Share

4-PASAR MALAM

Pasar malam yang kulihat ini seperti pasar malam yang ada di waktu-waktu tertentu di kampung, di sisi kanan dan kiri jalan berjajar stan makanan yang menggugah selera sembari diterangi obor dan lampu minyak.

Stan makanan yang terbuat dari kayu dan beratapkan rumbia dengan bangku dan meja kecil tempat pengunjung stan duduk dan menikmati makanan di malam itu. Orang-orang yang hilir mudik kesana kemari menikmati suasana pasar malam, mereka saling bercengkrama satu sama lain dan di iringi oleh sesekali tawa senang dari pengunjung.

Di ujung deretan stan terdapat satu panggung kecil yang terbuat dari kayu dengan penerangan obor di kedua sisinya di atasnya terdapat satu panggung kecil yang tertutup oleh kain berwarna hitam dan batang pisang di atasnya, dan di belakangnya terdapat dalang yang sedang melakukan pagelaran wayang golek dan diiringi oleh gamelan khas Sunda.

“Daging bakar, daging bakar...”

“Buah, buah buah...”

“Yang haus yang haus yang haus...”

Suara-suara dari penjual stan saling bersahutan di malam itu, aku tidak berpikir aneh sama sekali meskipun waktu menunjukkan jam 02:00 pagi. Karena di kampung ku apabila ada hajatan yang menggelar wayang golek biasanya itu akan berlangsung hingga dini hari sekitar jam 05:00 pagi.

Aku perlahan mulai terhanyut dalam kemeriahan pada malam itu, aku mulai sadar tubuhku mulai terasa lapar karena melihat masakan yang dijual oleh stan-stan makanan sungguh menggugah selera. Kucoba mampir ke tukang sate untuk membeli beberapa porsi dari salah satu penjual di stan yang berjejer dekat panggung untuk sekedar mengganjal perutku yang mulai lapar.

“Bu, satenya satu porsi ya,”  kataku kepada penjual stan sate.

Aku Pun duduk di meja kecil sembari menunggu sate yang sedang dibakar oleh penjual di stan, waktu itu aku seakan lupa dengan tujuan awalku untuk kembali ke warung, aku seperti terhipnotis untuk menikmati malam dan menonton pertunjukan wayang golek di panggung.

Sungguh apa yang kulihat ini adalah hal yang jarang aku temukan di kota besar dan hanya bisa kunikmati lagi sepulangnya aku kuliah dari Bandung, karena jarang aku menghadiri pasar malam dengan pertunjukan wayang di Bandung. Paling kalaupun ada itu hanya pertunjukan wayang di gedung dan menurutku feelnya kurang terasa seperti saat ini.

Perlahan-lahan pandanganku tertuju kepada pertunjukan wayang golek, wayang yang sedang menari di atas panggung yang digerakkan oleh dalang di belakangnya. Diiringi dengan gamelan yang senantiasa menyelaraskan gerakan tarian wayang yang ada di atasnya, di iringi suara sindennya yang sungguh merdu suaranya terdengar hingga ke seluruh pasar.

Jadi teringat masa lalu, masa di mana aku dan teman-temanku semasa sekolah sengaja begadang untuk menonton wayang apabila ada hajatan atau nikahan di kampungku atau di kampung sebelah.

Kita sengaja membawa perlengkapan tidur dan membawa bekal dari rumah masing-masing karena pertunjukan wayang biasanya sampe dini hari. Sehingga aku pun hafal beberapa tokoh wayang golek dari mulai keluarga Semar, Pandawa Lima, Kurawa, Hanoman dan tokoh lainya sampai ketika ada suatu adegan yang sedang ditunjukkan di panggung aku sering menebak-nebak cerita apa yang akan dalang bawakan.

Kulihat di panggung sesosok wayang yang rupanya seperti buta berdiri dengan tegap menari diiringi dengan suara gamelan dan lagu sinden. Sosoknya yang tegap dan tarianya yang gagah dia menari di atas panggung.

“Sepertinya saya hafal dengan cerita ini,” pikirku.

Suara gamelan dan sinden selesai mengiringi tarian dari sesosok wayang itu, dan tibalah sang dalang mengubah suaranya menjadi sosok yang ada di dalam wayang tersebut.

