Share

Bagian 4

Letak kantin yang tidak terlalu jauh dari gedung aula membuat Raquel bisa segera mengisi perut keroncongannya. Porsi makanannya cukup banyak dan rasanya benar-benar enak! Bagian terbaiknya adalah … ada daging!

Entah apa yang dilakukan koki di Ottori, tapi dagingnya terasa benar-benar enak! Tekstur kenyal dan bumbu yang meresap sampai ke dalam membuat gadis itu nyaris menitikan air mata. Ia ingin sekali membungkus satu porsi dan membawanya ke Albero. Neneknya harus mencoba makanan seenak ini!

Selain daging yang super enak, satu porsi makanan di Ottori benar-benar sehat dengan komposisi gizi yang seimbang. Sepertinya Ottori sendiri sangat memerhatikan asupan makan para siswanya. 

Raquel mulai membayangkan kehidupan indah yang akan ia jalani kalau dirinya berhasil lulus sampai ujian terkahir. Makan daging enak setiap hari dan berjalan-jalan di bawah sejuknya pepohonan … jangan lupakan kemewahan yang mengiringi langkah gadis itu. Hah, benar-benar indah. Raquel jadi penasaran apakah dulu Ottori sudah seindah ini ketika neneknya masih bersekolah di sini?

Setelah merasa makannya mulai tercerna, gadis itu berjalan mencari kamar asramanya. Gedung B di lantai empat. Berdasarkan denah Ottori yang Raquel ambil sebelumnya, seharusnya ia hanya perlu berjalan lurus ke arah utara. Gadis itu terus berjalan sampai ia berhadapan dengan tembok tinggi. Ini … artinya sudah mentok, 'kan? Kenapa Raquel belum menemukan gedung asramanya?

Gadis itu kembali menyusuri jalan yang sama dan mencocokannya dengan denah di genggaman. Memang beberapa tidak cocok, sih. Apa ia tersesat? Atau denahnya yang sesat? Gadis itu menggerutu sampai perhatiannya teralihkan pada segerombol gadis yang berdiri tak jauh darinya.

Mereka terlihat mengelilingi sesuatu. Beberapa kali Raquel melihat beberapa gadis melompat kecil sambil menutupi wajahnya yang memerah. Rasa penasaran bekerja lebih dulu daripada akal. Membuat kedua tungkai gadis itu tergerak menghampiri mereka. Sebenarnya apa yang dilihat para gadis ini? Apakah sesuatu yang menggemaskan seperti kucing atau kelinci?

Mengintip dari balik bahu seseorang, gadis itu mengerutkan dahi ketika ia menemukan seorang lelaki terbaring di kursi taman sambil menutupi matanya dengan lengan. Jadi … sejak tadi mereka heboh memerhatikan seorang lelaki yang sedang tertidur? Menggelengkan kepala tidak percaya, gadis itu baru akan pergi ketika ia mendengar bisik-bisik pelan gadis di dekatnya.

“Ya ampun, lihat otot lengannya itu!”

“Dia sangat seksi!”

“Rambutnya terlihat sangat lembut, aku ingin sekali mengelusnya.”

Raquel mengurungkan niatnya untuk pergi dan memerhatikan lelaki yang tertidur itu dengan lebih jelas. Dari tertumpu yang tertumpu di lengan bangku, sudah jelas bahwa tingginya pasti di atas 185 cm. Otot di lengannya terlihat menonjol dari pakaian yang lelaki itu kenakan. Surai pirangnya sedikit melambai ketika angin bertiup. Ya, mungkin lelaki itu tampan? Namun, bagi Raquel yang baru bertemu Pangeran Saljunya beberapa saat lalu, ia sama sekali tidak tertarik dengan lelaki pirang itu.

Membalikkan tubuh untuk melanjutkan pencariannya, ujung kaki Raquel tersandung sepatu seseorang di dekatnya. Membuatnya terjatuh dengan bunyi bedebam yang keras. Aksi jatuhnya jelas mengundang perhatian orang sekeliling. Termasuk si lelaki objek perhatian yang terbangun dari tidurnya sambil berdecak sebal. Manik Raquel tidak sengaja bertemu tatap dengan manik biru si lelaki.

