INHERITED HUSBAND
05 – SAH SUAMI-ISTRI
Gila. Gila. Gila.
Ini enggak mungkin terjadi. Ini pasti halusinasi.
Rengganis berusaha mengeyahkan bayangan lelaki kekar yang sedang mencumbu para perempuan itu. Dia seperti ‘menggilir’ mereka. Memberikan pelukan dan ciuman panas.
Situasi macam apa ini?!
Siapa Narendra dari Pajajaran ini?
Siapa para perempuan ini?
Apa mereka tadinya hendak mengadakan pesta seks sebelum kedatangannya?
Rengganis langsung membanting pintu kamar dan bergelung dalam selimut di atas kasur. Tubuhnya menggigil hebat. Shock yang menyerangnya bertubi-tubi membuat kepalanya pusing. Ia perlu berbaring.
“Maaf Nyai harus melihat itu.”
Tubuhnya langsung menegang begitu mendengar suara dalam dari lelaki yang berdiri di ambang pintu.
Rengganis tergeragap bangun, dia berseru pada Narendra, “Apa-apaan itu?!”
Narendra terlihat tidak kaget. Wajahnya tidak menunjukkan banyak ekspresi, dia terlihat kalem saat menarik sebuah kursi mendekat ke sisi ranjang. “Maaf kalau saya membuatmu cemburu.”
Cemburu?!
Rengganis tidak cemburu, dia kaget. “A-aku enggak cemburu.”
Narendra mengerutkan keningnya heran, “Nyai tidak cemburu melihat suamimu ciuman dengan perempuan lain?”
Mulut Rengganis terbuka, ternganga dia mendengar pertanyaan dari Narendra.
Belum sempat dia menjawab, Narendra melipat lengannya di dada sambil bergumam, “Nirmala memberitahu kalau sudah sepantasnya istri cemburu melihat suaminya dekat dengan wanita lain. Seorang suami tidak boleh bersama dengan perempuan lain jika sudah beristri.”
Nah, itu tau!
“Ehm, begini, Na-Narendra, eh …. Aku boleh panggil kamu Narendra, ‘kan?”
Narendra mengangguk, dia tersenyum “Nyai bisa panggil saya Aa atau Akang, Nirmala biasanya memanggil saya Akang, tapi kalau lebih suka panggil nama silakan, Nyai.”
Akang? Pikir Rengganis heran, kelihatannya Narendra jauh lebih muda dari pada Tante Nirmala. Dia jadi penasaran dari mana Tantenya bisa bertemu dengan lelaki ini?
Apakah lelaki ini simpanan brondong Tante Nirmala?
Lalu bagaimana dengan sumpahnya yang mengatakan kalau Tante Nirmala tidak akan pernah menikah?
“Ehm, namaku Rengganis, kamu bisa panggil aku Ganis, atau Anis.”
Narendra mengangguk, “Kamu tidak suka saya panggil Nyai?”
“Ehm …. Aku enggak tau apa artinya.”
“Itu panggilan seorang suami pada istrinya.”
“Ha?” Rengganis mengerutkan keningnya, “itu panggilan zaman kapan?”
Untuk pertama kalinya, ia bisa melihat Narendra kebingungan, dia mengusap tengkuknya. Pandangan matanya menunduk menatap lantai.
Rengganis berdeham, “Maaf, aku enggak bermaksud—”
“Sudah sepantasnya saya memanggilmu ‘Nyai’ karena kamu pengganti Nirmala.” potong Narendra membuat Rengganis terkesiap.
“Apa maksud kamu?”
Kini matanya yang menunduk menatap lantai, naik ke arah Rengganis, “Saya adalah bagian dari warisan Nirmala. Kalau kamu diwarisi rumah ini, maka kamu juga mendapatkan saya sebagai suamimu.”
Mata Rengganis membelalak, “Gi-gimana bisa orang diwarisi?!”
Narendra mengerjap mendengar jeritan Rengganis yang setengah histeris, “Punten?”*
Rengganis memejamkan matanya, dia menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan dan bertanya “Sebenarnya kamu itu siapa?”
Mereka berpandangan.
Rengganis teringat dengan gerbang yang menutup sendiri dan keberadaan Narendra yang dengan mudah menyusulnya tanpa kelihatan berlari, “Sebenarnya kamu itu … apa?”
Narendra menyeringai, ekspresi wajahnya yang tadinya lembut kini berubah dalam sekejap. Ada aura misterius yang melingkupinya, membuat Rengganis bergidik ngeri.
“Kamu pikir saya apa?” tanyanya dengan senyum samar membayang di wajahnya. Dia bisa melihat Rengganis menelan ludahnya, ketakutan merayap di tulang belakang perempuan itu. Dia bisa merasakannya dengan jelas.
Hampir seperti mengecap di ujung lidahnya.