“Aing batara kala (saya batara kala),” ucap dalang dengan lantang

Tangan wayang tersebut bergerak dan menepuk dada nya dengan gagahnya.

“Mana jelema anu edek di dahar ku aing (mana manusia yang akan saya makan),”

Wayang itu memperkenalkan diri sebagai batara kala, dan di dalam ceritanya berniat untuk memakan manusia.

Aku sedikit kaget dengan apa yang diucapkan wayang tersebut. Karena batara kala jarang sekali muncul dalam cerita wayang. Hanya di cerita-cerita tertentu saja wayang itu muncul. Dan biasanya ketika ada pertunjukan wayang tidak ada batara kala yang muncul, hanya wayang-wayang seperti cepot, dawala, gareng, semar yang mencoba menghibur penonton.

Ada satu cerita yang di dalamnya ada batara kala, dan aku tidak yakin bahwa yang kulihat ini adalah cerita yang sedang aku pikirkan, karena cerita yang aku ingat itu adalah cerita khusus untuk ritual tertentu. Dan ketika ada pertunjukan wayang untuk di pasar malam seperti ini tidak pernah ada cerita yang menghadirkan batara kala sebagai pemainnya.

Aku kembali melihat pertunjukan wayang itu, namun lama-kelamaan aku semakin yakin bahwa yang aku pikirkan dengan pertunjukan di depanku ini ceritanya persis sama.

“Bentar, bentar, kalau gak salah ingat ini kan cerita murwakala yang suka ada di acara ruwatan.”

Aku sontak berdiri melihat sekeliling pasar malam itu karena aku ingat ada satu pertunjukan wayang yang berbeda dari pertunjukan wayang kebanyakan kita lihat di pertunjukan wayang.

Pertunjukan wayang ini terkenal mistis karena apabila menonton pertunjukan wayang ini, wajib hukum nya untuk menontonnya sampai selesai, karena kalau tidak biasanya ketika pulang akan terjadi sesuatu yang diluar nalar, dan itu dinamakan acara ruwatan.

Berbeda dengan pertunjungan biasa, Pertunjukan wayang di acara ruwatan biasanya ditunjukan sebagai sarana pemenuhan syarat untuk suatu ritual. Bahkan dalangnya pun tidak bisa sembarangan. Salah satu syaratnya harus menonton pertunjukannya hingga selesai. Karena konon ketika pertunjukan wayang itu lewat jam 12 malam.

Maka para makhluk-makhluk akan bermunculan dan masuk ke dalam wayang itu sehingga suara wayang yang sedang ada di panggung adalah suara asli dari para makhluk-makhluk yang datang.

Banyak sekali cerita dari orang-orang yang memaksakan untuk pulang di tengah acara ruwatan, biasanya mereka diikuti oleh sesosok makhluk yang mengerikan yang menakut-nakuti sepanjang jalan, bahkan yang lebih seram nya lagi orang tersebut akan diculik oleh buta.

Aku kembali teringat tulisan yang diberikan Ibu sore hari dan juga ucapan Indah sewaktu pamit tadi mungkin apa yang mereka berdua pesankan adalah apa yang terjadi sekarang.

Di malam-malam tertentu akan ada suara yang ramai dan lampu yang terang seperti pasar dari arah kebun seberang jalan abaikan saja.

Dan aku malah menikmati suasana yang ada di pasar ini sehingga lupa tujuanku untuk kembali ke warung. Aku berdiri dari kursi tempatku menunggu makanan dan aku kembali ke stan untuk mengatakan bahwa aku membatalkan pesananku karena aku harus segera kembali ke warung.

Aku melihat pemilik stan makanan itu tiba-tiba menatapku dengan tajam, dia seperti marah ketika aku membatalkan pesanan satenya, kulihat matanya tiba-tiba berubah menjadi merah dengan urat-urat yang muncul dari kulitnya. Aku yakin dia bukan marah akibat aku membatalkan makanan yang sudah dipesan, tapi ada hal yang lain yang membuatnya marah.

“Kenapa di batalkan?, sudah tahu ya kalau kita semua bukan manusia!!”

Hiiiiii hiiii hiiii......