Oh, wow. Ternyata lelaki itu tampan sungguhan.

“Cih, padahal aku baru saja memejamkan mata. Di sini juga berisik sekali, ya.”

Suara berat merenggut perhatian para gadis dari Raquel yang masih terduduk di tanah. Gadis itu mengerutkan kening ketika melihat tatapan kesal si lelaki yang tertuju padanya. Netra lelaki itu seperti berteriak ‘dasar pengganggu!’ pada Raquel sebelum ia melengos pergi dengan langkah lebarnya.

“Huh, dasar! Kalau ingin cari perhatian jangan bikin orang lain rugi, dong!”

“Iya, padahal aku masih ingin memandangi wajah pangeran tampan itu saat tidur. Dasar penggangu!”

Loh? Raquel bahkan belum mencerna sikap lelaki yang jengkel barusan, tapi ia sudah harus menerima makian? Tatapan geram itu menghujani dirinya hingga kerumunan gadis itu bubar. Menyisakan Raquel yang bengong terduduk di tanah.

****

Langit berubah oranye ketika Raquel akhirnya menemukan gedung asramanya. Satu kebodohan lain yang ia lakukan hari ini; gadis itu salah mengartikan barat dan timur. Seharusnya gedung asrama B berada di timur, tapi gadis itu nyaris seharian berkeliling di sebelah barat. Untung ia bertemu seorang gadis baik yang mau menjelaskan arah yang benar padanya.

Gadis itu mengelap peluh di dahi dengan sapu tangan sebelum memasukkannya kembali di saku dan menarik napas dalam. Gadis itu melatih senyum terbaiknya dan berdehem pelan sebelum ia mengangkat tangan untuk mengetuk. Namun, belum sempat kepalan tangannya beradu dengan kayu berpelitur di depannya, pintu itu sudah terbuka. Menampilkan siluet gadis jangkung dengan surai merahnya.

“Karlyn van Lawrence!” sapa Raquel riang, “senang bertemu lagi denganmu! Aku tidak menyangka kita akan jadi teman satu kamar.”

Namun, sepertinya yang disapa tidak merasakan hal yang sama. Gadis itu berdecak jengkel. “Ya. Kau bisa minggir? Aku mau keluar.”

“O-oh, maaf.” Si gadis bersurai cokelat buru-buru menyingkir dari pintu. Memberi akses Karlyn untuk melengos pergi. Gadis itu menatap punggung Karlyn yang semakin menjauh dari pandangnya sebelum menghela napas dan memasuki kamarnya.

Kamar ini sangat luas dengan dua kasur tingkat di sisi kanan dan kiri. Warna krem dan merah muda mendominasi kamarnya. Membuat kesan feminim yang lembut. Gadis itu mengagumi seluruh sudut kamar hingga maniknya menangkap sosok lain di kamar tersebut. Seorang wanita berambut pendek sebahu tampak sedang menata pakaiannya ke dalam lemari, sedang wanita berkucir kuda di sisi lain sedang berbaring dengan buku di genggamannya.

Senyum ramah Raquel terbentuk di bibirnya sebelum ia menyapa dengan riang, “Halo semua, aku Raquel Dean dari Albero. Salam kenal!”

Tidak ada yang merespons sapaannya kecuali hening. Raquel mengerjap canggung memerhatikan kedua teman sekamarnya yang sama sekali tidak menaruh atensi padanya. Gadis itu menarik napas panjang dan dalam. Sepertinya akan sulit mencari teman di sini.

****

Bunyi bel berdentang menggema di seluruh penjuru gedung.

Raquel bergegas mengikat rambutnya. Iris hazelnya melirik Aria, teman satu kamarnya yang keluar kamar dengan tergesa-gesa. Di hari yang penting begini, Raquel lagi-lagi membuat masalah dengan bangun terlambat. Salahkan kasur empuk yang begitu nyaman, membuatnya terlarut dalam dunia mimpi dengan begitu cepat. Biasanya sang nenek akan membangunkan Raquel dengan cubitan di pipi atau pukulan di bokong, tapi kali ini ia tidak bersama neneknya.

Menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, gadis itu menarik napas sebelum mengunci pintu kamar dan berlari kencang menuju aula utama. Koridor asrama sudah kosong pagi itu.

