalan menuju kamar Sarah, menyusuri lorong kamar, seluruh pelayan melihat mereka. Sesampai di kamar Sarah, dengan pelan Malvin mendudukkan Sarah.

"Terima kasih." ucap Sarah.

"Cepat sembuhkan kakimu, karena aku punya misi untuk mu." ucap Malvin berjalan keluar kamar Sarah, Sarah hanya terdiam, lalu tersenyum.

~🥀~

Keesokan harinya, di pagi yang cerah, namun tidak untuk rumah mewah ini, saat kejadian Vinka diracuni, seluruh pekerja terdiam membisu, mendiamkan si pelaku atau membicarakan sesuatu tentang dirinya.

Tentu saja itu tidak masalah untuk Monica, karena ia, lah yang berkuasa, sedangkan Desi, dia harus dikucilkan oleh rekan kerjanya. Bahkan Sarah sahabatnya sudah tidak mempedulikannya lagi.

Bruk!

Desi menabrak seseorang, dengan cepat ia membungkukkan badannya meminta maaf.

"Tidak apa-apa Desi, semua orang pernah berbuat salah, iya kan?" ucap Malvin dan berjalan meninggalkan Desi yang menahan amarah dan air matanya

Sarah mendekati Malvin, melihat kepergian Desi.

"Jadi, apa rencana, mu?" tanya Sarah

Malvin tersenyum.

~🥀~

"Aku ingin kau menjaga Vinka, selama aku pergi mencari obat penawarnya."

"Lalu?"

"Terus jaga dia, jangan pernah kau keluar dari kamar itu, jika ingin, jangan lupa kau menguncinya."

Malvin membuka kamar Vinka.

"Aku sengaja mengunci kamarnya, agar si brengsek itu tidak melakukan hal itu lagi."

"Lalu Tuan Hans? apa dia tidak marah?" tanya Sarah.

"Dia sudah tau aku siapa."

"Benarkah?"

Malvin tersenyum. Sarah mendekati Vinka yang masih tertidur, Sarah membelai rambut majikannya tersebut.

"Aku akan menjaganya, kau tenang saja." ucap Sarah.

Malvin melihat Sarah dan akhirnya melangkah mundur meninggalkan kamar Vinka. Berlari menuju kamar untuk mengambil tasnya, lalu berjalan dengan cepat menuju mobil, untuk keluar dari rumah besar tersebut, tanpa diketahui oleh siapa pun, namun Malvin tidak tau, kalau seseorang memperhatikannya dari jendela lantai dua.

~🥀~

Malvin berjalan menuruni tangga menuju markas pribadinya.

"Tuan!" panggil Zico senang.

"Hai Zico, apa kabar?"

"Yang seharusnya bertanya itu adalah aku, ke mana saja Tuan?"

Malvin tersenyum "tentu saja mengerjakan tugas."

"Lalu, anda berhasil?" tanya Daniel.

Kevin pun melihat Malvin menunggu jawaban. Malvin mengambil kursi dan duduk, melihat satu persatu anak buahnya.

"Aku punya tugas untuk kalian." Malvin mengeluarkan botol kaca dari dalam sakunya meletakkan di meja agar semua anak buahnya melihat.

"Itu bukankah racun?" tanya Daniel.

"Ya."

"Lalu, anda membunuhnya dengan racun?" tanya Kevin.

"Aku ingin kalian mencari tau siapa si pembuat racun ini, jika sudah, laporkan padaku." jelas Malvin.

"Baik Tuan!" ucap anak buah Malvin serentak.

Seluruh anak buah Malvin bersiap untuk menjalankan tugas dari Tuan mereka. Malvin melihat Zico yang sibuk menyiapkan keperluan Daniel.

"Daniel, jaga anak buah mu." ucap Malvin menepuk pundak Daniel.

"Baik Tuan." balas Daniel.

Malvin berjalan menaiki tangga menuju Bar, saat dirinya ingin keluar dari Bar tersebut, seseorang menarik tangannya.

"Malvin, maafkan aku, ayo kita perbaiki semuanya."

Dengan pelan Malvin melepas tangan wanita itu.

"Maafkan aku Rose, kau tidak bisa mengurungku lagi."

"Malvin?"

"Maafkan aku." Malvin mengambil langkah mundur dan pergi meninggalkan Rose bersama para pengunjung yang memperhatikannya, ia menangis menutup wajahnya.

~🥀~

-Hospital City-

Malvin melihat gedung putih di depannya, menjulang tinggi sempurna.

"Baiklah." Malvin melangkah masuk ke dalam gedung tersebut, penjaga pintu pun membukakan pintu untuk Malvin, ia membalas salam penjaga pintu tersebut.

"Selamat pagi Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang Resepsionis.

"Saya ingin bertemu dengan Tuan Bram."

"Sudah membuat janji?"

"Bilang padanya, Malvin ingin bertemu."

Resepsionis itu pun mengangkat teleponnya, berbicara dengan seseorang, belum ada 10 detik, Resepsionis tersebut tersenyum.

"Silakan, anda di tunggu di ruangannya."

Malvin pun berjalan menuju lift, menuju lantai 3. Sepi tidak ada siapapun, Malvin hanya melihat seorang wanita paruh baya sedang mengepel lantai, ia mencari ruang dokter Bram.

Langkahnya terhenti, di depan pintu untuk beberapa saat, ingin membuka rasanya berat sekali, bagaimana tidak, hari ini, waktu ini, detik ini, ia melakukan hal yang tidak pernah, ia lakukan, begitu peduli pada seseorang.

Malvin melangkah mundur, berniat pergi dari tempat tersebut.

"Malvin." pangil seseorang.

Dia adalah dokter yang memeriksa Vinka, dokter Bram, ia mendekati Malvin, menepuk pundak Malvin membuatnya tersentak kaget.

"Apa kau masih ragu-ragu?" tanya Bram.

Mata Malvin melihat Bram lekat-lekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status