Tanpa peduli identitasnya terungkap, Hyang Yuda memanggil Sangkar kausala miliknya untuk memberi perlindungan kepada Sasarada.
“Sangkar kausala. . .” teriak Hyang Yuda.
Dalam sekejap mata, Sangkar kausala miliknya yang berada di dalam rumah Sasarada berada di tangan kanan Hyang Yuda.
Sasarada yang melihat benda milik Hyang Yuda muncul dengan tiba – tiba, hanya bisa terkejut dan berkata, “Bagaimana bisa benda itu dalam sekejap berada di tangan Tuan??”
Hyang Yuda mengabaikan rasa terkejut yang saat ini datang pada Sasarada dan memfokuskan dirinya bersiap untuk melawan Amarok di hadapannya.
“Tuanku, apa yang bisa saya lakukan untuk Tuan?” tanya Sangkar Kausala begitu melihat Tuannya.
“Kurung gadis itu ke dalam sangkarmu dan lindungi dia sementara aku melawan Amarok di hadapanku saat ini. Aku harus melepas Awarana Catra milikku untuk bisa melawan Amarok.”
“Baik, Tuan.”
Hyang Yuda ke
“Tuan. . .” teriak Sasarada berusaha memanggil Hyang Yuda.Untuk sesaat, pandangan Hyang Yuda yang tadinya gelap perlahan kembali. Guncangan yang diterima tubuhnya berhasil membuat Hyang Yudamempertahankan kesadaran miliknya.“Tuan. . . Tuan Yuda. . .” teriak Sasarada untuk kesekian kalinya dan ketakutan.Kelelahan yang teramat, perlahan mulai dirasakan oleh Hyang Yuda. Tenaga yang telah dikerahkannya untuk melawan Amarok kini telah terkuras dan nyaris habis. Dengan lemah, Hyang Yuda menjawab teriakan Sasarada yang terus menerus memanggil namanya sambil mengguncang tubuhnya.“Aa. . aku baik – baik saja. . .”Bukannya melepaskan pelukannya, Sasarada justru memeluk erat tubuh Hyang Yuda dan justru membuatnya kesulitan mengatur napasnya yang terputus – putus.“Syukurlah. . . kukira Tuan akan benar – benar pergi dan meninggalkan saya di sini.&rd
Setelah selesai makan pagi bersama dengan Sasarada dan membersihkan diri, Hyang Yuda kemudian berpamitan kepada Sasarada dan mengucapkan rasa terima kasih atas bantuan yang diberikan Sasarada selama dirinya tinggal.“Apakah setelah ini aku tidak bisa bertemu dengan Tuan Yuda lagi?” tanya Sasarada dengan nada suara sedih.Dari raut wajah Sasarada, Hyang Yuda dapat dengan jelas menangkap raut wajah penuh harap yang tersirat.“Mungkin kita bisa bertemu lagi. . .” Hyang Yuda tersenyum membalas pertanyaan Sasarada sembari mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya jubahnya dan memberikannya kepada Sasarada. Hyang Yuda mengulurkan tangannya ke arah Sasarada, “Berikan tanganmu.”Sasarada melakukan perintah Hyang Yuda dan mengulurkan tangannya.Hyang Yuda kemudian meletakkan sesuatu di atas tangan Sasarada dan berkata, “Hadiah untukmu.”“Hadiah?” tanya Sasarada se
Hyang Tarangga yang baru saja masuk ke dalam Aula karena mendengar kabar kedatangan Hyang Yuda terkejut mendapati Hyang Yuda yang jatuh berlutut tidak jauh dari pintu Aula Amaraloka. “Hyang Yuda. . .” teriak Hyang Tarangga dengan sedikit panik yang kemudian berlari menghampiri tubuh Hyang Yuda. Teriakan Hyang Tarangga itu berhasil menarik perhatian Hyang Amarabhawana yang mengira Hyang Yuda telah pergi meninggalkan Aula Amaraloka. Hyang Amarabhawana berlari dari meja kerjanya, mendekat ke arah Hyang Tarangga yang sedang berlutut dan mengguncang tubuh Hyang Yuda yang kehilangan kesadarannya. “Apa yang terjadi??” tanya Hyang Amarabhawana bingung. Hyang Tarangga menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Saya juga tidak tahu, Hyang Amarabhawana. Begitu saya masuk, saya melihat Hyang Yuda sudah berlutut dalam keadaan tidak sadarkan diri.” Hyang Tarangga terus mengguncang tubuh dan memanggil nama Hyang Yuda, namun Hyang Yuda sam
“Berkah dari Amaraloka?” tanya Hyang Yuda terkejut.“Ya. . . berkah dari Amaraloka. . .” jelas Hyang Tarangga, “beberapa manusia di Janaloka bisa saja mendapatkan berkah ini dalam kondisi dan situasi tertentu. Semisal manusia yang selalu berbuat baik dalam hidupnya dan mengumpulkan banyak pahala sepanjang hidupnya. Bisa juga, manusia yang membela kebenaran bahkan hingga nyawanya menjadi korban atau bisa jadi manusia yang mati di tangan orang lain karena sebuah fitnahyang kejam. Tiga kondisi dan situasi di atas hanyalah beberapa contoh yang mungkin bisa menjadi alasan manusia menerima berkah dari Amaraloka.”Hyang Yuda berusaha menelaah dan memahami penjelasan Hyang Tarangga. Tidak lama kemudian Hyang Yuda mengajukan pertanyaan lagi.“Selain pertahanan terhadap ingatan milik mereka, manusia yang menerima berkah dari Amaraloka akan memiliki kemampuan apa lagi?”Hyang Tarangga melirik wa
