Share

2. Asta Valerio aka Yoonki Min

Happy reading....

Pria itu membuang napasnya pelan sambil melihat sekeliling tempat dimana ia berdiri. Sangat ramai. Tentu saja, dia sekarang berada di area kedatangan bandara menunggu jemputannya. 

Balutan outfit serba hitam membuat tampilannya terbilang sangat boyfriendable sangat cocok dengan kulit putih pucatnya, belum lagi rambut silvernya yang terlihat bersinar saat terkena sinar matahari. Pria itu juga sesekali mengusak-ngusak rambut dengan potongan under cut yang terlihat sangat lembut. Entah untuk apa tapi itu malah membuatnya terlihat sangat keren.

Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa untuk para gadis-gadis yang sedang berlalu lalang disana. Namun pria itu tak menggubrisnya sama sekali.

Tepatnya dia tidak tertarik.

Asta Valerio memeriksa jam yang melingkar sempurna ditangannnya.

'Kenapa lambat sekali?'

Entah sudah berapa kali dia membuang napas berat hingga akhirnya mobil hitam berhenti di depannya menandakan jika penantian telah berakhir. Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu lalu menghampirinya.

"Selamat datang tuan Yu," ucap pria itu. Jangan tanya kenapa Asta di panggil dengan nama itu. Kalian akan tahu sebentar lagi alasan di balik penggantian nama Asta Valerio menjadi Yoonki Min.

Yoonki hanya mengangguk samar dan langsung berlenggang masuk ke dalam mobil. Udara di luar cukup panas dan itu bisa membuat kulit Yoonki terbakar.

Mobil itu mulai melaju dan masuk kedalam area kota Seoul yang padat. Yoonki menatap kota itu dari jendela mobil. Dia sebenarnya tipe orang yang benci dengan suasana ramai dan bising. Tapi dia malah akan terjebak di sana entah berapa lama. Jika saja dia tidak punya urusan yang sangat penting dia tidak akan datang ke kota yang sangat padat itu.

***

Sebuah api unggun yang tidak terlalu besar menjadi pusat dimana beberapa The Red Demon duduk mengelilinginya. Tanah lapang yang terletak di tengah-tengah desa memang selalu menjadi tempat mereka semua berkumpul. Mereka akan melakukannya jika tiba-tiba ada hal yang mendesak dan harus di sampaikan segera.

Suasananya sangat tegang apalagi sejak pasangan Michael dan Chloe pergi meninggalkan mereka. 

"Lalu siapa yang harus pergi?" tanya Lily yang mulai geram karena tak satupun dari para kepala keluarga bangsanya bersuara. Membiarkan hening mendominasi dengan suara kayu yang terbakar api.

"Kita tidak punya pilihan... Lily kau pergilah menyusulnya!" ucap salah satu dari mereka memberi usul.

"Tidak! Kenapa harus aku yang pergi?" tolak Lily sambil melipat tangannya di dada.

"Tidak mungkin 'kan jika Asta yang pergi!" kata Xanthos selaku ayah dari Lily dan Asta.

"Ada apa ini?" tanya Asta yang tiba-tiba saja ada di antara mereka.

Mereka semua bergeming tak lagi menjawab pertanyaan Asta. Hanya menunduk tanpa sepatah kata.

Sementara Asta di sana menatap mereka satu per satu dengan tatapan penuh tanya.

"Apa yang terjadi?" tanya Asta lagi.

"The Hunter D kembali Asta," ucap Xanthos membuka suara.

Asta menampakkan ekspresi terkejutnya beberapa detik lalu dia terkekeh pelan. "Ayah bercanda? Aku sudah membunuh mereka semua hari itu tidak mungkin ada yang masih hidup."

"Kami tahu jika hari itu kita mengalahkan mereka semua. Tapi ternyata tidak semuanya," timpal Natheli, ibunda Asta.

"Michael dan Chloe baru saja datang dan memberi tahu jika beberapa bangsa kita terbunuh," ucap Natheli menatap Asta lalu mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang setia mendengarkan disana. "Siapa lagi yang bisa membunuh bangsa kita jika bukan The Hunter D. Para manusia lemah itu bukan tandingan bangsa kita. Mereka hanyalah mangsa," lanjutnya.

Itu memang benar. The Red Demon adalah makhluk yang sangat kuat dan abadi. Mereka tidak akan pernah bisa mati jika bukan para The Hunter D yang membunuh mereka.

Asta yang semula menganggap ini sebuah lelucon berbalik membuat jubah hitamnya sedikit terangkat. Keluarganya tidak mungkin bercanda untuk hal seperti ini.

"Baiklah kalau begitu aku yang akan mencarinya sendiri... dimana dia berada sekarang?" tanya Asta tegas.

