"Jangan cemberut nan manyun. Daripada mie ayamnya tak tersentuh, sini biar gue yang makan," Angkasa meraih mangkok Bintang yang masih utuh entah sedang moodly Bintang terlihat enggan memakan jajanan kantin yang membuat siapa saja ngiler dan nagih.
"Sakittt banget sih," gumam Bintang menghentakkan kedua kakinya kesal walaupun suaranya cempreng seisi kantin dilantai dua itu sudah memakluminya setiap satu bulan sekali.
"Gak beli kiranti?" tanya Angkasa yang sudah faham.
Bintang tambah manyun. "Kalau kebanyakan itu mah gak sehat ini kan nyerinya bisa di hilangkan dengan herbal sendiri."
Angkasa menghela nafas lelah, kedatangan tamu bagi kaum hawa memang seperti ini? Kalau bisa biar sakitnya Bintang di pindahkan ke dirinya. "Emang di kantin ada asem sama garam?"
"Kan ada warung didekat sekolah. Beliin ya terus racikin dalam bentuk minuman. Gue gak bakal rewel lagi deh,"
"Tapi habisin ini dulu ya,kan nanti ada ekstrakulikuler seni musik buat seminggu lagi." Angkasa malah bersantai mengunyah mie ayam milik Bintang hingga habis. Yang punya pun hanga menggeram kesal, ditunda-tunda itu sakit! Andai Bintang bisa menyulap rasa sakitnya menjadi hilang sesuai harapannya.
🌸🌸🌸
"Udah mendingan gak?" tanya Angkasa setelah ia kembali dan membawakan asem garam yang sudah ia racik untuk penghilang alamiah nyeri datang tamu.
Wajah Bintang mulai kalem lagi. Ah, syukurlah herbal alami yang di rekomendasikan Bintang memang manjur. "Udah, makasih Angkasayang." Bintang berkedip manja Angkasa berdiri dan menuju kelas mengabaikan Bintang yang menggerutu di belakangnya.
"Kedipan gue gak mempan, padahal
seantero sekolah ini cowok-cowok pada antri sembako hati buat nunggu kepastian yang di nanti.""Jangan cepet-cepet dong." Bintang menyamakan langkah Angkasa yang tergesa-gesa. 'Kalau pelan mana bisa? Gue belum belajar kimia lagi bisa gak ulangan kimia selasa aja?' batin Angkasa kesal.
Angkasa masuk ke kelas 11 Ipa 2 sedangkan Bintang 11 Ipa 3 padahal Bintang berharap bisa sekelas dengan Angkasa. Lumayan Angkasa mengajarinya pelajaran Matematika, Fisika, dan Kimia atau nyalin tugas dari Angkasa yang sudah di kerjakan agar mendapat nilai bagus tanpa berpikir keras.
"Eh kedetakan dengan Binatang yakin gak bikin Belang cemburu?" tanya Virgo setelah Angkasa duduk manis dan mulai membaca materi Kimia yang akan diujikan.
"Bintang bukan Binatang, Bela bukan Belang. Pikiran lo animal semua." ralat Angkasa tetap dengan wajah datarnya tapi membuat Virgo ngagak geli. Diajak bercanda malah flatface apalagi serius dua kali lipatnya pasti.
"Gak, lagian Bela udah tau kalau kita sahabatan. Wajar kan kalau ada kedekatan? Gak mungkin juha jauhan?"
Virgo mengangguk, benar juga. Tapi setiap Bintang melekat layaknya perangko dengan Angkasa membuat Bela cemburu, walaupun lewat tatapan sendu tapi cewek itu tetap tersenyum memaklumi meskipun dirinya kadang menjadi obat nyamuk diantara keduanya. Bintang yang cerewet dan moodly mampu membuat suasana ramai untuk Angkasa.
🌸🌸🌸
"Ayo pulang," suara berat nan dingin itu membuat Bintang dan Bela menoleh, mendapati Angkasa yang berdiri disebelah Bintang. Entah siapa yang diajak membuat Bela mengangguk antusias. Tapi Angkasa hanya mengatakan Bintang pulang bersamanya.
