“Hyang Ruksa??”
Mahamara berjalan mundur berusaha menjauh dari Hyang Yuda setelah melihat kekuatan dari panah milik Hyang Yuda yang baru dilepasnya.
“Ya, Hyang Ruksa, Dewa Kehancuran yang Agung dari Amaraloka. Apakah kamu tahu apa tugasku?”
Mahamara menggelengkan kepalanya tidak tahu.
“Aku adalah Dewa yang akan membawa kiamat kelak di Janaloka. Sanghara Gandhewa adalah busur yang akan digunakan untuk melepas kiamat kelak. Itu tadi hanyalah sedikit kekuatan dari busur ini. . . Manusia mungkin menyebutnya sebagai kiamat kecil.”
Ketakutan terus menjalar di seluruh tubuh Mahamara. Wajahnya memucat dan tubuhnya bergetar dengan hebatnya. Mahamara sama sekali tidak mampu menatap mata Hyang Yuda dan terus melangkah mundur berusaha menjauh dari Hyang Yuda. Seribu satu cara telah berusaha dipikirkan oleh Mahamara untuk usaha pelarian diri dan penyelamatan dirinya. Namun dari seribu satu cara itu, tidak satu p
“Hyang Ruksa??” Mahamara berjalan mundur berusaha menjauh dari Hyang Yuda setelah melihat kekuatan dari panah milik Hyang Yuda yang baru dilepasnya. “Ya, Hyang Ruksa, Dewa Kehancuran yang Agung dari Amaraloka. Apakah kamu tahu apa tugasku?” Mahamara menggelengkan kepalanya tidak tahu. “Aku adalah Dewa yang akan membawa kiamat kelak di Janaloka. Sanghara Gandhewa adalah busur yang akan digunakan untuk melepas kiamat kelak. Itu tadi hanyalah sedikit kekuatan dari busur ini. . . Manusia mungkin menyebutnya sebagai kiamat kecil.” Ketakutan terus menjalar di seluruh tubuh Mahamara. Wajahnya memucat dan tubuhnya bergetar dengan hebatnya. Mahamara sama sekali tidak mampu menatap mata Hyang Yuda dan terus melangkah mundur berusaha menjauh dari Hyang Yuda. Seribu satu cara telah berusaha dipikirkan oleh Mahamara untuk usaha pelarian diri dan penyelamatan dirinya. Namun dari seribu satu cara itu, tidak satu p
Di sisi lain. . . Sementara Hyang Yuda sedang berperang melawan Mahamara dan membuat perhitungan atas perbuatan Mahamara, Sasarada yang merasakan rasa sakit yang luar biasa hanya bisa berteriak dan meneteskan air matanya. Mata dan kepalanya tiba – tiba merasakan rasa sakit yang luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemandangan makhluk – makhluk yang tadi sempat bisa dilihat dengan jelas oleh Sasarada, perlahan mulai kabur dan semakin lama Sasarada semakin kesulitan untuk melihat. “Bertahanlah, Sasarada. . .” Suara berat dan penuh wibawa itu terdengar ketika tubuh Sasarada yang sudah kelelahan menahan rasa sakit, tidak bisa lagi merasakan hal lainnya. “Ini sungguh menyakitkan. . .” Sasarada berkata dengan sisa – sisa tenaganya sembari menahan rasa sakitnya yang luar biasa. Sasarada merasakan seseorang menangkap tubuhnya yang tadi masih berada dalam kurungan yang dibuat Mahamara untuknya dan m
Hyang Yuda yang telah menyelesaikan pertarungannya dengan Mahamara kemudian memanggil Atahiktri Gandhewa miliknya dan melepas sebuah panah yang ditujukan langsung ke arah Amaraloka. Panah itu melesat dengan cepat dan langsung menghancur leburkan pasukan Mahamara yang menyerang Amaraloka. Dalam waktu singkat, peperangan yang dibuat Mahamara dan tiga alam yang berada di ambang kehancuran berhasil diselesaikan oleh Hyang Yuda. Meski dengan bayaran mahal yakni nyawa Sasarada. Semuanya sesuai dengan rencana Mahamara. . . Hyang Yuda berbicara kepada dirinya sendiri ketika dirinya telah berhasil menyelamatkan tiga alam dari kehancuran. Untuk kesekian kalinya, aku dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit. Sebelumnya aku dihadapkan pada pilihan untuk menyelamatkan guruku, namun aku memilih diam dan melihat begitu saja. Pilihan itu mengantarkan guruku pada jalan kematiannya. Se
Hyang Yuda berlari berusaha mengejar Pratiwimba milik Hyang Marana yang hendak membawa atma dari Sasarada menuju ke Sadyapara. Namun langkah Hyang Yuda segeradihentikan oleh Hyang Tarangga. Dengan wajah yang basah dengan air mata dan tatapan putus asanya, Hyang Yuda berusaha memohon kepada Hyang Tarangga untuk membiarkan dirinya lewat. “Kumohon, Hyang Tarangga. Biarkan aku lewat, masih banyak hal yang harus aku katakan pada Sasarada. . .” “Tidak, Hyang Yuda. Ini sudah jalan takdir dari Sasarada. Inilah ujian ketiga dari Sasarada dalam tiga kehidupan dan tiga kesengsaraan yang harus dijalaninya. Jika saat ini kamu menghentikan langkah Pratiwimba milik Hyang Marana untuk membawanya ke Sadyapara, maka Sasarada tidak akan bereinkarnasi lagi dan justru akan hidup sebagai mara. Kumohon Hyang Yuda, mengertilah. . .” Hyang Yuda menundukkan kepalanya dengan air mata yang bercucuran di wajahnya. Perasaan bersalah dan perasaan telah gagal
