Share

2. Kemarahan Julian

Aku hanya bisa menangis pilu di depan Julian dan kedua mertua, serta orang tuaku. Bagaikan maling yang tertangkap basah setelah merampok, begitulah semua mata memandang ke arahku kini. Di sampingku duduk cukup jauh lelaki culun yang ternyata adalah salah satu office boy di hotel milik papaku. Darimana aku tahu dia OB? Dari seragam yang ia kenakan. Lelaki itu tak bersuara sama sekali setelah habis babak-belur dipukuli oleh Julian dan papaku.

Aku jijik dengan diriku sendiri dan aku tak bisa membela diri karena sudah ketangkap basah oleh suamiku sendiri. Pembelaan apapun yang aku sampaikan tetap takkan membuatkan aku dimaafkan dan pernikahan ini berjalan dengan semestinya. Bungaku terlanjur gugur di atas tanah milik orang lain. 

“Apa benar kamu tidak mengenalnya, Nes?” tanya Julian padaku dengan suara bergetar. Wajah lelaki yang aku cinta itu nampak begitu kecewa dan terluka, dan hal itu tentu membuatku semakin terpukul. 

“Percaya, Mas. Aku tidak kenal lelaki ini,” jawabku sambil terisak. 

“Tapi kenapa kamu bisa tidur bersamanya? Kamu bahkan memeluk lelaki ini sangat erat tadi. Katakan! Tolong jangan sembunyikan apapun dariku.” Tangan Julian nampak terkepal. Papa tak bisa membelaku kali ini, karena tadi ia pun ada di dalam kamar menyaksikan putrinya ini telah menghancurkan hidupnya. 

“Aku tidak tahu, Mas. Aku hanya ingat, Mama bilang kamarku ada di depan lift, jadi aku masuk saja. Kepalaku sakit dan mataku berkunang-kunang. Tak jelas aku memperhatikan kamar dan tanpa sadar aku ….” 

“Sudahlah! Jangan diteruskan, karena sangat tidak masuk akal. Terlalu drama seperti ratusan novel yang kamu beli sia-sia itu. Aku takkan pernah percaya lagi padamu Nes. Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Apa aku kurang? Hah? Apa salahku, Nes?!” 

“Mas, maafkan saya. Jangan seperti ini. Saya  rela melakukan apa saja asal mas mau memaafkan saya. Benar-benar saya tidak tahu kenapa bisa seperti ini, Mas. Tolong maafkan saya,” rengekku pilu sambil bersimpuh di kakinya. Erat kupeluk kedua kakinya dan mencium punggung kaki lelaki yang demi Tuhan sangat aku cintai. 

Lelaki itu bergeming. Ia menangis dan itu membuat hatiku semakin sakit. Aku merangkak memohon ampun pada papaku yang juga terlihat sangat terpukul. Aku memeluk kedua kakinya sambil berlinang air mata. “Papa tahu Anes’kan? Anes anak Papa penurut ini, tidak mungkin melakukan hal menjijikkan seperti ini’kan? Papa harus percaya Anes. Plis, Papa!” tangisku pecah kembali saat lelaki paruh baya itu menunduk sambil ikut meneteskan air mata. 

“Mas, saya mohon maafkan saya. Saya benar-benar tidak mengenali lelaki bajingan ini. Maafkan saya.” Tangisku terus saja mengisi kamar hotel yang sangat mengerikan bagiku. 

“Bagaimana cara aku memaafkan penghiatan keji seperti ini,Nes? Aku mencarimu ke mana-mana, tetapi tidak bisa aku temukan. Aku bagai orang gila menyusuri semua bagian hotel untuk mencarimu. Sampai papa mengatakan untuk mengecek CCTV untuk mencari keberadaanmu dan ternyata aku terlambat. Kesalahanmu tak bisa dimaafkan, Nes,” ujar Julian sambil menahan tangis. 

“Mas, tolong jangan seperti ini! Tolong maafkan saya. Apapun akan saya lakukan agar Mas mau memaafkan saya.” Aku kembali bersimpuh di kedua kakinya. Memohon belas kasihnya dengan penuh kepiluan. Tak lagi kurasakan perih di bagian intimku akibat berbuat zina dengan lelaki yang bukan suamiku. 

“Jika kamu bisa menghapus bercak merah di leher kamu itu dan mengembalikan bercak darah perawan yang ada di ranjang sana, maka aku akan memaafkanmu. Jika tidak bisa, lebih baik kita bercerai. Kamu saya talak.” 

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status