Bela yang merasa di kesampingkan pun hanya mengangguk memaklumi. 'Wajar mereka memang sahabatan dari kecil. Tapi, Angkasa kenapa gak mengajak aku pulang bareng akhir-akhir ini, notice! Pacarnya!' teriak Bela dalam hati.
Bintang yang melihat tatapan sendu Bela yang sendu merasa bersalah, seharusnya Angkasa juga perhatian dengan Bela. Jangan hanya durinya yang di prioritaskan. "Maaf ya Bel, mungkin besok Angkasa bisa anterin kamu pulang kok," ucap Bintang berusaha menghibur.
"Aku duluan, udah dijemput nih," Bela pergi dengan langkah kecewa, dalam hati ia berharap Angkasa mencegahnya dan berubah pikiran. Atau setidaknya menyuruh Bintang pulang dengan Virgo, ah mana mungkin cowok bergengsi tinggi itu mau mengantarkan siapapun kalau keadaannya tidak mendesak? Tapi Bela yakin kalau suatu saat Angkasa juga akan perhatian dengannya. Mengajak dinner, jalan-jalan, dan nonton bioskop seperti halnya dua remaja yang jatuh cinta di masa SMA-nya. Tapi terhalang Bintang juga prioritasnya Angkasa.
🌸🌸🌸
Bintang melambai dengan Bela ketika motor Angkasa melewati sahabatnya. Bela membalas dengan senyuman tipis, andai dia di posisi itu. "Hati-hati ya Bin,"
"Dikira pak Bin apa?" Bintang terkekeh, ah guru dengan pemberian tugas praktek itu. Ia menoleh ke belakang sebelum motor Angkasa melaju cepat.
"Ya gak apa-apalah, pak Bin lagian juga masih muda dan ganteng, usianya 22 tahun," ucap Bela sendiri walaupun Bintang sudah menjauh.
"Cantik-cantik kok ngomong sendiri? Ketawa juga, masih waras kan?" tanya Virgo dengan nada mengejeknya.
"Lo bilang gue gila? Mau dikasih mainan buaya lagi?!" ancam Bela walaupun tak membawa yang bisa menggigit jari siapapun. Virgo hanya menggunakan lambang peace.
"Maaf, kalau itu gak. Makasih, makin cantik kok tiap detiknya. Jangan lupa gosok gigi ya," peringat Virgo kemudian cowok itu melaju takut berurusan dengan mainan ganas itu.
"Dikira makan coklat gulali? Kalau penyebab sakit gigi ngapain juga dimakan," Bela masih menggerutu hingga sang sopir datang melihat nyonya kecilnya itu berbicara sendiri.
"Non gak apa-apa?" tanya pak Mus ketika Bela sudah masuk ke dalam mobil. "Jalan aja pak," jawabnya datar.
🌸🌸🌸
Suara deru motor yang berhenti membuat Bintang menggeram kesal. Di sibaknya gorden polkadotnya dan mendapati Angkasa melambai dengan senyum tipisnya. "Ganggu aja, berangkat setengah tujuh kan bisa. Lagi enak-enaknya mimpi dapet pangeran yang turun dari kayangan." dumel Bintang kesal. Melangkah malas dan mengambil handuknya. Setelah 5 menit lulur Bintang sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Ketika membuka pintu ia dikejutkan dengan Angkasa yang berwajah datar, hampir saja ciuman. Kapan-kapan Bintang akan menambah tinggi badannya lagi agar Angkasa tak bisa mengejutkannya walaupun hampir menyuri first kiss-nya. "Main muncul bae lo." Angkasa menyingkir di ikutinya langkah Bintang ke meja makan. Cewek berisi angin itu mulai sarapan dengan roti dan selai strowberi kesukaannya. "Kenapa gak jemput Bela? Jangan nempelin gue terus dong sa, dia kan pacar lo." ucap Bintang di sela-sela makannya. Angkasa hanya menggeleng, Bela sudah selalu diantar jemput de
