Share

Yang Pertama

Kalan tersenyum lebar. Dia memang tidak pernah gagal mendapatkan apa yang dia mau, termasuk seorang pacar. Rianza, cewek yang terkenal pendiam itu berhasil didapatkannya. Di kampus, mereka sangat jarang bertemu. Rianza hanya akan ke kampus jika ada jadwal bimbingan dengan Pak Ardi, berbeda dengan Kalan yang masih memiliki kelas untuk diikuti. Sejak cewek itu akhirnya setuju untuk menjalin hubungan dengan Kalan, tidak ada hal yang spesial terjadi. Tidak ada hubungan pacaran seperti hubungan Kalan dengan mantan-mantan sebelumnya. Rianza bahkan tidak pernah mengiriminya pesan terlebih dahulu. Dia hanya akan membalas jika Kalan menanyakan sesuatu seperti sudah makan atau belum, atau bertanya lokasi Rianza. Gadis itu juga menjawab sekenanya. Dia bahkan tidak pernah bertanya balik pada Kalan.

“Nggak usah kasih makanan lagi. Gue masih mampu beli,” ucap Rianza yang protes Kalan selalu membelikannya makanan dan meletakkannya di gagang pintu kamar cewek itu.

“Lo harus terima. Ini bentuk perhatian gue ke lo,” ucap Kalan sembari tersenyum, “gue juga beli makanan buat gue. Kita makan bareng di dapur, yuk,” ajaknya.

Rianza menggeleng, “Gue sibuk. Mau revisian. Makasih makanannya.”

Cewek itu langsung menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Kalan yang menatap pintu itu dengan tatapan tidak percaya. Sudah seminggu sejak mereka memutuskan untuk pacaran tapi Kalan sama sekali tidak merasa diperlakukan seperti seorang kekasih. Rianza akan menolak jika diajak pergi ke luar kamarnya, bahkan ketika Kalan hanya mengajaknya ke dapur bersama yang ada di lantai dua. Cewek itu selalu beralasan bahwa dia sibuk melakukan revisi skripsi dan tidak ingin diganggu. Kalan paham kalau melakukan revisi skripsi memang butuh konsentrasi tinggi. Tapi dia tidak suka dicuekin seperti ini.

Cowok itu langsung mengetuk pintu Rianza. Dia harus membenarkan apa yang menurutnya tidak benar dari hubungan mereka. Tidak lama kemudian Rianza keluar dengan wajah datarnya. “Apa?” tanya Rianza dengan suara datarnya.

Tanpa aba-aba, Kalan langsung menarik tubuh Rianza masuk dalam rengkuhannya. Kalan meletakkan satu tangannya di pinggang Rianza dan satu tangan mengelus pucuk rambut gadis itu. Dia juga tidak melewatkan kesempatan untuk mencium aroma shampo yang digunakan gadis itu. “Lo wangi,” ucapnya yang kembali mengendus aroma tersebut.

“Kalan, kenapa?” tanya Rianza bingung.

Tubuh mungil gadis itu mencoba untuk melepaskan pelukan Kalan. Namun tentu saja Kalan tidak mengindahkan hal tersebut. Dia bahkan semakin erat memeluk gadis mungil itu.

“Lo pacar gue. Gue nggak butuh alasan buat meluk elo.”

Rianza semakin mencoba untuk melepaskan dirinya. “Kalan, lepas.”

“Nggak sebelum lo memperlakukan gue sebagaimana orang pacaran kebanyakan. Gue nggak suka lo cuekin gue. Gue nggak suka lo nolak pemberian dari gue. Gue nggak suka, paham? Lo harus jadi pacar yang baik kalau mau gue lepasin.”

Tubuh Rianza mematung. Kalan yang menyadari hal ganjal tersebut sedikit mengurai pelukannya. “Kenapa?”

Rianza menggeleng, “Gue nggak tahu harus gimana. Gue nggak pernah pacaran sebelumnya.”

Mendengar itu, mata Kalan nyaris keluar dari tempatnya. “Serius?”

Rianza mengangguk. “Makanya gue diem aja. Gue sering lihat orang pacaran, tapi nggak tahu gimana cara ngelakuinnya.”

Polos. Gadis ini terlihat sangat polos di mata Kalan. Wajah cowok tersebut dengan cepat mendekat ke arah Rianza. Secepat kilat dia mencuri sebuah kecupan dari bibir ranum gadis itu. “Berarti ini kecupan pertama juga?”

Rianza yang terkejut hanya mematung. Sekali lagi, Kalan menyatukan bibir mereka. Kali ini sedikit lebih lama. “Ini yang kedua,” katanya sembari tersenyum.

Dan yang Rianza bisa lakukan hanya menganggukkan kepala.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status