Share

Bab 7 Langkah Awal

Bab 7

Langkah Awal

     Sesampainya di rumah kutaruh Apa yang kuberikan tadi ke dalam air minum yang memang disediakan di kamar kami. Sengaja aku taruh agak banyak. Agar fungsinya berjalan lebih baik. Lihat saja kau nanti Arza.

     Rasa sakit akibat di duakan, hanya orang yang pernah nerasakannya saja yang tahu akan bagaimana pedihnya. Tidak bisa di uraikan dengan kata-kata.

     Tapi dalam menghadapinya, aku bukan istri dengan tipe serangan  membabi-buta, yaitu mengamuk tanpa ampun pada sang suami.  Karena selain menguras emosi, tidak ada untungnya juga. Toh suami sudah tidak menyayangi kita lagi. Kalau dia masih menyayangi dan mencintai kita, dia tidak akan selingkuh.

     Aku lebih senang membalas perselingkuhannya dengan pelan tapi pasti. 

     Belum lama setelah kami pulang, aku  mendengar deru kendaraan milik Arza. Malas rasanya untuk membukakan pintu buat dia. biarlah dia membuka pintu sendiri. Kunci rumah kan ada juga padanya. Sengaja aku tetap pura-pura tidur.

    Tidak berapa lama terdengarlah suara langkah kaki Arza menuju ke kamar. Langkah itu terdengar seperti langkah orang yang sedang marah. Benar saja,

     "Nadine... Bangun kamu...!"

     Suara Arza menggema. Aku bangkit dari tempat tidur. Ketika Aku menoleh kearah mukanya harga, jelas muka itu menampakkan emosi.

     "Ada apa ini, Pa? pulang-pulang marah."

     Sebelum menjawab pertanyaanku, Arza menuangkan air  ke gelas yang sengaja disediakan di kamar dan meneguknya. yes bentar lagi kamu akan terkena reaksinya, Arza.

     "Tadi kamu kemana saja, mengajak anak-anak lagi keluar di malam hari. Jadi Ibu bukannya mendidik yang baik-baik malah mengajar anak keluar malam."

     "Apa salahnya, Pa. Aku cuma mengajaknya bermain di mall terdekat. Apa itu salah?" Aku balik bertanya. 

     Wajah Arza semakin terlihat emosi.

     "Kamu keluar tanpa izin suami. Istri macam apa kamu."

     "Aku tidak merepotkanmu kan? Aku tidak minta uangmu kan? Lalu apa pedulimu."

     "Istri kualat kamu Nadine dibilangin, malah melawan. Kamu tidak tahu tugas seorang istri ya?"

     "Sebelum kamu menanyakan Apa tugas seorang istri kamu harus tahu dulu apa tugasmu sebagai suami."

     Arza semakin marah mendengar ucapanku. Kembali dia meneguk air minum dari gelasnya tadi, rasakan itu. Huuh.

     "Kalau terus-terusan melihatmu begini, mana betah aku di rumah."

     Sambil berbicara dia melempar kasar jas yang barusan di lepas.  Biar saja, toh bukan bajuku juga.

     Kemudian kulihat  dia mulai mengantuk. Sepertinya pengaruh obat itu mulai bereaksi. Arza nampaknya sudah malas melayaniku bicara. 

     Malah dia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Biarin. 

     Hahahaa perlahan dia mulai terlelap. Yaah obat tidur yang ku taruh di teko bersama air minum tadi. berfungsi dengan sangat baik. 

     Setelah memastikan pria ini sudah terlelap, ku ambil gawai yang masih berada di dalam kantongnya, ku raih tangan kirinya dan menempelkan jari tengahnya kepermukaan benda pipih yang selalu saja sibuk di otak-atik oleh pemiliknya.

     Dan... Hahai ponsel itu terbuka. Pertama ku klik aplikasi pesan. Tidak ada apapun. Otakku memikirkan sesuatu, mungkin mereka menggunakan aplikasi pesan khusus. 

     Benar, aku menemukan sebuah aplikasi pesan. Segera kubuka eh pake sandi lagi. Kucoba memasukkan angka  tanggal lahirnya,  salah. Ku pakai yanggal ulang tahun pernikahan kami, gagal. Tanggal lahir Anak-anak, empat angka tahun kelahirannya. Semuanya gagal. 

     Kucoba mengingat-ingat angka-angka lain yang kemungkinan dia gunakan. Tidak ada yang cocok.

     Kuambil dompetnya di kantong belakang celananya.  Segera kubuka dan mengeluarkan isinya pelan-pelan, diantara beberapa kartu yang terselip, aku menemukan sebuah kartu nama wanita yang tidak asing, mbak Zorah.  Disana tertera tanggal lahir nya.  Segera kucoba memasukkan angka tanggal  kelahiran  mbak Zorah.

     Clink...

  Aplikasi pesan itu terbuka.  Luar buasa cinta Arza kepada istri mendiang kakakku itu. Sampai-sampai tanggal kelahirannyapun begitu spesial . 