Bela senang karena hari ini Angkasa menjemputnya, berangkat ke sekolah bersama itu adalah hal langka terutama Angkasa yang baru kali ini meluangkan waktu dengannya. Sedangkan Bintang yang masih memoles make up tipis pun terburu-buru, biasanya ada suara deru motor. Sekarang? Mana sih Angkasa! Naik angkot? Mana mungkin ini masih area komplek perumahannya, motor? Dipakai ibu untuk kerja ke butik, mobil? Mobil mainan yang ada. "Angkasa, lo dimana sih? Biasanya sudah ngongol didepan pintu kamar gue." Bintang membuka pintu kamarnya, tak ada Angkasa. Bisa saja kan motornya itu cuman di gelindingkan tanpa bunyi? 'Ya udah deh jalan kaki dulu, kalau nemu angkot tapi ke sekolah telat? Haduh lewat jalur belakang.'batin Bintang menyusun rencana kalau nantinya telat, mau menghafal pasal-pasal yang diteba oleh bu Ghina? 🌸🌸🌸 Bruk!! Bintang menghela nafas lega, akhirnya masih ada 5 menit sebelum bel masuk berbunyi. Bintang sudah tau kalau gerbang de
Bintang menghela nafas gusar, kulkas yang biasanya terdapat sayur atau beberapa bahan untuk memasak kini habis. Ibunya pun sudah izin dengannya bahwa lima hari ke depan tidak bisa menemani Bintang dirumah, acara arisan PKK yang saat ini mengadakan tour ke Bali. Ibunya pun lebib suka membaur dengan ikut arisan ini ia bisa berekreasi dari uang kas yang dikeluarkan setiap bulannya, lumayan banyak. Tapi Bintang tak suka sendirian dirumah, ayah sudah meninggal karena kecelakaan pesawat yang ditumpanginya saat kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan bisnisnya yang bermasalah. "Cuman ada uang 500 ribu, apa cukup ya dalam lima hari? Belum lagi SPP gue belum bayar untuk bulan Agustus ini." keluh Bintang, iya kalau Angkasa mengantar jemputnya. Tapi sepertinya Angkasa mulai perhatian dengan Bela, ongkos angkot, uang jajan, berat jika menuju ke SPP. Uang 100 ribu untuk apa? Bintang tak ingin menunggak masalah SPP, walaupun hanya tinggal sedikit uangnya ia harus pandai menghemat. Terl
"Sa, gue buatin roti panggang kesukaan lo nih." Bela menyodorkan bekal berwarna biru laut itu, perhatian kecil pun ia lakukan dan berharap Angkasa peka. "Udah tinggal aja, daripada bel masuk. Nanti dikembaliin kok wadahnya." ucap Virgo menanggapi tau kalau Angkasa sedang serius dengan buku Matematikanya untuk persiapan olimpiade yang kurang empat hari lagi. Angkasa memang sudah terpilih sejak kelas sepuluh, sekalipun fokusnya satu ya mana mungkin berpaling dari yang lain. "Baiklah, makasih ya go." Bela melangkah pergi. Virgo membuka bekal tersebut dengan raut..ngiler? "Angkasa, saya izin untuk memakan sandwichnya Bela tercinta." izin Virgo seakan Angkasa kalau tau bisa menendangnya ke laut A****n. Angkasa mencegah tangan Virgo yang tadinya ingin melahap sandwich itu. "Bagi dua, ya kali gue nolak rejeki." Virgo takjub, sejak kapan Angkasa menghargai pemberian Bela? Saat keduanya sudah mulai makan datanglah bu Ghina guru BK sekaligus mengajar pe
Saat Angkasa hendak ke toilet ia mendengar percakapan yang menyebut namanya di ujung koridor. "Emang lo gak takut kalau Angkasa nanti bisa tau? Han, jangan macem-macem deh sama dia. Geng kita aja damai-damai kok sama dia. " ujar Vito cemas. "Gue gak takut, sebagai balas dendam aja. Lo gak pernah merasakan sakitnya hati gue ketika posisi siswa teladan dan berprestasi itu direbut Angkasa?" kesal Farhan. "Iya-iya, udahlah jangan cari gra-gara lagi." saran Vito takut jika gengnya berurusan dengan Angkasa. "Dan rencana selanjutnya ada pada sahabatnya, nanti gue tunjukin fotonya." Mendengar nama sahabat yang menunjuk Bintang, Angkasa mulai cemas. Harus selalu mengawasinya walaupun mengabaikan Bela. 'Bintang, kali ini gue akan jagain lo 24 jam dimanapun, asal lo tau pengawasan geng Farhan itu lebih ketat.' 🌸🌸🌸 Setelah Farhan menunjukkan foto Bintang wajah Vito langsung heboh. "Ini manis banget han, ya ampun masa lo
