Share

3. Bertemu manusia Spesial

Happy reading....

Pagi ini semua orang sibuk dengan acara penyambutan Direktur baru yang akan memimpin Zig In Entertainment. Putra tunggal dari keluarga besar Min.

Staff, artis, bahkan para trainee pun ikut serta dalam penyambutan itu. 

"Areum, aku tidak pernah tahu jika Pak Woobin punya seorang putra," kata Yeoni Kim seraya fokus menghias kue yang akan di berikan pada pemimpin mereka nanti.

"Yang aku dengar putra Pak Woobin itu kuliah di luar negeri dan baru kembali kemarin," jawab Areum Goo sambil berpose berpikir.

"Benarkah? Dari mana kau tahu? Aku bahkan tidak pernah mendengar desas-desusnya?" tanya Yeoni lagi. 

Entah kenapa wanita itu sangat penasaran.

"Itu karena kau baru disini," celetuk Areum.

"Hmm, mungkin."

Mereka berdua kembali memfokuskan diri menghias kue yang sedikit lagi selesai.

"Cepat selesaikan pekerjaanmu sebentar lagi mereka akan datang!" kata Areum membawa beberapa kue yang telah selesai di hias oleh Yeoni dan dirinya.

"Baik, Bos!" teriak Yeoni antusias memperhatikan Areum hingga wanita itu menghilang di balik pintu.

"Aku sudah bekerja di sini hampir dua tahun. Apakah masih tergolong baru, yah?" dumel Yeoni lalu menaikkan bahunya samar tanda dia tak ingin terlalu memikirkannya.

Setelah semua persiapan selesai mereka berkumpul di gedung aula sambil menunggu tokoh utama datang.

Riuh tepuk tangan langsung bergemuruh saat Tuan Woobin Min dan putranya memasuki ruang aula dan naik keatas panggung.

Mereka semua berdiri menampilkan senyum terbaik, termasuk Yeoni.

Mata gadis itu dan putra Tuan muda Min bertemu untuk beberapa saat. Senyum yang menghiasi wajah Yeoni luntur seketika. Dia sontak memalingkan wajahnya ke arah meja dengan napas yang tersengal-sengal seperti baru saja melakukan lari maraton. Yeoni memegangi jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat. 

Bukan.

Bukan karena Yeoni sedang jatuh cinta pada pandangan pertama pada Tuan muda Min itu tapi karena gadis itu sedang ketakutan dengan apa yang baru saja dia lihat.

Dia melihat pria itu itu memiliki mata berwarna keemasan.

"Apakah aku salah lihat? Atau pria itu sedang memakai softlens?" gumam Yeoni tak berani menatap ke depan.

Bahkan dia dengan sengaja menundukan kepalanya supaya tidak sampai bertatap muka dengan sosok lelaki didepannya tersebut.

Hanya memperhatikan pemuda bermarga Min itu dari tubuhnya saja yang saat ini duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh pegawai, setelah memberi beberapa kata-kata sambutan.

"Yeoni, kau baik-baik saja?" tanya Areum yang sejak tadi memperhatikan kelagat Yeoni. Gadis itu terlihat sangat gelisah.

"Apa kau lihat Tuan muda Min itu?" tanya Yeoni hati-hati.

"Hmm, tentu saja. Aku bahkan tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Dia sangat tampan kau tahu,"ucap Areum sambil memegangi kedua pipinya.

"Bukan itu dasar bodoh!" umpat Yeoni tanpa sadar.

"Hei! kau mengumpatku? Aku ini seniormu!" protes Areum tak terima.

"Maaf, a-aku tidak bermaksud seperti itu," ucap Yeoni sambil membungkuk tubuhnya sedikit.

Kadang dia lupa jika Areum itu adalah seniornya. Karena Areum sendiri tidak pernah mau jika Yeoni memanggilnya dengan embel-embel seonbae, panggilan junior pada seniornya.

Sepertinya Yeoni hanya salah lihat saja tadi. Buktinya Areum tidak menunjukkan ekspresi jika ada yang aneh dengan Tuan muda Min. Yeoni membuang napasnya pelan lalu mendongak untuk memastikan jika mata pria itu tidak seperti yang dia lihat tadi.

Pria itu menoleh dengan senyum manis di wajahnya saat Yeoni mendongak. 

"Ternyata aku memang salah lihat," gumam Yeoni saat melihat mata hitam bening milik pria itu.

Setelah acara penyambutan, dilanjutkan dengan beberapa hiburan dari para penyanyi dari agensi. Semua orang terlihat begitu terhibur bahkan beberapa ikut berjoget ria.