Tiba-tiba terdengar suara tertawa yang melengking dari stan tersebut, kulihat penjaga stan yang awalnya manusia perlahan kulitnya memudar. Kulitnya perlahan mengelupas menyisakan tubuh dengan daging tanpa kulit, rambutnya yang tadinya hitam berubah jadi putih, wajahnya muncul beberapa kerutan, benjolan bernanah dan mata yang menatapku berubah jadi merah.

Para pengunjung yang ada pun perlahan-lahan berubah dengan sendirinya mereka berubah menjadi bentuk yang menyeramkan, dengan gigi taring yang keluar dan rambut yang memanjang, badannya bongkok dengan kulit yang terkelupas menjadi warna hijau.

Hahaha... Hahahaha...

Terdengar beberapa tawa seperti sedang menertawakanku pada malam itu, tawa seperti mengejekku dan mencoba mempermainkanku. Tiba-tiba suara gamelan kembali terdengar, kali ini Sinden menyanyikan lagu yang nampak tidak asing. Lagu yang dipercaya oleh masyarakat sunda adalah lagu yang dipakai untuk memanggil makhluk halus.

Bambung hideung

Bara-bara teuing diri

Leuheung bari dianggo ka suka galih

Situ pinuh balong jero

Mungkin bagi masyarakat jawa ada lagu lingsir wengi untuk memanggil makhluk halus. Sedangkan di masyarakat sunda, ada juga lagu yang menurut beberapa kepercayaan lagu ini dipakai untuk memanggil makhluk halus. Lagu itu namanya Bambung Hideung dan sekarang lagu tersebut dinyanyikan oleh sinden yang berada di atas panggung.

Suasana jadi berubah total. Awalnya hingar bingar yang terjadi pada malam itu berubah menjadi menyeramkan. Auranya tiba-tiba mencekam para pengunjung dan pemilik stan berubah menjadi sangat menakutkan.

Suara tawa mereka yang menyeramkan dan wujud mereka berubah jadi menambah kengerian. Lalu makanan yang dipajang di depan stan yang awalnya terasa enak berubah menjadi menjijikan, buah-buah yang dijual berubah jadi buah-buahan yang busuk.

Aku panik, bulu kuduk pun berdiri, keringat dingin bercucuran dari badanku, tubuhku merinding aku ingin berlari tapi seakan badan ini tidak bisa bergerak aku seperti terbujur kaku di dalam kondisi ini.

Di depanku pemilik stan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil tersenyum dengan rambut yang putih yang menutupi sebagian wajahnya dan badan yang tidak tertutup oleh kulit hanya daging dan urat nadi di sekujur tubuh membuatku terasa ngeri dan jijik melihatnya.

“Mau kemana? Bukanya tadi pesen makanan, hihihihihi,” dia tertawa sambil menggoyang-goyangkan kepalanya.

Perlahan aku pun bisa menggerakkan kakiku, aku pun berbalik meninggalkan stan tersebut berharap aku bisa berlari dan keluar dari pasar malam itu, tapi aku seolah-olah seperti sengaja dibuat untuk tidak bisa keluar dari pasar malam.

Aku terus berlari dengan kondisi panik di pasar malam yang kini dipenuhi makhluk-makhluk yang menyeramkan. Mereka menengok ke arahku sembari tertawa menyeramkan seperti mengejek bahwa aku tidak akan bisa keluar dari pasar malam ini.

Tiba tiba ketika aku berlari tubuhku tiba-tiba ditarik ke salah satu stan makanan yang ada di sana, dan anehnya tubuhku menembus stan tersebut sehingga aku terjatuh di tanah.

Aku sontak kaget karena sesuatu yang menarikku begitu cepat aku dengan cepat berdiri dan melihat siapa yang menarikku keluar dari pasar malam tersebut, dan ketika aku melihat sosok yang menarik itu ternyata.

“Indah?”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sushandoko
sy yang komen serem amat dah padahal awal awal nya b aja
goodnovel comment avatar
m shidiq
prequel WTM sudah muncul di aplikasi silahkan cari KUTUKAN LELUHUR di aplikasi dan selamat membaca dan merasakan kampung sepuh pada tahun 1980
goodnovel comment avatar
Shara Akane
ketiduran pas lagi baca mungkin thor, jadi gak sempet tulis komen
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status