Ekstrapart 2 Salah kamar
Penerbangan ke Thailand lumayan lama dan membosankan bagi Taka. Maklum saja, seumur hidupnya belum pernah naik pesawat secara benar-benar terbang di udara. Pernah merasakan naik pesawat saat SMA, saat kunjungan ke Anjungan Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah. Tentu pengalaman kali ini sungguh berbeda dan lebih seru baginya, karena ada sang istri tercinta yang sedari tadi menggandeng mesra tangannya, bahkan sesekali menggoda tangannya untuk berbuat mesum. Semoga pembaca memakluminya ya, namanya juga pengantin baru.
Ketika pesawat sangat besar itu akhirnya mendarat, Taka berjalan seperti robot dengan kepala sedikit berkunang-kunang bersama dengan Anes ke dalam bandara untuk melewati bagian imigrasi
-Dewasa_ Tak perlu ada adegan melucuti pakaian pengantin wanita kali ini, seperti yang biasa ada di dalam novel-novel yang pernah dibaca oleh Anes, karena wanita itu keluar dari dari kamar mandi sudah dengan handuk kimononya. Wajahnya segar sehabis mandi. Yah, setelah puas buang hajat, Anes merasa perlu mandi agar tubuhnya segar dan siap tempur sebentar lagi. Disajikan tampilan istri yang begitu segar dan menggoda, tentu saja jakun Taka naik turun. Tentu saja naik dan turun, kalau naik saja tidak turun-turun itu tandanya Taka sudah tak bernyawa. He he he … Anes berjalan meliak-liuk begitu menggoda di depan suaminya. Sambil menarik ujung rambutnya yang basah dan memainkannya d
Hari ini adalah hari yang paling aku nantikan. Menjadi seorang pengantin dari Julian Adi Permana. Lelaki kaya, tampan, berkelas, dan pewaris tunggal dari Permana. Corp. Julian sudah dua tahun menjadi pacarku. Kedua orang tuaku tentu saja setuju bermenantukan Julian. Karena orang tuanya dan papa adalah teman bisnis di dunia perhotelan.Begitu banyak decak kagum yang aku dengar dari seluruh tamu undangan yang hadir. Hampir semuanya memuji kecantikanku dan ketampanan Julian yang sangat serasi. Kami bak Raja dan Ratu yang begitu cocok bersanding di pelaminan. Ditambah lagi keadaan kami yang sama dalam bidang ekonomi. Sungguh pasangan yang akan menghasilkan keturunan yang berbobot dalam segala hal. Begitu desas-desus yang telingaku tangkap keluar dari mulut mereka.Semua tamu undangan juga nampak puas dengan jamuan yang dihidangkan oleh chef terbaik hotel. Ya, pernikahan kami memang digelar di ballroom hotel milik papa. Baik acara akad, maupun resepsi mewah
Aku hanya bisa menangis pilu di depan Julian dan kedua mertua, serta orang tuaku. Bagaikan maling yang tertangkap basah setelah merampok, begitulah semua mata memandang ke arahku kini. Di sampingku duduk cukup jauh lelaki culun yang ternyata adalah salah satu office boy di hotel milik papaku. Darimana aku tahu dia OB? Dari seragam yang ia kenakan. Lelaki itu tak bersuara sama sekali setelah habis babak-belur dipukuli oleh Julian dan papaku.Aku jijik dengan diriku sendiri dan aku tak bisa membela diri karena sudah ketangkap basah oleh suamiku sendiri. Pembelaan apapun yang aku sampaikan tetap takkan membuatkan aku dimaafkan dan pernikahan ini berjalan dengan semestinya. Bungaku terlanjur gugur di atas tanah milik orang lain.“Apa benar kamu tidak mengenalnya, Nes?” tanya Julian padaku dengan suara bergetar. Wajah lelaki yang aku cinta itu nampak begitu kecewa dan terluka, dan hal itu tentu membuatku semakin terpukul.“Percaya, Mas.