"Seoul," jawab Lily cepat.

Pria itu akan segera beranjak sebelum tangan seseorang memegang pundaknya membuat langkah Asta terhenti.

"Tunggu Asta," cegah Xanthos. Lantas Asta berbalik menatap sang ayah. "Aku tahu kau punya tanggung jawab untuk menjaga bangsamu, namun kau belum sembuh total. Tolong pikirkan lagi," lanjutnya dengan wajah memelas.

"Aku baik-baik saja. Sungguh," kata Asta menyakinkan pria itu.

"Kalau begitu izinkan aku ikut bersamamu. Kita akan mencari dia bersama," ujar Lily mendekati dua pria itu.

"Tidak, kau tetaplah disini menjaga bangsa kita agar tetap aman," timpal Asta menatap sang kakak.

"Tapi---"

"Aku janji akan menganggilmu jika aku butuh bantuan."

Tak bisa di pungkiri memang hanya Asta yang bisa menghentikan The Hunter D agar tidak memusnahkan bangsanya. Mereka sudah hidup aman beberapa puluh tahun belakangan ini tak akan Asta biarkan ketenangan bangsanya terusik lagi.

Dengan berat hati Xanthos melepaskan tangannya pada Asta. Pria itupun melesat dengan cepat masuk kedalam hutan menuju kota Seoul.

'Aku akan menemukanmu dimanapun kau berada.'

Asta berada di Kota Seoul dalam segejab. Menurut informasi yang dia dapat The Hunter D bersembunyi sebuah agensi hiburan. Cukup lucu, kenapa musuhnya memilih bersembunyi di mana para manusia menyanyi dan menari? Memuakkan.

Tidak bisakah dia memilih tempat yang lebih menantang? Seperti kumpulan mafia atau polisi?

Entahlah.

Untuk masuk kedalam agensi itu sangat mudah untuk seorang Asta Valerio.

Pertama Asta mencari tahu siapa pemilik agensi yang di maksud dan dengan kekuatannya yang bisa mengendalikan pikiran Asta akan mengontrol mereka semua sesuai keinginannya. Dan karena Asta memasuki kota Seoul dia tidak mungkin memakai nama Asta lagi. Itu akan terdengar aneh oleh para manusia.

Yoonki Min. Nama yang pilih oleh Asta untuk mengganti namanya yang keren.

Alhasil sekarang dia menjadi putra dari pemilik agensi itu. Sebenarnya pemilik agensi itu tidak memiliki keturunan tapi mereka sangat menginginkannya. Bukankah Asta atau Yoonki sangat baik memberi mereka kesempatan memiliki seorang anak? Walaupun anak mereka itu sosok iblis.

Hingga tiba hari ini dimana dia berpura-pura baru saja datang dari luar negeri. Jika Yoonki menjadi seorang produser film pasti dia akan menjadi produser yang sukses. Dia sangat pintar dalam mengarang cerita dan menggunakan kekuatannya untuk melancarkan semua aksinya itu. Namun dia bukan manusia yang terobsesi dengan harta dan ketenaran. Yoonki tidak membutuhkan itu.

"Huh...." Yoonki menghembuskan napasnya lelah.

"Tuan ingin makan siang terlebih dahulu?" tanya sang supir di balik kursi kemudi.

"Tidak perlu aku ingin langsung pulang saja," ucap Yoonki lalu memejamkan matanya.

'Padahal aku bisa dengan cepat sampai di rumah itu tanpa harus menaiki mesin lamban ini.'

Butuh waktu sekitar 20 menit untuk Yoonki sampai di rumah besar bergaya modern itu. Dia melihat dua orang manusia yang sekarang akan menjadi orang tuanya.

"Yoonki Min!" ucap Raena Min  menghamburkan pelukan pada Yoonki. Wanita yang akan menjadi ibu Yoonki.

Yoonki membalas pelukan itu dengan malas. Pelukan yang berlangsung selama beberapa detik itu terlepas. Yoonki tersenyum tipis menatap--ibunya.

"Kenapa baru pulang sekarang anak nakal ? Ibu sangat rindu padamu. Kau tahu?" oceh Raena pada Yoonki yang hanya di balas senyuman oleh pria itu.

"Maafkan aku, ibu. Tapi bukankah suamimu yang menyuruhku untuk pergi dari sini. Apakah ibu tidak ingat saat dia mengusirku?" ucap Yoonki menatap pria paru baya di sampingnya sinis namun masih dengan senyum tipis membuat pria itu terkekeh pelan.

"Itu karana ayah ingin kau menggantikanku menjadi direktur di agensi, Yoonki," ucap Woobin Min menepuk pundak--anaknya.

