Waktu sudah hampir shubuh.
Tapi Mischa terus terjaga di sisi ranjang anaknya.
Setelah mendapat donor darah dari Xander, Arsen pun telah melewati masa kritisnya. Bocah berumur lima tahun itu kini sudah di pindah ke ruang perawatan kelas tiga. Sebagian alat medis yang terpasang di tubuh Arsen telah dilepas. Hanya menyisakan satu cairan infus di tangan kirinya.
Mischa hendak melunasi semua biaya rumah sakit dengan uang tabungan hasil dia bekerja dan hasil penjualan beberapa perhiasan miliknya. Namun ternyata pihak rumah sakit mengatakan bahwa seluruh biaya pengobatan Arsen sudah dilunasi oleh Xander. Dan Mischa berniat untuk mengembalikan uang itu melalui pos nanti. Mischa tidak mau berhutang budi pada siapapun. Apalagi orang itu adalah Xander.
Saat ini, Mischa hanya perlu menunggu Arsen sadar.
Mischa tak mau melewatinya masa-masa itu.
Dia terus menatap sayup wajah Arsen yang tertidur lelap dalam pengaruh obat bius hingga akhirnya tepat saat adzan shubuh berkumandang, ke dua kelopak mata Arsen pun terbuka.
Dengan wajah kuyunya, Mischa tersenyum menyambut Arsen yang telah siuman.
"Sayang... Kamu sudah bangun?" ucap Mischa dengan suaranya yang terdengar lelah.
"Mamah... Kaki Arsen sakit..." ucap Arsen lirih. Wajah mungilnya sesekali meringis.
Mischa memajukan kursinya supaya lebih mendekat ke ranjang Arsen. Dia mengelus rambut Arsen dengan penuh kelembutan.
"Kaki Arsen memang sedikit terluka. Jadi, Arsen harus beristirahat di tempat tidur untuk sementara waktu sampai lukanya sembuh, mengertikan sayang?"
Arsen mengangguk patuh. Tangan mungilnya bergerak dan keluar dari balik selimut. Sebuah perban yang menempel di dahi Ibunya menarik perhatian Arsen.
"Kepala Mamah kenapa?" tanya Arsen, dia terlihat khawatir.
Mischa tersenyum dan menangkap tangan Arsen yang mengelus dahinya yang terluka. Digenggamnya jemari mungil itu sambil sesekali di ciumnya lembut.
"Mamah tidak apa-apa sayang. Tadi cuma terbentur lemari sewaktu Mamah sedang mengambil perhiasan di rumah," jawab Mischa apa adanya. Tak apalah sesekali dia memang perlu berbohong pada Arsen karena dia tidak mau Arsen lebih mengkhawatirkan dirinya yang tadi hampir tertabrak mobil saat di perjalanan hendak kembali ke rumah sakit setelah menjual perhiasan.
Mischa yang berjalan sambil melamun, membuatnya tak sadar bahwa lampu hijau jalan telah berubah menjadi merah. Untungnya dia hanya sedikit terserempet meski sempat terjatuh hingga kepalanya terantuk ke aspal jalanan sampai mengeluarkan darah walau hanya sedikit.
Hari ini benar-benar hari yang melelahkan bagi Mischa. Tidak hanya fisiknya yang lelah, tapi batin dan psikisnya benar-benar lemah.
"Apa Mamah melihat foto yang kubawa di saku jaketku?" tanya Arsen lagi.
Mischa terhenyak. Dia ingat kalau jaket Arsen yang kotor dan berlumuran darah sudah dia bawa pulang ke rumah tadi. Hingga setelahnya, dia teringat dengan secarik foto bertanda tangan Mendy yang diberikan wanita itu kepadanya di depan ruang ICU malam tadi. Dengan gerakan cepat, Mischa merogoh tas tangannya dan mengambil foto itu lalu memberikannya pada Arsen.
"Ini fotonya sayang," ucap Mischa lembut.
Arsen menggenggam foto Mendy dengan raut wajah bersalah. Mata bonekanya mengerjap beberapa kali sebelum buliran bening terlihat mengalir keluar dari sana.
"Loh Arsen kenapa menangis?" tanya Mischa bingung.