"Hello."

Yeoni yang semula sedang asyik mengobrol dengan beberapa rekannya berbalik badan dengan kompak.

"Iya, Pak Min," ucap mereka yang ada di sana hampir bersamaan.

Yoonki Min hanya tersenyum tipis lalu mengalihkan pandangannya pada Yeoni.

"Bisa bicara sebentar?" tanya Yoonki sopan.

***

Yoonki melangkah dengan santai di belakang sang ayah memasukin ruangan aula.

Sebenarnya pesta seperti ini tidak Yoonki harapkan. Tapi untuk bisa mengumpulkan semua orang bukankah harus ada alasannya? Dan sebuah pesta adalah alasan terbaik.

Yoonki hanya perlu mengikuti alur yang di ciptakan oleh para manusia itu. 

Saat sampai disana dengan segera Yoonki menatap mereka satu persatu untuk mengendalikan pikiran mereka. Hingga dia sampai pada seorang wanita yang seketika menghindari tatapannya.

Kenapa?

Yoonki di buat bingung oleh tingkah gadis itu. Dia meneruskan untuk menatap kembali orang-orang yang ada disana. Untuk kedua kalinya Yoonki menatap gadis itu namun sang gadis tak kunjung mendongak.

Sial. Apakah gadis itu tahu siapa Yoonki?

Tidak.

Bukan itu alasannya. Jika memang dia bukan manusia biasa Yoonki pasti mengetahuinya. Yoonki dan sang ayah di persilakan duduk setelah memberikan beberapa sambutan.

Dari sini Yoonki bisa mendengar dengan jelas percakapan dua wanita yang berada cukup jauh di belakangnya.

Dia bisa melihat mataku yang berubah? Ini Tidak mungkin.

Yoonki mengeratkan genggaman tangannya pada gelas soju itu. Dia tidak bisa membiarkan satu orang pun lolos dari pengaruhnya. Semua manusia yang ada disana harus berada dalam kendalinya termasuk wanita itu. Jika tidak semua rencananya akan hancur berantakan.

Yoonki mengubah warna matanya lalu menoleh kebelakang bersamaan dengan gadis itu yang juga sedang menatapnya.

Aku harus memastikan bisa bicara berdua dengan manusia itu.

***

"Bisa bicara sebentar?" tanya Yoonki sopan. Yoonki bisa melihat bagaimana mata wanita itu membulat karena terkejut dengan permintaan Yoonki.

"Ah, i-iya? Saya, Pak?" 

Yeoni terlihat gugup entah karena apa. Bukan hanya terkejut, Yeoni bahkan tak menyangka sosok lelaki itu datang menghampirinya langsung.

"Ya, tentu saja kau...." Yoonki mengulurkan tangannya. "Yoonki Min." lanjutnya memperkenalkan diri walaupun sebenarnya dia tahu jika wanita itu sudah tau namanya.

"Yeoni Kim," balas Yeoni menjabat tangan tuan muda itu dengan ragu-ragu.

Beberapa pasang mata memperhatikan mereka membuat Yeoni semakin gugup.

Yeoni menggerutu dalam hati merasa dirinya terintimidasi karena Yoonki tiba-tiba menghampirinya bahkan ingin berbicara dengannya secara privasi. Yang tidak diketahui Yeoni adalah sosok Yoonki didepannya terkekeh kecil melihat ekpresi gadis itu.

"Bisa kita bicara ditempat lain? Kurasa disini terlalu bising dan kau terlihat tidak nyaman," usul Yoonki.

Yeoni mengetuk-ngetuk gelas yang berada di tangannya menimbang apakah dia harus menerima atau menolak permintaan Yoonki. Tapi tidak sopan juga jika dia menolak. Pria itu sudah meminta dirinya dengan sangat sopan.

"Tentu," ucap Yeoni mengangguk samar lalu meletakkan gelas yang ada ditangannya di atas meja. Yoonki berjalan lebih dulu di depan dengan Yeoni yang mengekor di belakangnya.

Mereka sekarang berada di rooftop gedung itu. Yeoni sedikit heran kenapa sang direktur baru ini membawanya kesana. Apakah ada sesuatu hal yang sangat penting. Tapi apa? Bahkan mereka baru bertemu hari ini. Yeoni juga tidak merasa melakukan kesalahan.

Yoonki berhenti sambil memegang besi pejangga yang ada disana. Berbalik menatap Yeoni yang berjalan sangat pelan kearahnya. Gadis itu terlihat sangat takut.

"Kemarilah!" panggil Yoonki.

