Share

5. DEWA PERANG TIDAK BISA TERTIDUR

Dinginnya angin malam di Janaloka yang berembus membuat Hyang Yudi yang terbiasa hidup nyaman di Amaraloka sedikit kesulitan untuk tidur. Tapi, bukan hanya itu saja alasan Hyang Yuda tidak bisa memejamkan matanya. Sesuatu di luar sana, di tengah kegelapan malam mengganggu Hyang Yuda yang berniat untuk tidur. 

Dalam embusan angin malam yang dingin, Hyang Yuda mencium bau darah yang memuakkan dan membuat jijik Hyang Yuda. Awalnya, Hyang Yuda berniat untuk membiarkan hal itu begitu saja. Namun semakin lama, bau darah yang memuakkan itu semakin menusuk indra penciuman Hyang Yuda dan membuat Hyang Yuda semakin terganggu karena perasaan jijiknya. Mau tidak mau, Hyang Yuda akhirnya memilih bangun dan bangkit dari tempatnya berusaha untuk tertidur. 

Hyang Yuda kemudian membuka pintu rumah gadis manusia itu dan berjalan keluar di tengah gelapnya malam di Janaloka. Sebelum pergi meninggalkan rumah gadis manusia itu, Hyang Yuda memasang Awarana Catra(1) di sekitar rumah milik gadis manusia itu. Setelah selesai memasang Awarana Catra di sekitar rumah untuk melindungi gadis manusia yang sedang tertidur nyenyak, Hyang Yuda kemudian melepaskan Alesyan dan kembali ke wujudnya sebagai Dewa Perang Amaraloka. 

(1)Awarana Catra adalah kemampuan Hyang Yuda untuk membuat selubung pelindung. Awarana dalam bahasa Jawa Kuno yang berarti selubung dan Catra dalam bahasa Jawa Kuno yang berarti pelindung.

Dengan menggunakan kemampuannya sebagai Hyang yakni Gaganacara, Hyang Yuda menembus gelapnya hutan di bawah langit malam di Janaloka. Dalam sekejap mata, Hyang Yuda kini sudah tiba di tempat di mana bau yang memuakkan itu berasal. Bau itu semakin menyengat membuat Hyang Yuda yang menciumnya semakin merasa ingin muntah. Dengan satu tangannya, Hyang Yuda menutup indra penciumannya. 

Hyang Yuda kini berada di hutan di gunung seperti yang diceritakan oleh gadis manusia yang ditolongnya tadi. Saat malam belum tiba, Hyang Yuda yang melewati tempat itu tidak merasakan dan mencium bau memuakkan yang saat ini tercium olehnya. 

“Tempat apa ini sebenarnya?” gumam Hyang Yuda lirih sembari menutup hidungnya berusaha menahan rasa mualnya. 

Hyang Yuda berjalan semakin dalam ke bagian hutan dan bau yang semakin tercium semakin membuat Hyang Yuda kesulitan untuk menahan rasa mualnya. 

Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Aku tidak mungkin kalah hanya dengan bau yang memuakkan dan menjijikkan seperti ini

Hyang Yuda memberi sugesti kepada dirinya sendiri untuk menguatkan indra penciumannya yang sudah tidak tahan dengan bau yang menyengat yang dihirupnya. Masih dengan menahan diri dari mual akibat bau darah yang semakin menyengat, Hyang Yuda terus berjalan masuk ke dalam hutan hingga pandangannya terhenti pada sebuah makhluk yang harusnya tidak bisa dilihat manusia dengan mata telanjang. 

Hyang Yuda memasang Wulung Caksu miliknya dan berusaha melihat dengan jelas makhluk yang sedang memakan bagian tubuh manusia itu dengan rakus. Mata Hyang Yuda membesar ketika melihat dengan jelas pemandangan mengerikan di sekitar makhluk itu dan dengan cepat Hyang Yuda melepas Wulung Caksu miliknya. 