"Maafin Arsen ya Mah... Arsen udah bohong kemarin. Arsen bohong sama semua orang di rusun. Termasuk sama Paman Gilang. Arsen yang minta tolong ke Paman Gilang supaya mengantar Arsen ke Hotel tempat Kak Mendy konser. Arsen bilang, kalau Arsen janjian ketemu sama Mamah di sana, supaya Paman Gilang mau mengantar Arsen. Arsen mau kasih foto dan tanda tangan Kak Mendy untuk hadiah ulang tahun Mamah, Arsen tahu, Mamah suka banget sama Kak Mendy... Hiks... Maafin Arsen ya Mah..." tutur Arsen panjang lebar. Arsen benar-benar menyesal karena sudah membuat sang Mamah kerepotan akibat perbuatannya. Arsen sangat menyayangi Mischa. Bagi Arsen, Mischa adalah hidupnya.
Lelehan air mata Mischa mulai membasahi pipinya kembali meski dengan cepat dia hapus. Mendengar pengakuan Arsen, Mischa sungguh terharu. "Sayang... Terima kasih atas usaha Arsen untuk membahagiakan Mamah. Terima kasih banyak. Tapi, bagi Mamah, keselamatan Arsen yang lebih penting. Mamah tidak mau melihat Arsen terluka cuma karena Arsen ingin memberi kejutan pada Mamah. Lagipula, kenapa Arsen bisa berpikir kalau Mamah menyukai Kak Mendy?"
"Arsen bisa lihat setiap kali Kak Mendy muncul di Tv, pasti Mamah langsung senang melihatnya,"
Mischa tercenung sesaat.
Dia kembali mengingat saat-saat dirinya begitu antusias menatap layar Televisi setiap kali acara infotainment membahas tentang hubungan Mendy dengan Xander.
Sesungguhnya, bukan Mendy yang menarik perhatian Mischa, melainkan Xander. Bagi seorang Mischa, bisa menatap Xander meski hanya lewat layar TV sudah lebih dari cukup mengobati rasa rindunya selama ini. Mischa tahu dirinya memang terlalu bodoh. Dia terlalu diperbudak oleh cinta semunya terhadap Xander. Bahkan sampai detik ini, Mischa tak bisa melupakan malam kebersamaannya dengan Xander lima tahun yang lalu.
Karena bagi Mischa, malam itu, adalah malam terindah dalam hidupnya.
Dengan tangisnya yang merebak, Mischa memeluk Arsen sesaat. Sampai sesak di dadanya menghilang. Mischa tersenyum dengan matanya sembab dan mencubit kecil pipi Arsen. "Arsen memang anak Mamah yang paling hebat," ucapnya dengan suara bergetar.
"Mah..."
"Iya sayang?"
"Apa ini sudah masuk hari ulang tahun Arsen?"
Astaga!
Mischa sampai lupa.
Ya, hari ini adalah hari ulang tahun Arsen. Karena hari ulang tahun Ibu dan anak itu memang hanya berselang satu hari.
"Iya sayang, hari ini sudah masuk hari ulang tahun Arsen. Saking khawatirnya sama Arsen, Mamah sampai lupa,"
"Apa Arsen sudah boleh membuat permintaan harapan?"
"Iya, tentu boleh sayang. Memangnya, Arsen mau meminta apa?"
"Arsen berharap, semoga tahun ini Papah sudah bisa kembali dari sekolah sihir dan berkumpul bersama kita untuk selamanya,"
Lagi dan lagi, Mischa merasakan seperti ada palu raksasa yang menghantam ulu hatinya setiap kali mendengar Arsen membicarakan sosok Papahnya. Selama ini Mischa hanya bisa memberikan janji palsu dan cerita bohong pada Arsen mengenai sosok Ayah kandung Arsen. Mischa sungguh merasa tak berguna. Sebagai seorang Ibu, Mischa tak mampu mewujudkan keinginan Arsen, hingga akhirnya dia hanya bisa memberikan harapan semu pada sang anak tercintanya itu. Lagi dan lagi.
"Karena Arsen adalah anak yang baik, Mamah yakin permintaan Arsen pasti akan dikabulkan oleh Allah, Arsen harus bersabar ya, suatu hari nanti, Papah pasti akan pulang dan akan berkumpul bersama kita di sini,"
"Pasti Papah Arsen itu lelaki yang tampan ya Mah?"
Mischa mengangguk lemah. "Iya sayang. Kalau anaknya saja setampan ini, Papahnya pasti juga tampankan?" canda Mischa di sela tangisnya. Dia kembali mencubit kecil pipi Arsen.