Saat perjalanan hanya ada sepi yang menyelimuti keduanya.'Bintang sebenarnya gue gak tega kalau lo disakitin.'ucap Vito dalam hati kata-katanya tertahan ia tak tega melihat raut wajah Bintang yang tampam tenang, kalem dan membuat hati adem didekatnya, eaa. Sesuai perintah Farhan motor Vito sengaja berhenti, ia meminta Bintang turun beralasan kalau bensinnya habis. "Maaf ya Bintang, kayaknya gue tadi lupa isi bensinnya. Kalau daerah sini sih 500 kilometer lagi, lo gak apa-apa kan cari kendaraan sendiri? Sekali lagi maaf ya." ucap Vito tak enak. Bintang mengangguk memaklumi ia berjalan sendiri tak tau arah jalan yang ia tapaki. Dari jarak satu meter Farhan sudah memakai jubah hitam dan topeng layaknya hacker. 'Bagus Vit, ya walaupun kalau urusan cewek cantik lo lemah dan gak tegaan.'batin Farhan. "Niatnya nebengin tapi lupa isi bensin." ujar Bintang kesal. Langkah Bintang memelan ketika merasa ada seseorang yang mengikutinya, ditolehnya tak ada siapapun
Ketika dirumah Angkasa hanya suasana sepi dan TV yang menyala diruang tengah serta suara Lala yang sedang bermain puzzle sendirian. "Lala, boleh ikut main gak?" Bintang duduk disebelah Lala, anak berparas cantik dan rambut kecoklatan itu menangguk. "Boleh kak, aku tambah seneng kalau ada temannya. Kakak namanya siapa ya? Pernah kesini tapi jarang, jadi lupa deh namanya."Lala terkekeh, Bintang terkadang ke rumah Angkasa 1 atau dua bulan sekali jika ada keperluan mendadak, itu pun biasanya Lala dititipkan oleh tetangganya Angkasa yang seperti keluarga sendiri. Bintang memandangi puzzle yang belum tersusun rapi itu, hanya susunan huruf ABC. Tapi Lala bingung mengurutkannya. Angkasa sedang menyiapkan makan malam untuk Bintang dan Lala, soto ayam yang tadi pagi ia buat masih tersisa sedikit. Tak apa dirinya makan asalkan Bintang bisa makan dan tak kelaparan, makanan Lala hanya bubur yang ia beli di pasar sebelum pergi ke rumah Bintang. Lala yang mencium ar
"Gak ada gunanya kamu disekolahin! Mana jalur beasiswa yang biasanya dapat? Dan ini! Papa dipanggil ke sekolah cuman gara-gara kamu yang bikin perkara kecil?" Tirta merobek surat tersebut dan dilemparkan berhamburan di lantai. "Maaf pa, sebenarnya ada siswa lain yang sudah menggeser posisiku. Aku iri pa, padahal prestasiku juga sama dengan dia." jelas Farhan membela dirinya. "Gak peduli, sekarang bayar sendiri biaya sekolahmu. Jangan harap papa bisa memberikan sepeser pun uang." Tirta melangkah pergi dan menutup pintu kamar kasar. 'Tunggu kejutan lainnya ya, Angkasa.' 🌸🌸🌸 "Lo kalau dibangunin ternyata susah ya." gerutu Angkasa ketika ia sudah sampai disekolah dan gerbangnya sudah ditutup. Semua ini gara-gara Bintang yang tidurnya molor, ritual mandi, dandan. Tapi itu membuat Angkasa senang, Bintang tak semurung kemarin. Bintang nyengir. Angkasa mendengus. "Maaf, lagian kalau ada AC kan tambah nyenyak. Beda banget sama kamar gue yang