Ah, benar juga. Ini masih terlalu pagi. Berkas oranye masih menghiasi cakrawala dan ketika si gadis keluar dari gedung, semilir angin dingin menampar kulitnya. Mengabaikan hidungnya yang agak berair, Raquel melajukan tungkai secepat mungkin hingga ia masuk ke dalam aula.

Para calon siswa sudah duduk dengan rapi. Beberapa terlihat bersemangat, tapi tidak sedikit pula yang meneguk obat penenang dengan pupil bergetar. Raquel mencari bangku kosong terdekat dan segera mendudukan diri dengan napas tersengal. Cukup banyak menguras tenaga untuk memulai hari yang baru.

Ruang aula yang agak ribut berubah hening dalam sekejap ketika seorang lelaki besar naik ke podium. Sorot matanya begitu tajam ketika memindai seluruh siswa di hadapannya. Garis mukanya benar-benar tegas, menguarkan aura seram yang kentara. Jubah biru menjuntai menutupi tubuh besarnya yang penuh otot. Dari sebelah tangannya yang terangkat untuk meraih mikrofon di podium, Raquel bisa melihat urat yang menyembul dari permukaan kulit. Gadis itu tiba-tiba meneguk ludahnya gugup. Ia jadi bertanya-tanya, apakah pukulan dari kepalan tangan itu bisa merobohkan sebuah pohon?

“Perhatian semua calon orang-orang terpilih! Selamat datang di Ottori dan selamat datang di ujian tahap satu. Aku Alvar Hubert, guru penanggung jawab untuk ujian hari ini. Aku akan mengumumkan beberapa hal yang harus kalian ketahui terkait mekanisme ujian. Tidak ada pengulangan dan tidak boleh ada pertanyaan bodoh, jadi perhatikan penjelasanku baik-baik.”

Suara berat yang tegas itu mengudara. Dalam sekejap berhasil menciptakan ketegangan yang kian terasa.

“Kalian akan dibagi menjadi kelompok berisi 20 orang. Masing-masing kelompok akan mencari pos ujiannya masing-masing dan menyelesaikan tantangan yang akan disampaikan lebih lanjut oleh guru penanggung jawab kelompok. Kami ingin menguji cara kalian bertahan hidup, jadi lakukan yang terbaik supaya bisa lulus.”

Sir Hubert menjentikkan jemarinya dan dalam sekejap bola-bola aneka warna beterbangan dari belakang tubuhnya, mengundang seruan terkejut beberapa siswa. Masing-masing bola tersebut berhenti tepat di hadapan satu persatu siswa.

“Bola di hadapan kalian akan memandu kalian selama ujian. Jika selama ujian berlangsung kalian tidak sanggup melanjutkan, silakan lempar bola itu ke tanah dan kalian akan otomatis tereliminasi. Apa ada pertanyaan?”

Seorang gadis mengacungkan tangannya tinggi-tinggi yang langsung dipersilakan Sir Hubert dengan anggukan. “Apa kami harus menjaga bola ini selama ujian?”

“Tidak. Ujian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kalian bisa bertahan, bukan kemampuan kalian melindungi sesuatu,” jawab Sir Hubert, “ya, selanjutnya!”

“Apa yang akan terjadi jika kami tereliminasi di ujian ini, Sir Hubert?”

Satu seringai terbentuk di wajah seram guru penanggung jawab itu. “Bukankah aku sudah bilang tidak boleh ada pertanyaan bodoh hari ini? Apalagi jawabannya kalau bukan gagal dan dipulangkan kembali ke negaramu? Kecuali kalau kau membuat kesalahan bodoh dengan menghilangkan nyawamu sendiri.”

Glek. Lebih dari separuh siswa meneguk ludahnya kepayahan setelah jawaban tegas Sir Hubert mengudara. Roma tegang menghiasi wajah hampir semua orang, tidak terkecuali Raquel yang merasakan kakinya gemetar. Tampaknya ia juga butuh obat penenang sekarang.

“Sepertinya tidak ada pertanyaan lagi. Kalau begitu silakan ikuti bola kalian dan ujian dimulai dari … sekarang!”

-bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status