Arsen tertawa. Dia tampak bahagia.
"Sekarang, Arsen istirahat dulu ya, sebelum sarapan paginya datang. Nantikan Arsen harus minum obat,"
"Oke Mamah..."
"Anak pintar,"
"Mamah jangan pergi. Temani Arsen di sini,"
"Iya sayang, Mamah di sini. Mamah tidak akan pergi kemana-mana, tidurlah,"
Mischa sempat mengecup kening Arsen sebelum anak itu kembali memejamkan matanya.
Ditatapnya lekat wajah Arsen dalam tidurnya dengan ke dua tangannya yang tak lepas menggenggam jemari mungil Arsen.
Maafkan Mamah ya sayang... Karena Mamah sudah membohongi Arsen selama ini...
Bisik Mischa membatin.
Dia kembali menangis.
Meski tanpa suara.
Dua minggu berlalu. Sejauh ini, Xander memang tak melakukan hal apapun terhadap Mischa. Xander bukan tipe lelaki yang gegabah dalam bertindak. Sebelum hasil tes DNA keluar, Xander tak ingin melakukan tindakan bodoh yang justru akan mempermalukan dirinya sendiri. Untuk itulah dia perlu bersabar. Dan hari ini, sekembalinya Jarvis dari rumah sakit setelah mengambil hasil tes DNA Xander, ditemuinya di gedung perkantoran perusahaan Malik Grup, laki-laki brewok itu langsung memberikan hasil tes DNA itu pada sang Bos. "Anak bernama Arsen itu memang anak kandungmu, Bos. Hasil tes DNA kalian positif," beritahu Jarvis saat itu. Jarvis melihat satu kali tarikan napas panjang Xander saat itu. Sebagai orang terdekat Xander, Jarvis tahu bahwa kabar ini bukanlah kabar baik.
Pagi itu, gedung perkantoran bagian Administrasi Hotel Butterfly terlihat ramai. Beberapa wartawan terlihat memenuhi pintu masuk gedung.Sebuah lamborghini hitam terlihat memasuki area pelataran parkir diikuti sebuah sedan hitam di belakang.Sebelum sang pemilik lamborghini itu keluar dari kendaraannya, beberapa bodyguard keluar dari sedan hitam dan berjalan mendekat ke arah mobil di depan mereka.Seorang Aktor pendatang baru dengan gaya casualnya terlihat keluar dari lamborghini itu. Dirinya berhasil menghindar dari kerumunan wartawan berkat pengawalan ekstra ketat dari para bodyguardnya. Dia berjalan memasuki gedung perkantoran Hotel.Kedatangannya disambut oleh beberapa manager hotel."Selamat datang Pak Aldrian, kedatangan anda sudah di tunggu oleh dewan direksi untuk rapat saham hari ini," ucap salah satu manager hotel.Aldrian Bharata Yuda, sang pewaris tunggal Hotel
"Napi atas nama Aliana? Ada yang ingin bertemu denganmu," panggil seorang sipir penjara. Dia membuka sel tahanan di mana wanita bernama Aliana berada.Salah satu tahanan wanita di dalam sel itu mendongak. Sebelum berdiri, dia merapikan sejenak rambut panjangnya yang awut-awutan karena jarang disisir.Tanpa bertanya Aliana keluar dari sel tahanan dan mengikuti langkah sang sipir wanita dihadapannya. Dia berpikir, ada kemungkinan orang yang ingin menemuinya saat ini adalah Jarvis.Pasti lelaki itu hendak menanyakan tentang Mischa lagi!Terka Aliana membatin.Jika memang benar begitu, jangan harap aku akan memberinya informasi. Bahkan untuk membuka mulutku saja rasanya aku enggan!Saat
Sebuah mobil mewah berwarna putih terparkir di lahan parkir rumah susun di Blok S.Seorang wanita setengah baya terlihat keluar dari balik mobil itu setelah pintunya dibukakan oleh sang supir pribadinya.Wanita itu mendongakkan kepalanya menatap ke arah ketinggian rumah susun sepuluh lantai itu.Kumuh dan Jorok.Itulah kesan pertama yang berhasil dia tangkap oleh penglihatannya.Seorang lelaki terlihat menghampiri wanita itu dengan senyuman yang terus terkembang di wajahnya."Dengan Ibu Sarah? Saya Kasim, penyewa rumah susun ini, Bu. Saya sudah mendapat telepon dari asisten Ibu kalau Ibu akan datang ke sini untuk bertemu dengan Arsen, dia anaknya Mischa, mereka tinggal di lantai Tiga, Bu. Mari saya an