Ketakutan selalu membuatnya lapar. Apalagi perempuan ini bertubuh gemuk, yang artinya ada banyak daging dan energi yang bisa ia serap. Air liurnya hampir menetes saat ia menangkap denyut nadi di leher Rengganis yang empuk.
Dia bukan vampir. Dia tidak minum darah. Tapi melihat seorang mangsa yang gemuk, insting memburunya kembali bangkit.
Untung saja tadi ia sudah cukup menyerap energi dari para wanita yang berpesta. Narendra mengepalkan tinjunya, menahan diri untuk tidak menerkam ‘istri’nya.
Tidak, belum. Belum waktunya.
Dia harus menjelaskan dulu duduk perkaranya sebelum mereka melakukan ritual pernikahan. Entah kenapa Narendra punya perasaan kalau gadis ini bukan gadis sembarangan.
*
Kamu pikir saya apa?
Rengganis menatap Narendra. Ada banyak jawaban dari pertanyaan itu. Hantu. Dedemit. Jin. Vampir. Penunggu hutan. Psycho.
Bayangan Narendra yang tadi berpelukan dan berciuman dengan banyak wanita membuat Rengganis bergidik ngeri, apalagi tatapannya yang menyeramkan. Ada keyakinan dalam hatinya kalau Narendra bukan orang biasa.
Lelaki ini bukan sembarang manusia.
Eh. Apakah dia beneran manusia?
Rengganis beringsut, tangannya bergerak; menjulur ke arah Narendra. Jari telunjuknya berhenti di atas kulit dada Narendra yang telanjang.
Hangat.
Lelaki ini bisa disentuh. Dia manusia.
Alis Narendra berkerut menatap jari gemuk Rengganis yang bertengger di atas dada bidangnya.
Menyadari sikapnya yang aneh, Rengganis buru-buru menarik kembali tangannya, dia menggenggam tangannya yang tadi bersentuhan, terasa panas. Ada getar yang merambati tulang belakangnya, seolah dia baru saja meneguk cokelat panas. Perutnya bergolak dengan perasaan hangat dan nyaman.
Aneh. Lelaki ini membawa perasaan aneh dalam dirinya.
“Nyai,” panggilan Narendra membuat Rengganis tergeragap, “Ya?”
“Nyai mau tidur dahulu? Nyai terlihat lelah.”
“Eh ...” Rengganis refleks mengusap dahinya yang lembab bekas keringat, dia menggeleng perlahan, “eng-enggak, belum. Aku belum ngantuk.”
Narendra hanya mengangguk, “Kalau begitu, Nyai mau mendengarkan cerita saya?”
“Hm-hm.” Ini memang yang ditunggu-tunggu oleh Rengganis.
Dia ingin tau ada apa sebenarnya, siapa Narendra dari Pajajaran ini. Kenapa namanya aneh?
Gimana ceritanya Tante Nirmala bisa ketemu sama berondong ini?
Apakah ini alasannya Tante Nirmala dicoret dari daftar keluarga? Tidak diakui sebagai anak lagi?
Dianggap durhaka dan membangkang orang tua?
“Semuanya akan terjawab kalau kamu mau bersabar, Nyai.”
Rengganis mendongak menatap Narendra, lelaki ini sepertinya bisa membaca pikirannya.
“Ya, saya bisa membaca pikiran orang.” sahutnya santai.
Gila, dia cenayang, ya?! pikir Rengganis.
“Apa itu cenayang?” tanya Narendra.
Rengganis menggeleng, “Bukan, bukan apa-apa. Jelasin aja dari awal.”
Narendra mengerling ke arah dinding, matanya menatap jam dinding yang menunjukkan waktu sudah lewat jam sembilan malam.
“Kita tidak punya banyak waktu, Nyai.” ujar Narendra, dia menatap Rengganis tajam. Sorot matanya yang bisa menembus dinding mana pun menyusuri setiap jengkal tubuh perempuan yang terduduk di atas ranjang.
Gelisah, Rengganis refleks menarik selimut menutupi tubuhnya “Maksudnya apa?” tanyanya ketus. Dia jengah menerima tatapan penuh nafsu dari lelaki yang baru dikenalnya.
Rengganis mengalihkan mukanya dari Narendra. Jantungnya kembali berdisko di dalam rongga dadanya.
Ya Tuhan, dia baru menyadari situasinya.
Dia berada di dalam rumah kosong bersama dengan lelaki asing di tengah hutan. Lelaki asing yang setengah telanjang.
“Nyai.”
Rengganis menoleh, “Ap—hmph!”
Mata Rengganis membelalak saat dia menyadari kalau bibirnya berada dalam mulut Narendra. Tangannya terkepal, dia bisa merasakan betapa hangatnya berada dalam dekapan lelaki itu. Narendra membuka mulutnya, giginya menggores bibir bawah Rengganis. Menggigitnya pelan.