Empat ratus tahun yang lalu. Siklus pertama dari reinkarnasi Manohara. Mendengar teriakan ibuku memanggil ketika jam makan siang tiba, seperti biasa aku akan segera berlari pulang dengan cepat dan berharap bisa segera sampai di rumah. Seperti biasanya ibuku akan melambaikan tangannya ketika melihat diriku dan seperti biasanya pula aku akan membalas lambaian tangan itu sembari berlari ke rumah. Begitu sampai di depan rumah, aku akan berkata pada ibuku. “Aku pulang. . .” Dan ibuku akan menjawab, “Selamat datang putri kecilku.” Kebahagiaan itu berlangsung hingga usiaku beranjak 17 tahun. Pada hari ulang tahunku yang ke – 17, ibuku harus mati di hadapanku demi melindungi diriku dalam perang besar yang terjadi. Orang – orang menyebut perang itu dengan nama Perang Paregreg (1). (1)Perang Paregreg terjadi pada tahun
Ingatan milik Sasarada kemudian membawa Hyang Yuda kepada adegan selanjutnya. Kali ini Hyang Yuda tidak lagi mendengar nama Anindya sebagai reinkarnasi dari Manohara, melainkan Samanta. Sama seperti Anindya, Samanta juga memiliki wajah yang jauh berbeda dengan Manohara dan Sasarada. “Kakak. . .” Hyang Yuda mendengar panggilan dari seorang anak laki – laki kecil yang berada di sekitar Samanta memanggil nama Samanta dengan suara kecilnya. “Ya, adikku. . .” “Sebelum tidur, bisakah Kakah menceritakan kisah yang selalu kakak ceritakan padaku. Aku ingin mendengarnya cerita itu lagi.” Samanta tersenyum memandang adik laki – lakinya. Samanta kemudian mendekat kepada adiknya dan membawa adik kecilnya itu dalam dekapannya. “Kenapa kamu suka sekali mendengar kisah itu?” “Aku ingin menjadi pria yang hebat seperti Sena. . .” Mendengar nama itu, Hyang Yuda segera terkejut. Betapa terkej
Hyang Yuda menatap bayangan Samanta dalam benaknya dan menyadari untuk kedua kalinya reinkarnasi dari Manohara melihat sosoknya sebagai dewa dengan nama Hyang Yuda. Dan untuk kedua kalinya juga, reinkarnasi dari Manohara langsung jatuh hati ketika menatap Hyang Yuda meski hanya sesaat, meski hanya dalam satu pandangan saja. Hyang Yuda mengumpat beberapa kali sembari menyalahkan dirinya sendiri yang begitu bodoh tidak merasakan perasaan dari reinkarnasi istrinya yang selalu berakhir jatuh cinta pada dirinya. Bagaimana bisa kamu jatuh cinta padaku hanya dengan pertemuan sesaat? Hanya dengan satu tatapan saja? Hyang Yuda memikirkan kembali semua kesamaan yang dimiliki Anindya, Samanta dan Sasarada sebagai reinkarnasi dari Hyang Yuda. Berkah yang diberikannya kepada Manohara dan dibawa oleh Anindya, Samanta dan Sasarada seakan bergerak menuju ke Hyang Yuda dan membuat reinkarnasi dari Manohara bisa melihat sosok dirinya. berkat berkah itu pula, ketiga
Hyang Yuda akhirnya mengerti. Hyang Yuda akhirnya memahami alasan dari Sasarada yang memiliki kemampuan untuk melihat sosoknya sebagai Dewa. Kemampuan itu seakan menjadi jawaban dari keinginan dua reinkarnasi Manohara sebelumnya yakni Anindya dan Samanta. Harapan itu didengar oleh berkah milik Hyang Yuda yang sejak awal juga ingin kembali pada Tuannya. Berkah itu membuat dua reinkarnasi dari Manohara menyimpan perasaan yang dalam dari Manohara untuk suaminya, Sena yang tidak lain adalah Hyang Yuda. Berkah itu jugamembuat Samanta dapat melihat beberapa kenangan miliknya di kehidupannya sebagai Manohara dalam bentuk mimpi. Seperti ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda, reinkarnasi Manohara terlindungi dari makhluk – makhluk tak kasat mata yang berniat mengganggunya. Namun dalam ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda itu ada sebuah kesalahan kecil yang harusnya menjadi peringatan untuk Hyang Yuda. Hyang Yuda juga termasuk ke dalam makhluk