Kepala Hyang Yuda terus merasakan sakit yang tak tertahankan. Bayangan yang selalu muncul di dalam benak Hyang Yuda kini berputar dengan cepat hingga Hyang Yuda sendiri tidak bisa melihatnya dengan jelas. Bayangan itu memutar banyak hal, banyak kejadian dan banyakwajah orang – orangyang sama sekali tidak dikenal oleh Hyang Yuda. Nama – nama yang muncul dan disebutkan oleh Sena adalah nama yang asing bagi telinga Hyang Yuda, tidak terkecuali wanita bernama Manohara. Namun di antara banyak sosok yang muncul, di antara banyak kejadian yang terlihat dan di antara banyak wajah – wajah asing yang terlihat, ada satu sosok selain Manohara yang dikenali oleh Hyang Yuda. Senyuman seseorang di antara banyak orang di sekitar Sena mirip dengan senyuman yang selalu ditunjukkan oleh Mahamara ketika bertemu dengan dirinya. Hyang Yuda mencoba bangkit meski kepalanya terasa begitu menyakitkan. “Tuan Yuda mau ke mana?” tanya Sasarada dengan wajah c
“Hyang Yuda tidak merasakan ada sesuatu yang janggal?” Mahamara menangkap raut wajah Hyang Yuda yang penuh tanda tanya dan tidak lagi menaruh perhatiannya kepada Mahamara. “Jika Hyang Yuda ingin mengetahui segalanya, Hyang Yuda harus menemukan ingatan milik Hyang Yuda. . . Dengan begitu, Hyang Yuda akan bisa mengetahui siapa yang memberikan berkah kepada gadis manusia ini?” “Meski aku ingin menemukan ingatanku yang hilang sekalipun. . .” jawab Hyang Yuda, “aku tidak akan menemukannya untuk memenuhi keinginanmu.” “Seperti yang aku duga, Dewa Perang dari Amaraloka bukan sosok yang mudah terpengaruh . . .” Mahamara tertawa keras dan tidak lama kemudian memanggil senjata pusaka miliknya yang mirip dengan Mahakudi milik Hyang Marana. “Litheng Kudi(1). . .” (1)Litheng Kudi adalah senjata andalan Mahamara yang berbentuk sabit besar yang bentuknya mirip dengan Mahakudi milik Hyang Marana.
Hyang Amarabhawana mengetukkan jarinya beberapa kali ke meja kerjanya dan memikirkan ucapan dan permintaan yang diajukan oleh Hyang Yuda. Matanya menatap ke arah Hyang Tarangga yang sedang berdiri di samping Hyang Yuda yang saat ini juga terkejut mendengar permintaan Hyang Yuda kepadanya. Setelah beberapa saat, jari Hyang Amarabhawana berhenti mengetuk ke meja kerjanya. “Bagaimana menurutmu, Hyang Tarangga?” Hyang Amarabhawana meminta pendapat Hyang Tarangga yang dikenal selalu bijak dalam berpikir dan mengambil keputusan. Hyang Tarangga yang terkejut dengan pertanyaan yang diajukan oleh Hyang Amarabhawana berbalik menatap Hyang Amarabhawana yang saat ini sedang menatap dirinya, tidak lama kemudian Hyang Tarangga mengalihkan pandangannya menatap Hyang Yuda yang berdiri di samping dan juga sedang menatap dirinya. Hyang Tarangga kemudian menghela napas panjang karena mendapat tatapan dari dua Hyang di saat yang bersamaan. Setelah menghela napas panjang, Hya
Hyang Yuda memberikan tepuk tangan kecil untuk ucapan Mahamara yang baru saja diucapkannya dan kemudian memberikan pujian kepada Mahamara dengan raut penuh amarah. “Kamu bisa tahu ruang kerja Hyang Tarangga, itu artinya ada pengkhianat di Amaraloka. . .” Hyang Yuda menghentikan tepuk tangannya dan memandang sengit ke arah Mahamara. “Kamu benar – benar hebat, Mahamara. Semakin kamu memaksaku untuk menemukan ingatanku yang hilang, semakin aku tidak ingin mengingatnya. Benar yang dikatakan oleh Hyang Tarangga padaku, ingatanku yang hilang mungkin adalah untuk kebaikanku sendiri.” Senyuman di wajah Mahamara menghilang seketika ketika mendengar ucapan Hyang Yuda. “Aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan padamu, Hyang Yuda. Aku menyandera gadis itu bersamaku, kamu bisa melihatnya ketika perang terjadi nantinya dan gadis itu pasti akan mati di tanganku nanti. . . Kita bertemu lagi saat perang terjadi, Hyang Yuda.” Tanpa disadari oleh Hyang Yu