Share

Bab 3

Sudah jam 23.00 malam, kenapa Rara belum juga kembali. Mataku juga sudah mulai mengantuk. Kucoba menghubungi ke nomor ponselnya tidak aktif. Membuat diriku merasa panik. Apalagi dia anak perempuan. Kebetulan aku memiliki nomor Nando, segera ku-hubungi ponsel Nando.

"Allhamdullillah, terhubung."  

"Halo Asalamualaikum." Terdengar suara Nando di seberang telepon.

"Walaikumsalam, Nando. Allhmdullillah diangkat."

"Iya, ada apa, Tante?" tanyanya.

"Nan, apa kamu masih sama, Rara? Kok sudah jam sebelas malam masih belum pulang ya? Tante khawatir," jawabku. Bukan apa, sebab Rara anak perempuan. Jadi wajar kalau aku sebagai Ibu sangat mengkhawatirkannya.

"Waduh, aturan udah pulang diantar sama anak, Pak Adrian, Tante. Tadi acaranya juga selesai pukul 22.00," pungkasnya.

"Ya Allah, kemana ya? Tante panik, Nand. Takutnya Rara dan anak Pak Adrian kenapa-kenapa. Sebab sudah larut malam begini," ucapku cemas. Ada rasa mau minta tolong diantar kembali ke tempat acara tadi. Siapa tahu Rara masih di sana.

"Tante, tenang dulu ya. Apa kita coba susul ke rumah, Pak Adrian?" tawarnya. Tanpa menolak aku pun segera mengiyakan. 

"Ya udah, Tante tunggu di depan rumah. Sepuluh menit lagi, Nando sampai," ucapnya seraya memutuskan panggilan. Segera aku pun meraih kerudung dan memakainya.

⭐⭐⭐⭐

"Asalamualaikum, Tante. Ayok naik," ajak Nando. Aku mengangguk dan segera duduk di atas motornya. 

"Hati-hati, Tante," ucap Nando karena posisiku duduk menyamping.

"Iya, Nand. Terimakasih banyak sudah mau antar Tante ke rumah Pak Adrian. Lagipula kan ini juga menyandung anak beliau. Takutnya kenapa-kenapa karena mereka anak perempuan."

"Iya, Tant. Nando paham kok." Allah, waktu sudah semakin malam. Semoga tidak terjadi apapun dengan gadis semata wayangku itu. Sungguh aku tidak siap kalau Rara sampai kenapa-kenapa. Hanya dia satu-satunya yang kupunya. Harta yang paling berharga sehingga membuatku mampu melanjutkan hidup.

⭐⭐⭐

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Nando menghentikan motornya di depan rumah besar. Aku pun turun karena Nando bilang kami telah sampai. Aku biasa saja melihat rumah sebesar ini, karena dulu pun aku pernah tinggal di rumah yang lebih besar. Hanya saja, justru rumah itu seperti neraka yang akhirnya mampu menyiksa hatiku sampai saat ini. 

"Permisi, Pak!" teriak Aldo. 

"Iya, ada apa?" tanya Satpam rumah yang bernama Yanto. 

"Saya mau menanyakan keberadaan, Rara. Apa masih ada di sini, Pak? Sebab belum sampai di rumah. Katanya tadi mau diantar pulang boleh anak Pak Adrian," jawabku pada Satpam itu. 

"Silahkan masuk." Pak Satpam membukakan pintu gerbangnya, aku dan Nando pun melangkah masuk.

Sampai di depan pintu yang cukup besar, Nando menekan bel rumah. Allah, jantungku berdegup begitu hebat. Semoga Putriku ada di sini.

"Siapa?" Teriak suara perempuan dari dalam. Suara itu, suara dua puluh tahun yang lalu. Mungkinkah dia? Ah tapi tidak mungkin. 

"Siapa sih, Ma. Bertamu malam-malam! Buka, Ma," balas seorang laki-laki. Suara itu seperti aku pernah mendengarnya. Suara yang juga tak asing di telingaku. Sejenak dengkulku melemas, jantungku semakin berdegub cepat tak beraturan.

Krek!

Bola mataku membulat ketika melihat seseorang yang membuka pintu. Gemetar seluruh tubuhku saat kembali lagi melihatnya setelah bertahun-tahun ….

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Abah Pale
click here to visit our
goodnovel comment avatar
Idah Faridah
bikin deg degan
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
duh gimana rasanya liat pelakor nya bahagia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status