“Apa maksud semua ini, Julian? Kamu menikah lagi tanpa minta ijin dariku? Keterlaluan!” tanganku terkepal menahan tangis. Aku tidak mau dianggap lemah oleh semua keluarga Julian. Sudah cukup beberapa hari ini perasaanku terombang-ambing dengan sikap mereka.
Semua yang ada di bawah sana, tentu saja sontak menoleh ke arahku dengan tatapan tidak suka. Namun tidak dengan Kak Mira;wanita yang tengah memakai kebaya putih itu menunduk malu tanpa berani menoleh ke arahku.
“Aku minta kamu masuk, Anes!” suara Julian mendikteku. Kaki ini serasa melayang, berjalan mendekati mereka. Nampak Julian sedikit gugup, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Sorot mataku tajam menatap delapan orang di sekelilingku secara bergantian. Lalu aku berhenti pada Julian.
“Aku tidak pernah tahu apa maksud semua ini? Aku tidak pernah merasa bajingan saat menjadi pacar kamu sekian tahun, dan karena kesalahan satu malam yang seperti disengaja, kamu
Kusambar tas selempang yang berisi dompet dan dua ponsel. Dengan berlari, aku menuruni anak tangga, bukan hanya satu anak tangga melainkan dua anak tangga sekaligus.BrughAku jatuh tersungkur sesaat. Namun itu tak menyurutkan semangatku untuk menyusul Julian yang mobilnya belum keluar dari pekarangan rumah. Aku bangkit kembali, lalu berlari dengan sekencangnya menuju mobil yang sudah siap dikendarai oleh Mang Ismun."Mau apa kamu, Anes?" tanya Bu Dian; mama mertuaku, sekaligus mama mertua Kak Mira. Semua mata memandang aneh dan tak suka padaku. Apa aku peduli? Tentu tidak. Tanpa menjawab pertanyaan mertua, sekaligus tatapan heran Julian, aku masuk ke dalam mobil yang akan membawa pasangan mesra ini untuk berbulan madu."Keluar! Mau apa, Kamu?" Dengan kasarnya, Julian menarik tanganku keluar dari dalam mobil, tetapi aku berpegangan pada sandaran jok, hingga lelaki itu kesulitan menarikku kel
Aku terdiam memandang deburan ombak di pesisir pantai, tepat di depan cottage tempatku menginap saat ini. Langit yang tadi berwarna terang, sudah berubah jingga. Namun tak membuat pengunjung pantai beranjak dari tempat duduk mereka. Ada yang bersenda gurau dengan anggota keluarganya. Ada pula yang berasik-masyuk dengan pasangannya.Wajah kebarat-baratan cukup mendominasi pemandangan mataku saat ini. Tawa lepas dan juga rona merah malu-malu para wanita yang sedang berbincang dengan pasangannya, membuat hati ini teriris. Mau apa sebenarnya aku datang ke sini tanpa pasangan? Jika hati ini mengatakan untuk menghibur diri, sungguh sangat tidak tepat aku membohongi diriku sendiri. Bagaimana bisa aku berlibur disaat membayangkan bulan madu suamiku dengan wanita lain?TokTok“Room service,” suara di balik pintu kamar, membuatku menoleh. Tepat di atas pintu ada j
"Cih! Berlagak menjadi pahlawan. Gak bakalan uang lima ratus ribu kamu, bisa mengembalikan masa depanku yang sudah hancur!" hardikku sambil meraih kasar pakaian yang ada di dalam kantong belanja. Masa bodoh dengan lelaki itu yang terdiam sembari menunduk.Jika tidak karena dompetku yang kecopetan, tidak akan mungkin aku mau memakai uang lelaki bajingan itu untuk membayar belanjaku. Kenapa harus dia yang kutemui di sini? Bukannya lelaki lain, mantan pacarku mungkin, atau teman yang cukup dekat denganku.Sengaja kaki ini melangkah lebar meninggalkan area pertokoan. Dengan membuka sandal jepit, aku berjalan menyusuri bibir pantai. Menikmati angin pagi yang begitu kencang dan juga hawa dingin yang menusuk kulit. Walau cuaca terasa seperti musim hujan, tetapi matahari bersinar cukup terang.Debur ombak yang berayun ke arahku, membuat hati ini ikut merasakan gembira. Untuk sementara, isi kepalaku bisa melupakan kesedihan akan na
"Ups ... Sori, terlepas dari tangan saya. Oh, hai ... Kalian ada di sini juga? Saya kirain tertinggal di bandara," tukasku berpura-pura masa bodoh. Langsung aku berbalik badan dan kembali masuk ke dalam kamar. Hati ini panas dengan kelakuan Julian dan juga Mira. Sayang sekali, vas bunga tadi, tidak tepat jatuh di atas kepala Julian ataupun Mira. Jika tidak, itu rasanya lumayan memberi kepuasan padaku.Tak kudengar suara apapun di bawa sana. Itu pertanda, suamiku dengan istri mudanya, tidak menghiraukan perbuatanku. Dapat kupastikan, saat ini juga, keduanya hengkang dari cottage ini."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ponsel tidak punya, duit sisa delapan puluh ribu. Dompet hilang. Untung udah bayar penginapan untuk satu pekan. Kalau tidak, bisa-bisa aku diusir." Perut ini pun tiba-tiba terasa lapar. Kulirik dua bungkus roti yang masih utuh. Segera kusambar untuk mengisi lambungku yang kosong. Makan pun seperti tidak bernapas. Aku benar-benar kelaparan. L