Rengganis hendak melawan, tapi tak ada kekuatan.
Dia berusaha melepaskan diri, menggeliat dalam pelukan Narendra yang erat. Suasana berubah, suhu menghangat, Rengganis merasa tubuhnya melayang.
“Nyai, sekarang kita sudah sah suami-istri.” bisik Narendra lembut di dekat telinganya.
Rengganis memandang wajah lelaki itu, konsep menikah dengan cara absurd ini membuat otaknya hendak meledak, dia menggeleng, “Eng-enggak mung-kin ….”
Narendra tersenyum tipis, dia memegangi tubuh Rengganis yang gempal dalam lengannya yang kuat, “Tidurlah, Nyai. Ringankan bebanmu, temui saya besok lagi.”
*
INHERITED HUSBAND06 – MEMUTAR WAKTU“Nis …. Ganis …. Bangun, Nak. Ayo, katanya kamu mau berangkat lihat rumah Tante Nirmala ….” sayup-sayup Rengganis mendengar suara ibunya bicara.Ha? Lihat rumah? Masih berada di antara mimpi dan bangun, Rengganis mengerutkan keningnya.“Ganis?” panggilan itu terdengar lagi.“Hmmm ….” Rengganis menggeliat dari tidurnya. Dia membuka sebelah matanya dan melihat ibunya berdiri di ambang pintu.Kesadarannya mulai pulih saat ia terduduk, “Hah! Di mana ini?”Ibunya mengerutkan kening melihat tingkah anaknya yang baru bangun tidur, “Di mana apaan? Ya, di rumah, lah! Kamu masih ngigo, ya?!”Rengganis menoleh pada ibunya, ngigau? Rasanya dia sudah bangun sepenuhnya. Matanya nyalang memandang sekeliling.Kenapa dia ada di kamarnya?Bukankah kemarin ia tidur di
INHERITED HUSBAND07 – PERTEMUAN KEDUAKali ini Rengganis pergi ke lokasi rumah warisannya menggunakan sepeda motor.Kalau gue dateng pake motor sendiri, gue bisa segera pergi dari rumah itu. Biar enggak kaya kemarin, tau-tau terjebak di sana sama lelaki aneh itu. Uh, siapa lagi namanya? Kok bisa lupa, sih?! gerutu Rengganis dalam hati.Entah kenapa Rengganis bisa mengingat kejadian tapi lupa nama. Apa karena kebiasaannya yang ingat wajah, lupa nama?Tapi enggak mungkin, lelaki itu punya kesan tersendiri. Enggak mungkin dia lupa namanya. Wajahnya masih terpatri jelas dalam ingatannya.Pokoknya, nyampe sana, gue harus, HARUS tau siapa dia dan kenapa dia ada di rumah Tante Nirmala? Eh, rumah gue. Sekarang itu rumah punya gue!Walau tanda tangannya masih basah di atas kertas yang ditanda tanganinya – dan sekarang berada di tangan Pak Tomi – rumah itu secara legal telah jadi miliknya.
INHERITED HUSBAND08 – PERTEMUAN DI WAKTU YANG SALAH“Saya ingin pertemuan kita menjadi pertemuan yang sempurna.”Deg!Tanpa alasan yang jelas, Rengganis jadi geer. Pipinya bersemu saat pandangannya merunduk, terlalu malu untuk berpandangan dengan lelaki paling tampan yang pernah dia lihat.“Kenapa?” bisiknya.“Bukankah sudah jelas? Pertemuan antara suami dan istri, sudah seharusnya sempurna dan romantis. Itu yang selalu Nirmala tekankan padaku.”“Tunggu…!” Rengganis mendongak memandang lelaki yang tinggi besar itu, “Dari kemarin kamu ngomongin Tante Nirmala terus. Kalau kamu belum move on dari beliau, kenapa bilang kalau kamu adalah suamiku? Lagian ya, Mas… eh, Kang… eh…”“Nama saya Narendra dari Pajajaran, Nyai.” Lelaki itu memandang Rengganis sambil menahan senyumnya.“Ah, ya…. Narendra.
