“Hanya calon klien yang keras kepala. Sepertinya dia nggak bakal jadi klien kita,” jawab Cakra dengan datar.
“Pasti orang yang minta dijodohkan dengan target tertentu. Kenapa nggak pada nurut sama Aden sih? Apa kita perlu nulis aturan itu dengan ukuran huruf yang lebih gede di beranda web biro jodoh?” tanya Aura untuk mengungkapkan kekesalan.
Sejujurnya Aura merasa lega karena itu hanya calon klien, bukan wanita yang spesial di hati Cakra. Sampai sekarang Aura masih penasaran dengan status Cakra, tapi tidak berani menanyakannya.
“Oya, besok kamu yang ngawasi Pak Iswanto. Saya ada janji temu selama seharian.”
Perkataan Cakra membuat Aura kembali merasakan tusukan di perut. Rasanya nggak nyaman kalau tidak tahu kegiatan majikannya itu.
“Rupanya kamu di situ?” ucap laki-laki yang berjalan mendekati mereka.Belum juga Cakra menyusuri benang itu, jodoh Maiden sudah muncul untuk menyapa. Betapa beruntungnya mereka karena sudah mempunyai pasangan.“Eh, hai, Van. Kenalkan ini Cakra, teman baruku,” ucap gadis itu dengan riang.“Melihat dari jubahmu, kamu pasti keturunan keluarga Gilmore? Salah satu sepupu kami berjodoh dengan keluarga kalian,” ucap Evan sambil menunjuk ke arah belakangnya.Cakra mengikuti jari Evan untuk melihat siapa yang dimaksud. “Ah, Rio ternyata adalah sepupumu.”Pada akhirnya Rio bergabung dengan mereka, karena mendengar namanya disebut. Tentu saja Danar, Kristy, dan Rista juga ikut bergabung. Sebentar lagi pasti beberapa pasangan seumuran dengan mereka pasti ikut bergabung. Ini akan terasa menyesakkan.Ketika percakapan itu semakin meluas, diam-diam Cakra menyusup meninggalkan kelompok itu. Dia butuh menyendiri sekarang, agar hatinya menjadi le
Saat ini, pasti Aura dan Iswanto sedang menahan napas menanti reaksi Jasmin. Cakra pun tak terkecuali, dia juga ikut mengamati dalam diam.“Kalau Mas serius dengan perkataan ini, Jasmin mau minta dilamar secara serius. Seperti lamaran dalam drama,” ucap gadis yang tersenyum sangat manis.Ini adalah sebuah ujian atau memang sesuai dengan kata hati? Tentu saja Cakra tidak bisa menebak pikiran seorang wanita, itu sangat rumit.“Tentu saja, kamu pasti ingin hal yang seperti itu.”Perlahan-lahan Iswanto berlutut dengan bertumpu pada satu kaki. Terlihat Aura berlari-lari membawa sebuket bunga yang sudah dihias dengan cantik. Gadis itu kemudian menyerahkannya pada Iswanto.“Jasmin, aku tahu kalau ini sa
“Nona Aura, saya hendak mengenalkan Anda dengan calon istri saya.” Suara Iswanto membuat Aura menjauhkan gawai sejenak untuk memberi respon.Dari cermin, Cakra bisa melihat Aura mengangguk sebentar kemudian menunjuk ke arah gawai. Iswanto yang mengerti maksud Aura, menggerakkan tangan untuk mempersilakan dia melanjutkan bicara.“Den, nanti lagi bicaranya ya. Ini Pak Iswanto mau ada perlu,” ucap Aura dengan berbisik.“Iya, besok kita bicarakan lagi. Hari ini saya sibuk,” ucap Cakra sebelum memutus sambungan.Aura terlihat merenung sambil melihat layar gawai yang mulai menghitam. Apa gadis itu kecewa karena tidak bisa melanjutkan obrolan?Cakra kira, alasannya pasti bukan itu. Tidak mun