Hyang Yuda mundur selangkah dan berusaha menahan dirinya yang hendak muntah ketika melihat banyak tubuh manusia yang bertebaran di sekitar makhluk yang diduganya sebagai Nagendra(2). Hyang Yuda yang sejak siang tadi memutus saluran komunikasinya dengan Amaraloka, kini membuka saluran komunikasinya dan memanggil semua Hyang yang bisa dijangkaunya. 

(2)Nagendra dalam bahasa Jawa Kuno berarti raja ular.

“Hyang. . .” teriak Hyang Yuda dalam saluran komunikasinya. 

Teriakan Hyang Yuda itu membuat beberapa Hyang yang tertidur, langsung tersentak terkejut. Dan beberapa Hyang yang masih bekerja segera masuk ke dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh Hyang Yuda. 

[Ada apa malam – malam begini Hyang Yuda berteriak?]

Hyang Marana berteriak kesal di dalam saluran komunikasi. Hyang Yuda hendak menjawab pertanyaan Hyang Marana, ketika Hyang Baruna(3) lebih dulu mengajukan pertanyaan kepadanya. 

(3). Baruna dalam bahasa sansekerta berarti laut

[Hyang Yuda. . . apa yang membuat Hyang Yuda membuka saluran komunikasi malam – malam begini?] 

Belum sempat Hyang Yuda menjawab pertanyaan Hyang Baruna, Hyang Tarangga tiba – tiba mengajukan pertanyaan kepada dirinya. 

[Hyang Yuda. . . dari mana saja Hyang Yuda? Kenapa belum kembali ke Amaraloka dan masih mengirim Pratiwimba milikmu untuk berjaga?] 

Pertanyaan berikutnya justru muncul dari Hyang Samirana(4). 

(4) Samirana dalam bahasa Jawa Kuno berarti angin.

[Hyang Yuda. . . tidak bisakah Hyang Yuda membuka saluran dengan tidak berteriak? Beberapa dari kami baru saja tertidur dan beristirahat.]

Hyang Yuda merasa bersalah karena tindakannya yang membuat terkejut para Hyang yang baru saja beristirahat dan tertidur. 

“Maafkan kecerobohan saya, Hyang Samirana, Hyang Baruna dan Hyang Marana. Tapi sesuatu yang mendesak membuat saya terpaksa membuka saluran komunikasi malam – malam begini.” 

[Baiklah, selama Hyang Yuda menyadari kecerobohanmu sendiri, aku akan memaafkan sekali ini saja. Jadi, apa alasan Hyang Yuda membuka saluran komunikasi di seluruh Amaraloka?]

Hyang Samirana yang terkenal dengan sikapnya yang mudah tersinggung bersikap bijak dengan menerima permintaan maaf Hyang Yuda yang merasa bersalah atas perbuatannya. 

“Sebelum itu saya ingin bertanya kepada semua Hyang yang ada di Amaraloka, apakah selama ini ada keluhan dari Janaloka mengenai Nagendra?” 

[Nagendra??] 

Suara teriakan itu berasal dari Hyang Marana. Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara khas dari Hyang Marana. 

[Apa aku tidak salah dengar, Hyang Yuda? Hyang Yuda bilang Nagendra?]

Kali ini, Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara Hyang Baruna yang terkejut dan tidak percaya di saat yang bersamaan. 

[Kenapa Hyang Yuda bertanya soal Nagendra?]

Kali ini, Hyang Yuda mendengar suara Hyang Tarangga tidak seperti Hyang lainnya yang terkejut mendengar kata ‘Nagendra’ diucapkan oleh dirinya. 

“Sepertinya saat ini, saya sedang melihat Nagendra sedang melakukan pesta makan besar di hutan di suatu gunung di Janaloka.” 

[Tunggu sebentar, Hyang Yuda. . ] 

Hyang Tarangga meminta Hyang Yuda untuk menunggu. Sementara itu di dalam saluran komunikasi seluruh Amaraloka, Hyang Tarangga berusaha menghubungi semua Hyang yang belum masuk ke dalam saluran komunikasi. 

