Share

2-GENDEREWO

Tubuhku tiba-tiba langsung merinding, angin malam tiba-tiba berhembus ke dalam warung. Hawa dingin yang tidak biasa, yang membuatku bergidik merinding. Hawa yang tadinya tenang dan hanya terdengar suara binatang malam berubah menjadi hawa yang mencekam.

Suara tersebut semakin mendekat dan menjadi jelas dan mengusik keheningan di malam itu.  Malam yang tadinya hening dalam sekejap berubah menjadi malam yang menyeramkan.

Senter di hp rupanya tidak terlalu membantu karena suara itu masih ada dan terdengar dengan jelas, suara sesosok makhluk yang seperti berjalan mendekat ke arah warung dengan nafas yang berat di seberang jalan.

“Duh mana ya lilinya ko ga ada,” pikirku dalam keadaan panik pada malam itu.

Sreeet, Sreeet, HEEEH, HEEEH

Suara tersebut semakin mendekat dan menjadi jelas dan mengusik keheningan di malam itu.  Malam yang tadinya hening berubah menjadi malam yang menyeramkan. Senter di hp rupanya tidak terlalu membantu karena suara itu masih ada, suara sesosok makhluk yang seperti berjalan mendekat ke arah warung dengan nafas yang berat di seberang jalan.

Aku mencoba memberanikan diri menyenter asal suara tersebut, senter dari HP rupanya tidak sampai ke seberang jalan, tetapi samar-samar kulihat beberapa tanaman di kebun bergerak. Seperti ada seseorang yang mencoba melewatinya. Terlihat dari suara dedaunan yang jatuh dan suara ranting pohon yang patah.

Kresek, kresek

HEEEH, HEEEEEEEEEH

Suara itu masih mengganggu, konsentrasiku tiba-tiba pecah karena suara menyeramkan itu terus-terusan ada, dia seperti terus berjalan mendekat ke arah warung. Namun akhirnya aku mencoba berpikir jernih mencoba menghiraukan suara yang menyeramkan.

Di dalam kegelapan warung dengan senter HP yang menjadi satu-satunya penerangan pada waktu itu. Aku kembali mencari lilin. Kemudian aku ingat bahwa di belakang warung ada sebuah gudang tempat penyimpanan barang dagangan warung yang belum di pajang di etalase.

“Mungkin lilin ada di ruang belakang,” 

Aku langsung berlari ke ruangan belakang, ruangan belakang adalah ruangan kecil di belakang warung. Sebuah ruangan kecil yang memanjang, tempat menyimpan barang dagangan yang ditumpuk memanjang.

Di sebelah kiri terdapat kamar mandi kecil dan di sebelahnya terdapat ruangan kecil tanpa pintu yang di dalamnya terdapat kompor kecil, panci untuk memasak air dan beberapa alat makan serta gelas. Biasanya tempat itu dipakai untuk memasak air ketika ada yang pesan kopi dan mie rebus.

Kulihat stok dagangan di ruangan belakang menumpuk dan rapi diurutkan sesuai jenisnya, ada tumpukan mie rebus, tumpukan rokok, dan ada juga beberapa tumpukan barang-barang lainya.

Karena kampung sepuh ini adalah kampung kecil jadi biasanya Ibu jarang untuk berbelanja, paling ketika stok menipis Ibu menyuruh seseorang untuk menyewa mobil bak terbuka untuk berbelanja ke pasar induk di untuk menyimpan stok dagangan di dalam gudang selama beberapa bulan.

Aku mencari-cari box lilin di tumpukan box yang ada di ruangan belakang, aku mencoba berpikir positif untuk menghiraukan suara yang mengganggu di seberang warung. Fokus utamaku pada saat itu hanya mendapatkan lilin, mengingat dari catatan yang Ibu kasih ketika lilin menyala semua suara itu akan hilang.

“Syukurlah, akhirnya ketemu juga,” kataku sambil menghela napas meskipun tubuhku masih dalam keadaan merinding. Kulihat ada box lilin yang bertumpuk di atas tumpukan box sabun di bawahnya. Aku pun mengambil box tersebut dan membukanya. 

HEEEEH, HEEEH

Suara itu ternyata masih ada dan semakin jelas terdengar, sesudah membuka box lilin itu aku mencoba mencoba berlari kembali membawa lilin itu ke warung untuk dinyalakan. Dan ketika aku keluar aku terkejut.

"Astaga..!"

Jujur aku tiba-tiba tidak bisa bergerak, badanku terasa lemas. Di depan warung berdiri sesosok makhluk yang baru kali ini aku lihat, sesosok makhluk yang tinggi besar, berbulu, dengan rahang dan wajah yang menakutkan. Rambutnya panjang dan sebagian menutupi wajahnya.

Dengan badan yang penuh bulu lebat dari atas ke bawah. Kemudian, di tanganya itu seperti menyeret sesuatu yang dibungkus dengan kain kafan putih yang sudah kotor. Kain kafan yang biasa digunakan orang-orang untuk membungkus jenazah sebelum dikuburkan.

Kulihat bungkusan kain kafan yang dibawa makhluk itu menggeliat-menggeliat seperti hidup, seperti berusaha melepaskan diri dari genggaman makhluk itu. Sesekali makhluk itu memukul bungkusan kain kafan itu untuk membuatnya berhenti menggeliat. tetapi apa yang ada di dalamnya itu seperti berusaha untuk keluar dari dalam bungkusan itu.

Aku tiba-tiba terduduk di lantai tak percaya atas yang kulihat selama ini, karena selama ini makhluk seperti ini hanya ada pada cerita-cerita Ibu ketika aku kecil, apabila aku bandel untuk bisa lekas tidur di malam hari, Ibu akan bercerita makhluk yang menyeramkan, yang seringkali menculik anak kecil ketika malam tiba, makhluk yang Ibu ceritakan adalah genderuwo, sesosok makhluk yang tinggi besar, berbulu lebat, dan wajah yang menakutkan mirip dengan apa yang kulihat di depanku ini.