"Apa kamu yakin mau melamarnya?" tanya Rahardian saat Cakra menghubunginya melalui panggilan telepon dari parkiran restoran.Sahabat Cakra itu bahkan tidak berbasa-basi menanyakan kabar padahal mereka sudah lama tidak bersua. Namun, Cakra tak kunjung menjawab pertanyaan itu. Dia malah teringat dengan Rista-sepupu yang meyakinkan untuk tetap melakukan lamaran ini. Padahal Cakra belum sepenuhnya yakin akan perasaannya untuk Yuyun.Hal lain yang membuatnya ragu adalah tentang pasangan Yuyun. Jari kelingking wanita itu sudah terikat dengan benang merah perjodohan yang terlihat kusut. Ini menandakan kalau Yuyun sudah ada yang punya, entah berada di belahan dunia mana pria yang menjadi jodoh Yuyun."Sepertinya layak untuk dicoba. Aku tunggu kedatanganmu untuk menjadi saksi. Sepuluh menit! Jangan terlambat!" ucap Cakra yang akhirnya menjawab dengan nada serius untuk menutupi rasa gugup.Cakra segera menutup telepon itu sebelum ucapan lain dari Rahardian me
Kantor diubrak-abrik? Cakra berharap kalau pendengarannya salah, tapi Shopie sampai mengulangi informasi itu agar semakin jelas. Jadinya, dia harus bergegas ke kantor walaupun hari ini sedang cuti. "Saya akan segera ke sana." Panggilan ditutup dari pihak Cakra. Alis Cakra naik ketika seorang wanita dengan seragam toko alat jahit membentangkan tangan untuk menghadang. Wajah pegawai itu terlihat mengeras hingga membuat Cakra mengurungkan niat untuk menerobos pertahanannya. "Apa Anda juga akan kabur seperti pacar Anda setelah mencuri segulung benang dari toko kami?" Cakra memalingkan wajah sejenak, merasa ini lucu. Apa-apaan wanita ini? Kenapa dia asal menyimpulkan seperti itu? "Tapi, saya bukan pacar gadis tadi. Kami bahkan tidak saling kenal," elak Cakra dengan kedua bahu yang diangkat bersamaan. "Saya terpaksa memanggil keamanan kalau Anda bersikeras untuk melarikan diri!" Sekarang wanita itu bertolak pinggang dengan berani.
Cakra bangkit berdiri, menepuk-nepuk celana agar bebas dari rumput dan debu. Sekilas menoleh ke arah taman kaca, sebelum akhirnya mengikuti ayahnya yang bernama Cahyo. Mereka menuju ke ruang kerja yang sebenarnya bisa masuk lewat pintu samping, tapi ayahnya memang lebih suka masuk ke dalam rumah terlebih dahulu."Den," panggil Mbok Minah yang dijawab dengan sentuhan jari telunjuk ke bibir Cakra.Asisten rumah tangga yang sudah berumur itu pun terdiam, membiarkan Cakra melewatinya untuk menuju ke ruang kerja.Cakra bahkan tidak sadar kalau ada orang lain yang mengawasinya. Dia hanya fokus pada langkah kaki yang membawanya menuju ceramah tanpa henti."Tutup pintunya!" seru Cahyo ketika melihat Cakra berdiri ragu-ragu di ambang pintu.Lagi-lagi Cakr
"Yang sopan sama Aden!" tegur Mbok Minah yang menarik tangan gadis itu."Maaf, Den. Apa Aden yang sudah bayar benang rajut saya?" Mata gadis itu membesar, penasaran. Tidak memperhatikan teguran Mbok Minah."Sudah ingat sekarang?" tanya Cakra dengan wajah sok serius."Jadi gaji yang dipotong lima puluh ribu itu buat ganti benang ya, Den? Sebenarnya saya juga sudah balik ke toko itu untuk membayar, tapi katanya sudah dibayari sama pria tinggi yang cakep." Gadis itu kembali memperhatikan wajah Cakra."Tapi kenapa wajah Aden babak belur seperti ini? Jadi pangling saya," lanjut gadis itu."Jadi kamu nggak berniat mencuri benang itu? Lalu kenapa lari? Gara-gara kamu, saya dituduh komplotan pencuri!" Cakra me
Cakra menoleh demi mendengarkan penolakan asisten barunya. Jari Cakra menunjuk ke arah Aura."Kamu yakin melamar kerja padaku? Bukan pada ayahku?" Wajah Cakra mengeras ketika menekankan pertanyaan terakhir.Pria itu tidak mau melepaskan tatapan tajam. Bahkan saat wajah Aura seputih kapas dan mulai terlihat gelisah."Tentu saja saya bekerja untuk Aden.""Maka, lakukan permintaan saya. Atur jadwal dengan klien pertama. Besok, jam sepuluh pagi!" ucap Cakra sebelum mengibaskan tangan untuk mengusir.Cakra memiringkan kepala ketika mengamati Aura yang bergeming. "Ada masalah?""Saya belum paham dengan kerjaan Aden. Ini klien apa ya, Den?" Aura angkat bahu