Woobin melihat wajah sang anak tidak menunjukkan jika dia antusias dengan usulannya.

"Maafkan ayah, Nak. Tapi jika kau tidak ingin meneruskan apa yang ayah inginkan tak apa, ayah tidak akan memaksamu," lanjut Woobin seraya tersenyum.

"Tidak... aku akan mengurusnya. Bahkan aku berencana akan memulainya besok," ucap Yoonki cepat.

"Bukankah kau harus istirahat dulu, nak?" ucap Raena khawatir.

"Tidak perlu, Bu. Aku baik-baik saja," ucap Yoonki berlalu masuk kedalam rumah itu.

Memperhatikan sekeliling rumah yang tentu lebih besar di bandingkan dengan rumahnya di desa. Cukup nyaman juga. Desain dan interior rumah itu sesuai dengan karakter Yoonki. 

Baguslah.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada Yoonki, Sayang? Aku terkadang tidak mengerti jalan pikiran anak itu," tanya Raena pada suaminya.

"Entahlah. Tapi yang pasti aku tidak ingin kejadian dia kabur terulang kembali, Sayang. Jadi kita turuti saja apa yang ingin dia lakukan, selagi itu tidak merugikan dirinya sendiri ataupun keluarganya."

Woobin tersenyum sendu pada wanita itu dan Raena sendiri hanya mengangguk kecil lalu menatap Yoonki yang sudah jauh masuk kedalam rumah.

Yoonki bisa mendengar percakapan dua manusia itu dengan jelas. Semuanya berjalan sesuai rencananya. 

Untuk sekarang Yoonki ingin beristirahat sejenak sebelum menghadapi hari yang mungkin akan sedikit melelahkan dan menguras banyak tenaga.

Tak bisa dia bayangkan berapa banyak orang yang harus dia kendalikan dalam agensi itu agar ikut dalam permainnya.

"Aku butuh makan malam yang enak," gumam Yoonki melanjutkan langkahnya kelantai dua dimana kamarnya berada.

Dan begitu dia masuk kekamar itu, dia langsung menghilang dibalik pintu tepat ketika pintu itu tertutup.

***

Yoonki menatap keluar jendela. Setelah acara makan malam ala manusia dengan--keluarganya.Dia langsung pamit dengan alasan ingin mempersiapkan segela sesuatunya untuk bekerja besok.

"Aku ingin makan malam," gumam Yoonki melirik kearah pintu sejenak kemudian melompat keluar dari jendela lantai dua dan mendarat sempurna di tanah. Dengan gerakan yang sangat cepat Yoonki melompati pagar besi dengan mudah.

Dia melirik kembali rumah itu lalu berlari secepat mungkin hingga hilang di telan kabut malam.

***

Di sebuah rooftop gedung berlantai 10 seorang wanita dengan tampilan kacau menatap miris kota besar yang berkelap kelip di malam hari.

"Aku sudah tidak sanggup lagi... hiks... kenapa mereka semua jahat padaku!" lirih wanita itu sambil menjambak rambutnya frustasi.

"Apakah masalahmu serumit itu hingga kau ingin mengakhiri hidupmu?" 

Sontak wanita itu berbalik saat mendengar suara berat seseorang di belakangnya.

"Siapa itu?" tanya wanita itu terkejut.

Sosok itu hanya tersenyum tipis tanpa niat ingin menjawab. Namun dia terus berjalan mendekati sang wanita dengan perlahan. Hingga tubuh dan wajahnya kini terkena sinar dari lampu yang ada disana. Menampakkan sosoknya yang sangat tampan.

"Apa mau mu!" Kali ini wanita itu bahkan meninggikan suaranya.

Yoonki tersenyum tipis tanpa menghentikan langkahnya mendekati wanita yang sedang ketakutan setengah mati akan kehadirannya disana.

"Aku tidak menginginkan apa-apa," ucap Yoonki sambil memadang lurus kearah gedung-gedung tinggi pencakar langit di depannya.

"Aku hanya ingin menemanimu di sini, Nona," ucapnya lagi sambil menatap wanita itu. Jangan lupakan senyumannya yang seakan menghipnotis siapa saja yang melihatnya.

'Sekaligus ingin makan malam enak.'

"Jangan mendekat! Atau aku akan melompat dari sini!" ancam wanita itu sambil berjalan mundur menuju tepi gedung.

Yoonki diam di tempatnya sambil menaikkan dua tangannya. "Baiklah aku tidak akan mendekat. Ayolah nona jangan sia-siakan hidupmu dengan bunuh diri seperti ini."

"Memangnya apa pedulimu? Kau tidak tahu betapa sulit hidupku hiks...." Wanita itu kembali menangis hingga dia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

"Aaarrrghhhh!!!"