"Mischa mencintaimu Xander, itulah sebabnya dia rela kamu tiduri!"Kalimat Aliana masih saja menggema dalam benak Xander bahkan di saat dirinya kini sudah sampai di apartemen pribadinya.Cinta?Cih!Apa itu cinta?Wanita bernama Mischa itu tak pernah mengenalnya begitu juga sebaliknya. Lalu darimana cinta itu bisa ada?Jangankan mereka yang tak saling mengenal satu sama lain, bahkan seseorang yang memiliki jalinan darah sekalipun tak memiliki cinta untuk darah dagingnya sendiri. Lantas apa sekarang Xander harus percaya dengan apa yang dikatakan Aliana tentang Mischa?Mischa mencintaiku, itulah alasan kenapa wanita itu rela menyerahkan dirinya padaku begitu saja.Gumam Xander dalam hati.Jika mengingat hal itu, Xander jadi ingin tertawa. Lelucon itu benar-benar konyol!Sejak awal Xander ta
Satu minggu kemudian seluruh publik di hebohkan oleh berita mengenai gugatan hak asuh anak Xander yang bernama Arsenio Malik Akbar.Beberapa rumor miring pun beredar tentang Xander diberbagai media.Banyak kecaman yang dilayangkan atas dirinya yang mengatakan bahwa Xander adalah seorang bisnisman yang kejam dan tak berhati sehingga tega menjadikan kelemahan seorang wanita untuk menghasilkan keuntungan pribadi bagi dirinya.Ada juga netizen yang mengatakan bahwa Xander tidak berhak merebut seorang anak dari Ibunya.Namun semua berita miring itu tak digubris oleh Xander yang tetap menjalankan aktifitasnya seperti semula.Seorang lelaki bersetelan jas kantor abu-abu terlihat sedang membaca berita mengenai kehidupan pribadi Xander di internet.Dia duduk di kursi kebesarannya dengan santai sambil sesekali menyesap kopinya.
Hari ini Sarah merajuk.Dia tidak mau makan dan meminum obatnya jika belum dipertemukan dengan Arsen. Untuk itulah, Xander terpaksa mencoba untuk menemui Arsen di sekolah taman kanak-kanaknya.Xander sampai di sana sebelum jam pulang sekolah tiba.Sebelum masuk ke dalam sekolah, di pintu masuk Xander berpapasan dengan seorang wanita yang sepertinya adalah pengajar di sana."Permisi Nona, apa benar di sini ada murid yang bernama Arsenio Malik Akbar?" tanya Xander sopan.Wanita itu terlihat menatap Xander dengan tatapan asing."Benar Pak. Arsen memang bersekolah di sini. Tapi sebelumnya mohon maaf, anda ini siapanya Arsen?" tanya wanita itu. Sebagai tenaga pengajar mereka memang harus lebih teliti dan berhati-hati terhadap para penjemput anak didik mereka di sekolah ini. Dan semua itu mereka lakukan karena maraknya aksi penculikan anak akhir-akhir ini.Meski
Seorang wanita tampak berdiri di ujung jalan menuju rusun Blok S.Sudah hampir satu minggu berlalu sejak dia bebas dari penjara, dirinya hidup luntang-lantung di jalanan tanpa memiliki tujuan yang pasti.Ada sebuah keinginan besar dalam benaknya untuk mendatangi kediaman sahabatnya di rusun yang kini sedang dia perhatikan dari kejauhan.Sayangnya, Aliana tak memiliki nyali yang cukup untuk berhadapan dengan Mischa saat ini. Apa yang harus dia katakan pada Mischa jika sahabatnya itu bertanya kemana saja dia selama ini?Dirinya bahkan pergi di saat Mischa sedang membutuhkan sandaran. Sementara, Aliana sendiri tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya mendekam di penjara karena ulah Xander. Mischa tidak boleh mengetahui hal itu. Aliana hanya tidak ingin sahabatnya itu sedih.Mungkin, ada baiknya untuk saat ini mereka jangan bertemu dulu.Lagipula, Aliana masih