Tak semua hal yang terjadi dalam kehidupanku, bisa aku bagikan pada keluarga, terutama kedua orang tuaku. Tidak akan sampai hati ini, memberi beban pikiran, karena nasib putri mereka yang saat ini, tengah dicampakkan oleh lelaki yang telah mereka percaya bisa menggantikan posisi keduanya.Aku termasuk orang yang beruntung, karena walau dirundung masalah, setidaknya aku masih bisa berpikir waras. Bukan malah lompat dari jembatan untuk mengakhiri hidup. Itu semua aku lakukan, demi kedua orang tuaku yang yang selalu sayang dan percaya padaku. Cukup sudah aku membuat mereka malu dengan kejadian memalukan di hotel. Tidak sanggup diri ini menambah kesedihan mereka.Aku harus mengambil tindakan sendiri untuk membuktikan, bahwa aku dijebak dan bisa juga lelaki yang tengah duduk di depanku ini, juga dijebak."Jadi, berapa usiamu?" tanyaku setelah lima belas menit, hanya memandang tajam lelaki itu dalam diam."Dua puluh tiga tahun, Nona," jawabnya masih sambi
POV AuthorAnes masih tertawa terpingkal-pingkal karena ulah Taka. Ucapan pemuda polos itu membuat Anes yang seharusnya sangat terluka, mejadi tergelak tiada henti bagai orang gila. Taka hanya bisa menatap wanita aneh di depannya, tanpa tahu sebab. Dia tidak merasa ada yang salah dengan ucapannya, tetapi kenapa wanita di epannya ini sangat aneh. Mereka sudah berlari sampai di bibir pantai. Tak ada yang memperhatikan keduanya karena semua orang sibuk dengan acara mereka masing-masing.“Non, saya harus balik ke dapur ya. Besok lagi aja dilanjutkan. Saya gak bisa lama-lama. Ini saja, saya bilangnya ijin buang air,” terang Taka dengan wajah memelas. Anes yang tertawa sampai membungkuk, akhirnya meluruskan tubuhnya. Kedua tangannya naik ke pipi, untuk memijatnya sekilas. Pipi nya terasa pegal karena tertawa. “Kamu pemuda aneh!” kembali Anes menggelengkan kepalanya.“Ya udah, Non. Saya balik
Matahari mulai terbenam dan sorot lampu menyinari ruang perawatan kelas tiga. Anes duduk di kursi penunggu pasien. Berjarak cukup jauh dari Taka yang saat ini masih terlelap di atas brangkar. Wajah pemuda itu pucat dan Anes baru menyadari tubuh kurus milik pemuda itu. Dokter sampai menanyakan, apakah Taka berpuasa sepanjang hari?Hal ini yang ketika Taka bangun, akan segera ia tanyakan. Pemuda yang semakin hari, membuatnya semakin yakin, bahwa dia tidak bersalah. Ada orang yang menjebak mereka berdua.Saat Anes berbalik untuk membeli minuman di kantin rumah sakit, pemuda itu terbangun dan bergumam. "Di mana saya?" suara serak yang dapat ditangkap jelas oleh telinga Anes. Wanita itu menghentikan langkah, lalu berbalik manatap Taka."Di rumah sakit. Kamu pingsan saat kita memasuki Kota Surabaya, sehingga aku memutuskan untuk membawa kamu ke rumah sakit," terang Anes dengan suara datar. Wanita itu memilih berjalan mendekat pada Taka. Menatap kasih
POV AnesHal yang belum pernah kulakukan selama hidupku adalah menunggui orang sakit yang tidak cukup kukenal. Saat Julian dirawat beberapa pekan sebelum kami menikah, aku pun tidak menungguinya, hanya menjenguknya sesekali. Saat Mas Doni dirawat karena operasi usus buntu, aku pun tidak menungguinya sepanjang hari, karena sibuk dengan toko aksesoris rambut yang baru saja buka cabang di Mangga Dua.Berkat buat Taka, seorang pengusaha muda dan cantik sepertiku, malah sedang menjaganya siang dan malam selama tiga hari ini. Bosan sudah pasti. Ingin tidur di ranjang besar di dalam rumah. Berenang di kolam dan shopping aneka barang. Hidupku sangat rumit sejak menikah, untuk bernapas lega pun rasanya sulit. Mata lelaki itu masih terpejam. Taka tidur setelah diberikan obat nyeri oleh dokter. Kondisi tubuhnya memang sudah lebih sehat, tetapi tidak untuk kedua pahanya yang masih perlu mendapat perawatan. Paling tidak, surat ijin untuk keluar dari rumah sakit besok,