"A-apa? Tapi saya takut ketinggian, Pak Yoonki," ucap Yeoni akhirnya berhenti tepat di tengah-tengah rooftop gedung itu.

Ck. Menyusahkan saja.

Yoonki berjalan sedikit mendekat ke arah Yeoni yang hanya melihat kekiri kekanan seperti orang kebingungan.

"Kau tidak perlu takut selama aku bersamamu," ucap Yoonki.

Yeoni memusatkan pandangannya pada Yoonki yang tersenyum tipis. Tutur kata Yoonki yang sangat lembut membuai perasaan Yeoni untuk ikut apa yang dikatakan lelaki tampan itu. Yeoni melangkah maju kedepan hingga sekarang dia dan Yoonki saling berdampingan di sudut gedung tersebut.

"Bukankah pemandangannya sangat indah?" tanya Yoonki pada Yeoni.

"Iya, sangat indah," ucap Yeoni tanpa ekspresi. Dia berusaha untuk menatap kedepan bukan kebawah.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Yoonki berbalik menatap Yeoni dengan satu tangannya yang dia jadikan penyangga tubuh di besi itu.

"Hmm, apa itu?" tanya Yeoni menatap lurus kedepan. Entah kenapa itu membuat Yoonki terkekeh pelan. Kasihan juga melihat gadis itu ketakutan dan tidak bergerak sama sekali bak menekin toko.

"Bisa kau lihat aku dulu. Aku ingin kau melihat kearah ku terlebih dahulu," ucap Yoonki masih tetap mempertahankan nada bicaranya lembut.

Yeoni tanpa ragu langsung menatap Yoonki.

"Aarrrgghhhhh!!!"

Yeoni sampai terjatuh dan duduk diatas lantai beton itu saat melihat mata Yoonki yang berubah seperti saat pertama kali mereka bertemu tadi.

"Rupanya benar kau bisa melihat perubahan pada mataku," ucap Yoonki sambil tersenyum miring. Bulu kuduk Yeoni meremang seketika. Yoonki berjongkok dihadapan Yeoni yang masih terduduk di lantai tersebut menatapnya dengan takut.

Yoonki mencengkram kuat dagu Yeoni hingga menimbulkan ringisan kecil dari mulut gadis itu. Bermaksud membuat Yeoni menatapnya tepat dimatanya lagi.

"Sebenarnya siapa kau?" Suara Yoonki memberat, bukan suara yang tadi melainkan suara asli dari sosoknya sendiri. Suara seorang The Red Demon.

"Se-seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Siapa kau dan-dan kenapa matamu bisa berubah dalam sekejab?" ucap Yeoni terbata karna rasa takut yang menjalar di tubuhnya. Belum lagi sosok di depannya yang sedang menatapnya tajam seperti akan membunuhnya saat itu juga.

Yoonki hanya bisa merasakan jika wanita yang ada di depannya ini hanya seorang manusia biasa tapi kenapa dia bisa perubahan mata Yoonki? Apa yang tidak di ketahui oleh Yoonki dengan jenis manusia seperti di depannya ini?

Dia melepaskan cengkraman tangannya pada Yeoni lalu mengelus lembut pipi gadis itu. Yeoni yang tidak mengalihkan pandangan dari Yoonki mulai merasa berat pada matanya. Kesalahan terbesar karna Yeoni menatap tepat di mata pria itu.

Sungguh dia ingin menghalangi Yoonki untuk tidak menyentuh wajahnya namun Yeoni seperti kehilangan kekuatannya untuk melakukan hal itu.

"Siapa kau?" lirih Yeoni sebelum kegelapan menyelimutinya.

Yoonki membuang napasnya kasar dan membiarkan tubuh tak sadarkan diri Yeoni tergeletak begitu saja di lantai.

Pria itu menoleh saat merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Dengan secepat kilat dia berlari menuju arah pintu namun nihil tidak ada orang disana. Yoonki kembali ketempat Yeoni lalu menatap wanita itu jengah.

Dia menggendong wanita itu dan terjun dari atas rooftop gedung.

Pukul 08:40 malam

Yeoni membuka matanya yang terasa sangat berat. Netranya menemukan sang ayah, Areum dan sang adik Kim Yeojun di sana.

Mereka memiliki kesamaan yaitu tatapan cemas dan khawatir.

"Kak Yeoni," lirih Yeojun mengelus tangan Yeoni.

"Akhirnya kau sadar juga," ujar Areum bernapas lega.

"Eugh...," lenguh Yeoni mencoba mendudukkan dirinya.

Yeojun dan Areum sigap membantu wanita itu untuk duduk.

"Apa yang terjadi?" tanya Yeoni lemah.