     Dengan rasa penasaran yang tinggi ku buka pesan dari kontak yang bernama Honey.  Sebelumnya ku ubah setelan ke mode diam.

     Drrt... Drtt... Drrt..

     Belum sempat kubuka rentetan pesannya, sebuah notiifikasi pesan masuk muncul di atas layar. Dari kontak Honey...

     "Udah tidur, Mas...? Terimakasih banyak hadiahnya ya..."

    Apa? Dia memanggil suamiku Mas? Sejak kapan dia mengubah panggilan seperti demikian.  Dasar genit. Kira-kira hadiah apa yang di berikan Arza untuknya?

     Sengaja tidak kubalas. Selagi kali ini bisa mengakses handphone Arza dengan bebas. Kusadap handphone tersebut, lalu menyambungkannya ke laptopku. 

     Huuh...

     Setelah selesai, aku merasa lega. Sekarang satu niatku berhasil. Dengan menyadap isi ponselnya, aku akan mengetahui sepak terjang mereka.

     Muncul lagi notifikasi pesan dari kontak Honey tadi. Langsung saja kubuka.

     "Sayang, lingerie mahal yang kamu berikan lebih bagus dari lingerie yang hilang kemarin lhoo... Lagian dimana juga kamu simpen, sampe lingerie merah untukku hilang."

     Benar dugaanku, lingerie yang kutemui kemarin itu bukan untukku. Bajingan Arza membelikannya buat Zorah. 

     "Kenapa nggak di bales, sayang? Lagian tadi pulangnya kok cepet banget? Sekarang malah pesenku nggak di bales. Gimana sih? Apa kamu takut sama Nadine cupu itu? "

     Cupu katanya? Kamu tidak tahu Zorah, apa yang  bisa dilakukan si cupu ini untukmu. Sekarang kamu boleh merasa lebih di banding aku, tapi di lain waktu akan ku binasakan kalian berdua.

     Terus ku telusuri pesan-pesan terdahulu mereka. Mataku fokus ke pesan mereka beberapa hari yang lalu.

     "Jadi kamu ingin mengajakku ke puncak besok, Mas?" Pesan dari Zorah beberapa hari yang lalu.

     Walaupun itu nama pengirim pesannya bernama Honey, aku bisa menebak dia si empunya nama asli Zorah. Karena nama kontaknya terpampang foto Zorah yang sedang menjulurkan lidah. Hiiii jijik. Gayamu Zorah. Kayak anak pecicisan.

       Ku baca pesan balasan dari Arza,

     "Tentu, pokoknya dua hari kita akan menikmati waktu bersama. "

     "Terus kamu apa alasanmu  pada Nadine?"

     "Kalau urusan wanita bodoh itu mah gampang. Biar aku yang urus. Kamu nggak usah khawatir sayang."

     "Oh ya Mas. Jadikan kamu mau transfer uang buatku ke salon?"

     "Tentu saja sayang. Mas akan kirim sepuluh juta buatmu. Buat kamu sih kenapa nggak?"

     "Tapi Mas nggak potong uang bulanan kan?"

     "Tidak sayang. Sepuluh juta itu, buatmu perawatan seminggu ini. Nanti kalau kurang kamu omong sama Mas.  Untuk uang bulanan pasti Mas kirim full tanpa potongan apapun."

     Sungguh aku merasa di buat sangat tidak adil oleh Arza. Untuk biaya perawatan Zorah saja dia beri sepuluh juta, padahal untuk jatah bulananku saja tidak pernah dia beri mencapai nominal itu.

     Disamping itu mereka membicarakan jatah bulanan buat Zorah. Berarti Zorah mendapatkan uang tetap dari suamiku. 

     Terus ku telusuri pesan-pesan terbaru mereka.

     "Mas, Zorah pengen beli tas keluaran terbaru. Bayarin dong Mas. Kemarin ada temen pake. Masa aku kalah sama dia."

     "Kan Mas udah kasih kartu debit khusus buat kamu kemarin. Kamu bebas memakainya kapanpun dan berapapun kamu suka. Sandinya juga kamu masih inget kan tanggal lahirmu sendiri."

     Kartu debit? Arza memberinya pada Zorah. Aku saja tidak pernah dia kasih kartu debitnya. Keterlaluan nih orang. 

     Eh aku harus mengingat tanggal lahir Zorah. Itu kan pin kartu debitnya. Siapa tahu ini akan mendukung laju rencanaku.

     Aku harus mencari cara bagaimana untuk mendapatkan kartu debitnya, sandinya aku sudah tahu.  

     Tidak mengapa kau membohongi dan mencurangiku Arza. Aku juga akan berbuat curang padamu setelah ini. Aku tidak akan menerima begitu saja pengkhianatanmu.

Bersambung...

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
wow mantap nadine kuras uangnya sebelum dipakai sama sigatel zora
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
sebel sm zorah dasar pelakor
goodnovel comment avatar
andre luis
lanjut,plis jgn pake koin lagi ya,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status