[Siapapun cepat cari Hyang Madyapada(5). Masalah ini terjadi di Janaloka, tidak mungkin jika Hyang Madyapada tidak mengetahui jika Nagendra yang tinggal di Janaloka telah muncul dan membuat masalah.]

(5)Madyapada dalam bahasa sansekerta berarti bumi

Hyang Tarangga meminta siapapun di Amaraloka untuk menemukan Hyang Madyapada. 

[Apa maksud dari ucapan Hyang Yuda dengan pesta makan besar?]

Kali ini pertanyaan itu diajukan oleh Hyang Manasija(6) yang baru memasuki saluran komunikasi Amaraloka yang dibuka oleh Hyang Yuda. 

(6)Manasija dalam bahasa sansekerta berarti cinta

Hyang Yuda mengembuskan napas panjang sebelum memberikan jawaban untuk pertanyaan yang diajukan oleh Hyang Manasija. 

Haruskah aku mengatakan apa yang sedang aku lihat saat ini? Tapi, berbohong adalah sebuah dosa. Mau tidak mau aku harus mengatakan apa yang sedang aku lihat saat ini. 

Setelah membuat pertimbangan, Hyang Yuda memberikan jawaban untuk pertanyaan Hyang Manasija. 

“Hyang Manasija. . .” panggil Hyang Yuda. “Yang aku maksud dengan makan besar adalah makan dalam jumlah besar hingga yang aku lihat di sekitar Nagendra hanyalah genangan darah dengan bau yang memuakkan dan banyak tubuh manusia yang berserakan di sekitar tempat Nagendra. Aku bahkan ragu, aku bisa mengenali potongan tubuh manusia yang berserakan itu. Jujur. . . sejak tadi aku berusaha keras menahan diriku yang mual dan hendak muntah ketika melihat pemandangan mengerikan ini. Apa Hyang Manasija ingin melihatnya juga?” 

Dari dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh dirinya, Hyang Yuda dapat dengan jelas mendengar suara beberapa Hyang yang mual dan nyaris muntah mendengar gambaran yang diberikan oleh dirinya. 

“Jadi, bisakah siapapun tolong cari dan panggilkan dengan segera Hyang Madyapada? Aku rasa, aku tidak akan sanggup menahan mualku lebih lama lagi.” 

Hyang Yuda berbicara dengan nada sedikit memohon dengan berusaha menahan rasa mual yang sudah berputar – putar di perutnya sejak tadi dan kini sudah berada di kerongkongannya. 

[Aku di sini. . .] 

Dari suara itu, Hyang Yuda dapat mendengar dengan jelas bahwa Hyang Madyapada yang sedang dicari sejak tadi akhirnya masuk ke dalam saluran komunikasi yang dibuka oleh Hyang Yuda. 

[Syukurlah. . .] 

Hyang Manasija, Hyang Baruna, Hyang Marana dan Hyang Samirana mengatakan kata ‘syukurlah’ di saat yang bersamaan, membuat Hyang Yuda yang mendengarnya hanya bisa menahan rasa kesal di dalam pikirannya sendiri. 

Ĥarusnya. . . aku yang mengatakan kata itu karena aku yang sedang berdiri dan melihat langsung pesta makan besar yang sedang dilakukan oleh Nagendra saat ini

Rasa mual yang sudah berada di kerongkongannya tiba – tiba bergerak dan nyaris tidak bisa lagi ditahan oleh Hyang Yuda. Untuk kesekian kalinya, Hyang Yuda membuat sugesti untuk dirinya sendiri yang sedang menyaksikan pesta makan besar Nagendra. 

Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka tidak akan kalah hanya karena melihat pesta makan besar Nagendra. Aku, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka tidak akan muntah hanya karena melihat pemandangan ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status