"Kau pingsan dan Pak Yoonki yang mengantarmu pulang. Sebenarnya apa yang terjadi, Yeoni?" tanya Areum dengan raut wajah khawatirnya.

"Pak Yoonki yang mengantarku?" tanya Yeoni kecil.

"Iya, Yeoni," jawab tuan Yeo Oh mengangguk.

"Jadi bisa jelaskan padaku apa yang terjadi? Setahuku kau diajak berbincang oleh Pak Yoonki. Dan tiba-tiba saja Pak Yoonki mengatakan kalau dia harus pulang, bertepatan dengan itu kau tidak ada lagi dikantor. Selang 30 menit setelahnya ayahmu menelponku dan mengatakan kau diantar pulang oleh seseorang dalam keadaan tak sadarkan diri. Hah ... kau pikir aku tidak kelimpungn mencarimu, Yeoni?" 

Perkataan Areum membuat Yeoni memutar memori saat itu, namun nihil. Apa yang dikatakan Areum bagai mimpi yang tak pernah Yeoni alami. Gadis itu tidak mengingat apapun.

"Entahlah, Areum. Saat itu aku hanya berbincang dengannya soal pekerjaan. Dia mengatakan sedikit bosan dengan acara itu ... dan soal aku pingsan aku tidak mengingatnya," ucap Yeoni dengan nada kebingungannya.

Yoonki tersenyum tipis mendengar penuturan Yeoni. Pria itu sedang berdiri di atas atap, tepat di atas kamar Yeoni. Sebenarnya sudah sejak tadi pria itu disana. Rumah Yeoni yang beratap landai membuat Yoonki dengan mudah berdiri disana. Mendengarkan pembicaraan para manusia itu.

'Sepertinya penghilang ingatan itu bekerja padanya.'

Merasa puas dengan apa yang dia dengar, Yoonki segera melompat tanpa menimbulkan suara apapun dan hilang bersama gelapnya malam.

Pria itu kembali ketempat para bangsanya tinggal.

"Asta!" panggil Lily saat melihat eksistensi sang adik.

Yoonki aka Asta menghentikan langkahnya tanpa menatap Lily. Dia malah sibuk memperhatikan sekitar.

"Dimana ayah?" tanya Asta.

"Ada diruang keluarga," jawab Lily berjalan lebih dulu di depan Asta.

Melihat Asta yang datang, Xanthos dan Natheli sontak langsung menghampiri pria itu.

"Asta, ada apa? Apa kau sudah menemukannya?" tanya Xanthos tak sabaran.

"Belum, tapi aku menemukan hal menarik disana," jawab Asta dengan sangat antusias.

Xanthos mengerutkan dahinya. "Hal menarik seperti apa?"

"Apakah memang ada manusia yang bisa melihat perubahan pada mata bangsa kita?" tanya Asta mendudukkan dirinya di sofa sambil menyilangkan kakinya.

"Maksudmu?" tanya Natheli pada sang putra.

"Aku menemukan wanita yang bisa melihat perubahan pada mataku...," jeda Asta menatap mereka serius.

"Apakah memang ada manusia yang bisa seperti itu?"

Mereka semua terdiam sesaat. "Aku belum pernah mendengar jika ada manusia yang bisa seperti itu," timpal Lily.

"Memang ada beberapa manusia yang bisa melihat perubahan itu," jawab Xanthos membuat tatapan mereka berpusat padanya.

"Benarkah?" tanya Lily. Bahkan dia sendiri tidak tahu akan hal itu.

"Ya dan manusia seperti itu adalah manusia spesial. Aku sudah lama tidak mendengar jika manusia seperti itu masih ada," jawab Xanthos mengalihkan pandangannya keluar jendela. 

"Manusia yang bisa melihat perubahan pada mata bangsa kita adalah manusia yang memiliki jiwa yang lebih kuat dari manusia pada umumnya,"

Xanthos berbalik menatap Asta. "Dan jika kau bisa menyerap jiwanya itu sama dengan kau menyerap 1000 jiwa manusia."

Asta tersenyum miring. Luar biasa.

"Itu berarti manusia seperti ini akan membuat kita semakin kuat dan juga abadi?" Lily pun terlihat sangat antusias.

"Tentu saja. Manusia seperti itu adalah manusia yang lahir pada saat terjadi bulan purnama merah dan kejadian seperti ini sangatlah langka terjadi," jawab Xanthos membuat mereka semua tersenyum bak menemukan sebuah berlian paling berharga.

"Keputusanku tidak salah untuk membiarkan gadis itu tetap hidup."

To be continue.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status