Wanita itu mengira dia akan jatuh dan mati namun ternyata sebuah tangan menggenggam pergelangan tangannya dengan erat.

"Tenang Nona aku akan menyelamatkanmu!" ucap Yoonki dengan susah payah menarik tubuh wanita itu.

Butuh sedikit perjuangan untuk bisa membuat wanita itu kembali keatas gedung.

Yoonki mengatur napasnya yang terengah sambil menatap wanita itu jengah.

"Hikss... hikss... kenapa kau menyelamatkanku? Kenapa kau tidak membiarkan saja aku mati tadi...." Suara wanita itu bergetar hebat. Entah karena emosi atau karena shock.

'Memuakkan padahal dia sangat takut untuk mati.'

"Aku tidak mungkin membiarkanmu mati begitu saja didepanku," ucap Yoonki lalu duduk di samping wanita itu. Bersandar di tembok yang membuat punggung mereka terasa dingin. Dia menggenggam tangan wanita itu dengan erat membuat sang empu menatapnya.

"Ceritakan padaku apa masalahmu. Mungkin aku bisa membantu," ucap Yoonki lembut.

"Kau tidak akan mengerti tuan...hiks...." Wanita itu kembali menangis. Bahkan kali ini tangisannya makin keras.

Hilang sudah kesabaran seorang Yu Yoonki. Dia sudah sangat muak dengan semua ini namun mau bagaimana lagi dia harus membuat wanita itu percaya dan segera membiarkan Yoonki memiliki jiwanya.

"Mungkin aku tidak akan bisa mengerti tapi aku bisa menjadi pendengar yang baik," kata Yoonki. 

Entah kenapa bujuk rayu Yoonki membuat senyum tipis terukir di wajah wanita itu. Tanpa ragu dia pun mulai menceritakan masalahnya pada Yoonki. Bagai seorang murid nakal yang tidak mau mendengarkan sang guru, apa yang dikatakan wanita itu seperti angin berlalu untuk Yoonki.

"Aku mungkin bisa membantumu?" kata Yoonki setelah wanita di sampingnya berhenti berbicara.

"Sungguh?" tanya wanita itu dengan binar di matanya yang sembab.

Ini yang Yoonki tunggu. Saat mangsanya akhirnya percaya padanya.

Yoonki menarik dagu wanita itu untuk menatapnya. Mata Yoonki yang semula berwarna hitam kini berubah menjadi keemasan. Wanita itu berhenti menangis dan perlahan memejamkan matanya.

"Bagus sekali setidaknya ini tidak akan sesakit jika kau lompat dari gedung ini bukan?" gumam Yoonki sambil membelai wajah wanita yang sudah tidak sadarkan diri itu.

Yoonki mendekatkan wajahnya ke wajah wanita itu. Menghirup jiwa putus asanya melalui mulut sang wanita dengan pelan. Yoonki tidak akan melewatkan betapa nikmatnya saat dia menyantap 'makan malamnya' itu. 

Dia melepaskan tubuh itu begitu saja saat semua jiwa wanita itu telah dia serap sepenuhnya.  

Mata Yoonki berubah merah menyala dengan luka di bagian wajah sebelah kiri. Dia tersenyum miring melihat wanita yang sudah tidak bernyawa itu didepannya.

"Terima kasih," ucap Yoonki mengelus bibirnya pelan. "Atas makan malam nikmat yang sudah kau berikan untukku." 

Yoonki berjalan pelan meninggalkan tubuh wanita itu. Namun belum sampai pada langkah ke tiga sekelabat bayangan hitam melintas di belakangnya.

Yoonki hanya diam tanpa membalikkan badan sedikitpun. Karna tanpa dilihat pun, dia tau pasti siapa sosok itu.

"Kau datang?" ucap sosok tersebut pada Yoonki. Yoonki menaruh kedua tangan di saku celana panjangnya yang berwarna hitam.

"Ya, aku datang. Sebenarnya aku tidak ingin tapi ini tanggung jawabku... sekaligus aku ingin menemuimu," ucap Yoonki tanpa berbalik untuk melihat sosok tersebut.

Yoonki tak lagi mendapat balasan. Apakah sosok itu sudah pergi?

Brak!?

Dia berbalik saat mendengar suara keras dari belakang, dan benar saja sosok itu telah menghilang begitu saja. Bahkan wanita yang sangaja Yoonki biarkan tergeletak di lantai kini telah berada di pekarangan gedung dengan darah yang mengalir di tubuhnya, seperti yang wanita itu inginkan.

"Kau mencoba ikut campur urusanku? Kau pikir siapa dirimu?" gumam Yoonki mengepalkan kedua tangannya.

To be continue.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status