SUAMI WARISAN09 – ORANG KAYA BARUJadi begini rasanya jadi Orang Kaya Baru.Rengganis tersenyum dalam hati saat ia menerima pesan balasan dari Ibu Pemilik Kontrakan.Makasih, Neng Anis, transferannya udah diterima. Silakan masuk lagi ke dalam rumah – Ibu Kontrakan.Biasanya Rengganis memilih untuk masuk ke dalam rumahnya di malam hari, agar tidak ada tetangga yang melihat dan menyapanya. Tapi kali ini berbeda, ia bergegas pergi ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor baru.Saat melaju di dalam gang sempit yang penuh dengan anak-anak yang bermain, Rengganis sedikit kesulitan mengendarai motornya, maklum masih baru, jadi masih kagok. Dia takut menabrak atau menggores motornya yang masih gres.Bocah-bocah yang tidak punya tempat untuk bermain itu berlarian di sepanjang jalan sempit dan padat. Orang berjalan lalu lalang sementara Rengganis berusaha berkonsentrasi untuk berkendara. Ya ampun, hendak masu
SUAMI WARISAN10 – Pertemuan yang SempurnaSenja kala turun perlahan, untaian kidung dari kicauan burung-burung yang terbang rendah dari satu pohon ke pohon lain membelai sukma.Mata Rengganis memandang berkeliling. Secara teknis, ini pertama kalinya ia melangkahkan kaki di rumah ini, tapi sebenarnya dia sudah pernah ke sini.Dua kali malah.Tapi setiap kali suasananya terasa berbeda; yang pertama terasa mencekam, yang kedua terasa membingungkan dan yang sekarang, dia berharap semuanya berjalan lancar kali ini.Rengganis mengalihkan pandang dari suasana di luar teras saat langkah-langkah kaki terdengar mendekat. Punggungnya menegang, ditariknya tulang belakangnya hingga berdiri tegak.Rengganis bersiap-siap akan kedatangan orang itu.“Nyai.”Panggilan itu terdengar akrab di telinganya. Ini hari ketiga pengulangan waktu tanggal 5. Sekali lagi lelaki ini membawanya memutar waktu, ia akan mem
SUAMI WARISAN 11 – Rahasia Sehidup-Semati Sebuah kelebatan di halaman depan teras menarik perhatiannya. Narendra membuka matanya, kedua tangannya masih memegangi wajah Rengganis yang larut dalam ciuman mereka. Dia mengerjap dan bayangan itu menjelma menjadi seseorang. Narendra tersentak. Refleks, dia melepaskan ciumannya. Sebelah tangannya menarik Rengganis mendekat padanya dengan sikap protektif. Perempuan itu kaget saat Narendra menariknya ke dalam pelukan. Tangan Narendra yang besar dan hangat memegangi kepalanya. Walau kebingungan, Rengganis tetap tak bergerak, dia bisa merasakan perubahan atmosfer dalam ruangan, juga sikap dari Narendra. Semua otot-ototnya menegang, lelaki itu berdiri tegak dengan sikap sempurna. “Sampurasun ….” Tubuh Rengganis tersentak, semua bulu romanya menegang, jantungnya bertalu-talu di dada. Suara itu melayang memasuki gendang telinganya dan membuat semua sar
SUAMI WARISAN12 – Sang Manusia Abadi“Tunggu. Tunggu.”Rengganis mengangkat tangannya meminta time-out. Dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel.Sial!Sinyalnya hanya ada dua bar.Rengganis mencoba membuka aplikasi mesin pencarian dan mengetik ‘Linggabuana Wisesa Kerajaan Sunda’Kakinya mengetuk-ngetuk lantai sementara ia menunggu website memuat hasil pencariannya. Matanya melirik Narendra yang terlihat tenang. Rengganis menggeleng-geleng sambil memegangi ponselnya erat-erat.Maksudnya lelaki ini datang dari masa lalu?Apa saat ini dia yang pergi ke masa lalu?Rengganis mengangkat kepalanya dan menoleh ke jendela. Senja sudah sepenuhnya turun, digantikan oleh pekatnya malam. Suara binatang malam sayup-sayup terdengar dari balik tembok. Semilir angin berhembus dari kisi-kisi jendela yang dibiarkan terbuka.Prabu Linggabuana
SUAMI WARISAN 13 – Kidung Sunda Setelah kenyang dengan bakakak ayam juga informasi yang mengejutkan dari Narendra, Rengganis terduduk di ruang baca yang lebih mirip perpustakaan. “Ini ruang kerja Nirmala.” ujar Narendra sambil menaruh segelas teh panas di atas meja. Iya, dia pernah ke sini sebelumnya. Rengganis mendongak, memerhatikan sekeliling. Sepanjang mata memandang, dia melihat deretan buku di mana-mana. Bau kulit sampul buku bercampur dengan kertas lama menggantung di udara. Menciptakan aroma nostalgia. Rengganis menghirup aroma itu dalam-dalam. Dia suka segala sesuatu yang punya nilai sejarah. Dia suka kain tua, perabotan tua, buku tua, lelaki yang lebih tua …. matanya mengerling pada Narendra. Lelaki ini jauh dari kata tua. Sama sekali tidak tua. Tidak ada kerutan, tidak ada gelambir, tidak ada uban. Tubuhnya tegap, kulitnya kencang, ototnya liat. Tidak akan ada yang menyangka kalau Naren