“Astaga..!! Ini memang Genderuwo yang sering Ibu ceritakan.”

Aku semakin takut untuk melangkahkan kaki ke depan meskipun lilin ada di tanganku pada saat itu, tetapi tubuhku seperti menolak melangkah ke depan warung apalagi ada makhluk yang seperti itu, aku hanya bisa duduk sambil ketakutan.

DUG, DUG, DUG

Tiba-tiba genderuwo tersebut memukul-mukul etalase warung, sambil menatapku yang duduk ketakutan, dan akupun masih belum berani mendekat karena sosok itu ada di depan warung. aku mencoba menenangkan diri, mencoba mengingat catatan yang Ibu tulis untukku. Di sana aku ingat aku harus mencoba menghidupkan lilin ini supaya gangguanya hilang, memang sedikit tidak masuk akal, tetapi sepertinya harus dicoba.

Aku pun berlari ke etalase mencari korek untuk menerangkan lilin, tanpa sedikitpun menoleh ke genderuwo tersebut, Aku hanya bisa menundukan muka dan tanpa melihatnya sedikitpun. Setelah aku dapat korek di etalase, aku berlari kembali ke ruang belakang. 

Hah, hah, hah

Nafasku tiba-tiba berat aku duduk kembali menyender di box dagangan warung, tanganku masih belum berhenti bergetar, lilin yang aku pegang ini harus segera aku nyalakan seperti di catatan yang Ibu berikan. Ketika lampu padam, lilin harus segera di nyalakan sebagai pengganti cahaya listrik, dan aku yakin ketika lilin menyala makhluk itu akan hilang.

Trak, trak

Brrrrr

Akhirnya api di lilin sudah menyala, dengan terangnya lilin tersebut semoga dapat mengusir kegelapan di malam itu, meskipun cahayanya tidak seterang lampu tetapi setidaknya bisa menerangi warung di malam itu.

Lilin sudah menyala, tetapi aku masih takut untuk melangkah kembali ke depan warung, karena aku takut makhluk itu masih di sana.

Butuh beberapa menit untukku untuk bisa memberanikan diri supaya bisa melangkahkan kaki ke depan warung, aku berjalan perlahan ke arah depan dengan lilin di tangan. Dan ketika aku ke warung, warung serasa sepi kembali. Seperti tidak ada siapa-siapa di sana, padahal ketika lilin belum menyala aku yakin ada Genderuwo yang menyeramkan di depan warung sembari memukul-mukul etalase.

Malam kembali hening seperti sebelumnya warung yang sepi, kondisi warung juga kembali tenang, hanya sebatang lilin yang menyinari warung malam itu tetapi tidak tampak seperti habis di teror oleh genderuwo yang tadi muncul. 

Aku mencoba memberanikan diri untuk memastikan bahwa genderuwo itu telah menghilang. Aku keluar warung dengan lilin di tanganku ini, mencoba melihat ke arah seberang jalan, kulihat hanya ada kebun yang gelap seperti tidak pernah terjadi apa-apa di sana.

Aku kembali ke warung dan mencoba menyalakan kembali saklar listrik dengan memindahkan tombol saklar yang ditempel di dinding depan warung, sehingga warung akhirnya bisa kembali terang seperti sebelumnya.

Catatan yang disimpan di atas rak aku buka kembali, kubaca kembali satu per satu poinnya dengan seksama. Seketika Ada perasaan marah pada saat itu, apa sebenarnya yang disembunyikan orang tuaku tentang ini. Aku kira ini hanya candaan saat Ibu menuliskan catatan yang seolah-olah menakut-nakutiku seperti saat aku kecil dulu.

Sebenarnya apa yang orang tuaku sembunyikan tentang warung ini, tentang mengapa aku tidak boleh bermain di warung di malam hari. Mereka tidak memberitahukan padaku tentang kebenaran warung ini. Sepertinya semuanya itu saling berkaitan, apalagi dengan catatan yang dituliskan oleh Ibu padaku.

Banyak pertanyaan yang muncul akan kejadian malam ini dan satu-satunya jawaban atas pertanyaan ini adalah aku harus menanyakan langsung kepada Ibuku.

“Aku harus meminta penjelasan Ibu, karena ini terlalu aneh untukku.”

Aku melihat jam dinding di malam itu yang masih menunjukkan pukul 12:30 malam. Tetapi karena terlalu banyak pertanyaan yang muncul setelah kejadian tadi aku pun bergegas keluar warung untuk pulang ke rumah.

Aku meninggalkan warung di malam itu, melangkahkan kaki keluar warung dan pulang ke rumah. Aku harus secepatnya bertemu Ibu untuk menceritakan tentang kejadian tadi dan menanyakan tentang apa sebenarnya yang terjadi tentang warung ini. Karena aku yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh orang tuaku tentang warung yang tidak pernah ditutup ini. 

Aku melangkah ke arah jalan berbelok ke arah rumah dan meninggalkan warung dalam keadaan kosong tidak ada seorang pun yang jaga. Namun apa yang kulihat pada malam itu sungguh berbeda.

“Sepertinya ini bukan kampung yang aku kenal.”

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Siti Yusuf
si Ujang ngeselin banget yaah ngeyel banget
goodnovel comment avatar
MagicQueen
kak, kalau boleh saran ya narasinya jangan diulang-ulang. cerita kakak sudah bagus tapi saya masih kurang bisa menikmati karena masih ada narasi atau kata yang diulang
goodnovel comment avatar
Dirgantara Tara
si ujang ke banyakan mancing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status