Share

6. Kak Mira meminta pertanggungjawaban Julian?

Rumah benar-benar sepi. Tak ada siapapun di rumah ini yang mengajakku bicara, selain Bik Darsih. Waktu sudah semakin larut dan aku tidak juga bisa memejamkan mata. Berulang kali aku mengintip halaman depan, berharap mobil Julian datang, tetapi hingga waktu tepat pukul dua belas malam, lelaki itu belum ada tanda-tanda pulang ke rumah.

Kak Mira juga tidak ada. Biasanya wanita itu selalu ada di rumah saat aku berkunjung ke sini. Benar-benar aku kesepian. Berbeda sekali dengan keadaan di rumahku yang banyak orang. Adik-adikku selalu saja ramai berdebat, atau meributkan hal yang tidak penting.

Kuputuskan untuk mematikan lampu kamar dan langsung tidur saja. Semoga besok pagi Julian sudah kembali dan kami bisa membicarakan hal ini dengan kepala dingin. Baru saja mulai memejamkan mata, tiba-tiba sekelebat bayangan lelaki asing yang menyentuhku dan mengambil keperawananku, lewat di kepalaku. 

Mataku terbuka lebar karena kaget sekaligus takut. Semua masih menjadi misteri dan aku harus mencari tahu, kenapa lelaki itu bisa ada di kamar hotel dengan keadaan setengah tidak sadar seperti diriku? Papa! Ya ampun, aku melupakan video rekaman CCTV yang belum lama beliau kirimkan. Dengan rasa tak sabar, aku langsung turun dari ranjang dan meraih ponselku yang berada di atas meja rias. 

Begitu tak sabarnya aku menunggu video itu ditayangkan oleh ponselku. Dengan cemas kugigit pelan ibu jari sambil mondar-mandir di dalam kamar. Video pun berputar dengan gerakan terputus-putus. Ya Tuhan, aku merasa begitu ketakutan saat ini. Nampak lelaki berseragam office boy memegang alat kebersihan masuk ke dsalam kamar yang sepertinya memang akan dia bersihkan. 

Terlihat juga dia sedikit sempoyongan saat melewati lorong, lalu masuk ke dalam kamar dan tak keluar lagi untuk beberapa lama. Saat itu aku yang juga sempoyongan malah masuk ke dalam kamar yang dimasuki office boy itu, tentu saja tidak tertutp rapat, karena memang dia mungkin sedang bersih-bersih. Berarti, ada yang menjebak kami? Tapi siapa? Kenal lelaki itu saja tidak. Bagaimana kami bisa dijebak dengan cara licik seperti ini? Kuremas rambut dengan kuat. 

Semua ini begitu rumit dan penuh tanda tanya. Jika aku tidak punya musuh, tetapi Julian aku tidak tahu. Apakah ini jebakan mereka untuk menghancurkan reputasi dua hotel mewah milik keluarga kami?

Kurasakan kepala ini kembali berputar. Aku memutuskan untuk membicarakan ini pada Julian besok. Semoga dengan bukti ini bisa membuka mata hatinya, bahwa aku sepenuhnya tidak bersalah. Aku dan lelaki tak kukenal itu dijebak. Kami adalah korban. 

Keesokan harinya, aku bangun pagi seperti biasa. Mandi dan langsung salat Subuh. Aku yakin rumah masih dalam keadaan sepi, sehingga aku memutuskan keluar dari kamar sampai langit pagi memunculkan sinar terangnya. Sambil menunggu terang, aku kembali memutar video rekaman CCTV.

Pesan masuk dari papaku yang mengatakan CCTV dapur OB sedang mati, jadi tidak bisa ditemukan bukti apa yang membuat lelaki yang bernama Taka bisa setengah tak sadar ada di dalam kamar. 

“Kamar baru ditinggal check out tamu dan lelaki itu yang berugas membersihkannya.” 

Pesan papa kali ini membuatku sedikit mersa terpojok. Benar saja, jika aku tidak sempoyongan dan masuk ke dalam kamar yang seharusnya, pastilah hal seperti ini tidak akan terjadi. Julian pasti akan menyalahkanku dan bisa saja dia semakin lama untuk memaafkanku. Lalu aku harus apa? Dengan rasa tak sabar, aku memencet nomor kontak papa.

[“Halo, Pa. Papa sudah bertanya pada lelaki sialan itu, bagaimana dia bisa bekerja dalam keadaan setengah tak sadar?”]

[“Lelaki itu mengatakan tidak tahu. Kamu tidak perlu khawatir, karena dia sudah dipenjara. Julian yang melaporkannya.”]

[“Pa, bagaimana kalau dia juga dijebak? Pa, bantu Anes. Anes bingung harus bagaimana?”] 

[“Sabar ya, Sayang. Papa sedang sudah minta tolong teman untuk menyelidiki ini semua. Semoga segera ada kabar baik.”]

[“Ya udah, kabari Anes secepatnya ya, Pa. Dah, Papa.”]

Sedikit ada rasa lega saat tahu lelaki yang tidur bersamaku sudah dipenjara. Ditambah lagi, Papa sudah menyuruh orang untuk menyelidiki kasus ini. Semoga segera ada titik terang dan hubunganku dengan Julian bisa kembali seperti sedia kala. Kulihat langit di luar sana sudah lebih terang. Kuputuskan untuk keluar kamar dan menikmati udara pagi dengan berkeliling di halaman rumah mertuaku sebelum sarapan.

Julian memelihara kura-kura raksasa dan juga ada kelinci jenis Lop dan English Spot. Jenis kelinci termahal yang dipelihara oleh Julian. 

Sambil bersenandung, aku menuruni anak tangga. Sepi, tak ada siapapun di sekitar rumah. Hanya terdengar sedikit keriuhan dari dapur utama. Sepertinya para pembantu keluarga Julian sedang menyiapkan sarapan.

“Sudah, Kak Mira jangan menangis. Saya akan pikirkan bagaimana caranya. Tenang ya? Secepatnya saya akan beritahu Anes.” Itu suara Julian sedang berbicara dengan Kak Mira. Aku tahu karena Julian yang memanggilnya Kak. Julian dan Kak Mira sangat dekat, walau mereka tidak sedarah.

Sehingga aku pun dekat juga dengan wanita yang lebih tua tiga tahun dari suamiku itu. 

Suara isakan terdengar dari ruang kerja Julian di lantai bawah. Tunggu, berarti suamiku sudah pulang? Lalu kenapa Kak Mira menangis? Dengan kaki telanjangku, pelan dan hati-hati aku mendekat pada ruangan itu. menempelkan telinga di daun pintu, berharap bisa menguping pembicaraan mereka.

“Semua ini karena Anes. Kakak tidak tahu harus bagaimana sekarang? Bagaimana jika Kakak hamil?”

“Saya akan tanggung jawab, Kak. Saya pasti akan mempertanggung jawabkan kesalahan saya. Kakak harus percaya.” 

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status