Aku sudah tak sanggup lagi untuk berdiri. Tulang-belulangku serasa akan lepas dari tempatnya karena merasakan kesedihan yang luar biasa. Papa bahkan harus menggendongku masuk ke dalam rumah lain yang berada tak jauh dari rumah utama keluargaku. Terpaksa papa membawaku pulang ke sani, agar semua keluarga tidak terkejut dengan kondisiku yang sangat menyedihkan. Jangankan untuk berjalan, air saja tidak bisa diterima oleh mulutku.Semua hancur dan itu karena kesalahanku. Sampai saat ini aku pun bingung dengan yang terjadi. Kenapa bisa aku seperti orrang bilang akal saat memasuki kamar yang ternyata salah. Kamar pengantinku dengan Julian, ternyata berada persis di sebelah kamar yang akau masuki. Karena sakit kepala begitu hebat dan pandangan yang samar, aku tak mampu berpikir lain soal kamar itu.Ditambah aku tak paham dengan rasa gelisah yang menyandera seluruh tubuhku ini. Hingga tak sadarkan diri dengan siapa aku melabuhkan mahkotaku.&ld
Aku terus saja mematut diri di cermin. Tak ada yang menarik di seluruh tubuhku saat dua hari aku terpuruk di dalam kamar dan tak ingin bertemu dengan siapapun. Papa, Mama, Bunda, dan adik-adikku yang akhirnya tahu kejadian yang menimpaku, mereka terus mencoba menguburku, tetapi aku masih belum mampu untuk bertemu dengan mereka.Aku merasa kotor dan menjijikkan. Sungguh sangat memalukan apa yang telah aku lakukan malam itu. Seandainya waktu dapat kuputar kembali, tentu aku akan bersabar menunggu Julian yang berbincang dengan teman-temannya. Namun, semua telah terjadi dan aku tidak tahu bagaimana kehidupan pernikahan ini ke depannya. Julian memang sudah mengucap talak satu untukku, tetapi aku berharap lelaki itu masih memberi maaf padaku dan mau menerimaku apa adanya.Langkahku sangat lemah turun dari ranjang. Kugapai ponsel yang sengaja ku matikan sejak dua hari yang lalu. Dalam hati kuberharap, ada kabar baik dari lelaki yang sampai saat ini masih sah sebagai suamiku.
Tak sabar rasanya aku ingin segera dijemput oleh Julian. Kami tidak jadi bercerai dan dia memaafkanku. Sedikit aneh memang, karena begitu mudahnya ia memaafkan keteledoranku. Namun, aku tidak mau terlalu ambil pusing dengan semua itu, yang penting saat ini aku bisa kembali menyandang status sebagai Istri dari Julian Adi Permana.Aku berjanji di dalam hati akan menjadi istri yang baik dan patuh pada suami, dan aku juga akan mencoba memperbaiki kesalahan satu malamku dengan memberikan yang terbaik untuk Julian.Pakaian yang berserakan sudah aku masukkan kembali ke dalam koper. Kamar yang kutempati beberapa hari ini juga sudah aku rapikan, dan hal yang paling utama aku lakukan adalah memberitahu Mama, Bunda, Papa, bahwa aku tidak jadi diceraikan dan akan segera dijemput oleh suamiku.Berulang kali aku mengintip keluar jendela menanti kedatangan Julian yang sudah siang, tetapi belum datang juga. Perutku sudah mulai lapar karena rasa sedih yan
Rumah benar-benar sepi. Tak ada siapapun di rumah ini yang mengajakku bicara, selain Bik Darsih. Waktu sudah semakin larut dan aku tidak juga bisa memejamkan mata. Berulang kali aku mengintip halaman depan, berharap mobil Julian datang, tetapi hingga waktu tepat pukul dua belas malam, lelaki itu belum ada tanda-tanda pulang ke rumah.Kak Mira juga tidak ada. Biasanya wanita itu selalu ada di rumah saat aku berkunjung ke sini. Benar-benar aku kesepian. Berbeda sekali dengan keadaan di rumahku yang banyak orang. Adik-adikku selalu saja ramai berdebat, atau meributkan hal yang tidak penting.Kuputuskan untuk mematikan lampu kamar dan langsung tidur saja. Semoga besok pagi Julian sudah kembali dan kami bisa membicarakan hal ini dengan kepala dingin. Baru saja mulai memejamkan mata, tiba-tiba sekelebat bayangan lelaki asing yang menyentuhku dan mengambil keperawananku, lewat di kepalaku.Mataku terbuka lebar karena kaget sekaligus takut. Semua masih menjadi mis
“Apa maksud pembicaraan ini? Apa yang terjadi dengan Kak Mira?” tanyaku dengan suara bergetar. Mati-matian aku menopang berat tubuh ini dengan berpegangan pada daun pintu, agar tidak jatuh pingsan. Bukannya menjawab, Kak Mira malah pergi meninggalkan kami begitu saja sambil terisak;entah disengaja atau tidak, tubuh kami saling bertabrakan dan dia terlihat masa bodoh.Julian menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. Kakinya melangkah menuju meja kerja, lalu duduk di kursi kebesarannya.“Mas, ada apa dengan Kak Mira? Kenapa Mas harus tanggung jawab?!” tanyaku lagi dengan suara tinggi. Air mata sudah siap tumpah membanjiri lantai ruang kerja suamiku.Hatiku berkata, bahwa ada yang tidak baik sudah terjadi antara Kak Mira dan Julian. Namun, lelaki itu hanya membuang pandangan, serasa begitu jijik melihatku. Sengaja aku mendekat ke arahnya, lalu menatapnya dengan penuh air mata.“Katakan, Mas! Jujur