Share

Bagian 4

Semoga hati Mayang baik-baik saja. 

Tepat pukul setengah delapan bel rumah berbunyi, tanpa bertanya-tanya aku sudah tau kalau yang datang itu Pak Rendra. Aku segera keluar kamar dan membuka pintu. Aku kaget Ketika Pak Rendra berdiri depan pintu sambaing memamerkan kresek yang aku Yakini isinya martabak.

Penampilan beliau mala mini benar-benar seperti anak muda. Dia memakai celana pendek warna mocca dan kaos warna putih. Gila kelihatan ganteng banget. Ehh ingat Cuma atasan.

“Mau berdiri di sini minum kopinya?” Suara Pak Rendra membuyarkan lamunanku.

“Ehh silakan masuk pak,” Aku geser sedikit agar Pak Rendra bisa masuk “kenapa repot-repot bawa makanan segala pak.” Aku merasa sungkan Ketika atasan masuk rumahku, jelas-jelas hubungan hanya bawahan dan atasan. Tapi kalau seperti ini malah kesannya seperti sedang pendekatan. Halu doang sih.

“Mau ngopi di depan, di ruang tamu apa di taman belakang Pak?” Aku mempersilakan pak Rendra untuk memilih.

“Di ruang tengah saja boleh.”

“Pak Rendra mau minum kopi varian apa?”

“Di sini warung kopi ya sampai kamu meminta saya untuk memilih, kalau saya memilih hati kamu boleh?”

“Ehh.” Aku kaget saat Pak Rendra menjawab dengan jawaban yang tidak masuk akal. “Bapak becandanya kelewatan.” Aku menyamarkan suara agar tidak terlihat gugup.

“Kalau kelewatan tinggal puter balik kan bisa, asal hati yang dituju masih sama.” Pak Rendra menjawab dnegan ekspresi senyum-senyum.

Halah, bucin ini mah namanya. Hati dan jantung tolong tenang dulu ya, jangan baper, ingat di atasan kamu bukan gebetan kamu.

“Baik, kalau bapak tidak memilih saya buatkan rasa hazelnut ya pak? Bapak tunggu sebentar.”

Saat aku membawa dua cangkir kopi di ruang tengah Pak Rendra sudah tidak ada, aku lihat ternyata beliau sudah duduk di ayunan depan.

“Maaf ya, saya pindah sini setelah saya lihat sepertinya di sini nyaman. Kamu gak keberatan kan?”

“Enggak lah Pak, kan tadi saya meminta bapak untuk memilih. Mau di taman belakang juga boleh, tapi hanya kecil. Maaf kalau rumahnya membuat bapak kurang nyaman, mungkin beda dengan rumah bapak yang ada di depan situ.” Aku tersenyum agar mencairkan suasana tidak kaku.

“Gak juga, tapi memang agak luas sedikit sih. Tapi ini rumah kamu nyaman sekali. Semua tertata dengan rapi.”

“Terima kasih atas pujiannya Pak, bapak orang pertama yang memuji rumah saya.” Aku memang jujur, karena dari dulu tidak ada yang memuji rumah saya ini nyaman, orang-orang akan mengatakan kalau rumah saya ini terlalu kecil dan sempit, padahal kalau dibilang untuk saya pribadi mah sudah cukup. Sangat cukup. Yang tinggal hanya aku sendiri sudah pasti sangat cukup lah. Kalau se RT itu baru terlihat sempit.

Pak Rendra menatapku intens “Kamu sudah berapa lama tinggal di sini?”

Duhh ditatap seperti ini membuat hati gemeter. Bisa gak sih kalau natapnya biasa aja. Ini sampai kepala miring-miring juga. Duhh Pak, jangan bikin hati bawahan bapak baper lo, nanti gak mau tanggung jawab sama saja kan. PHP.

“Sudah lumayan lama Pak, waktu itu kan sama sama freelance editor kuliah semester lima, kemudian karena saya mikir biaya kost juga semakin mahal saya bilang ke orang tua kalau mau kredit rumah kecil-kecilan. Terus orang tua yang bayarin uang muka saya yang nyicil pakai uang kerja  freelance. Jadi sudah lima tahun tinggal di sini Pak. Kenapa ya Pak?”

Pak Rendra hanya manggut-manggut mendengar ceritaku. Tapi kenapa juga aku tadi menceritakan ke Pak Rendra, jelas-jelas kalau di kantor dia atasanku sedangkan saat ini beliau sebagai tetangga baruku.

“Silakan diminum Pak, nanti kopinya keburu dingin.” Aku mempersilakan Pak Rendra mencicipi kopi bikinanku.

“Gak papa kopinya yang dingin, asalkan kamu selalu hangat.” Pak Rendra mengambil cangkir kopi dan mencicipinya. “Enak” saya suka. Rasa manisnya pas. Kamu belajar dari siapa?”

Duhh lag ikan, mulai bikin anak orang baper, kalau gak mau tanggung jawab jatuhnya seperti ke prank dong aku.

“Masak sih pak? Banyak yang bilang juga sih kalau kopi bikinan saya enak. Saya hanya belajar dari youtube Pak. Receh banget ya Pak.”

“Banyak? Bearti sering dong yang kamu bikinin kopi?”

Pernyaan ini seharusnya gak perlu ditanyakan Pak, malah kepo kalau bapak tanya seperti ini. Mau aku jawab tapi gimana tidak dijawab juga gak sopan.

“Iya Pak banyak, keluarga kalau lagi main di Jogja, Danu, dan Gadis. Mereka yang sering minum kopi buatan saya Pak.”

“Ohhhh…” Pak Rendra sambal manggut-manggut, merasakan beberapa sesapan kopi yang dia nikmati.

Heran aku, kenapa ada laki modelan kayak gini. Tanyanya randem banget, baru juga kenal satu hari, sudah banyak tanya dan membiarkan aku menerka-nerka membuat hati anak orang baper.

Banyak yang kita obrolkan malam ini, Pak Rendra terlihat sangat ramah dan baik. Bukan terlihat seperti atasan saya, tapi malah seperti teman. Jangan sampai hati ini baper ya Allah, aku belum siap jika harus patah hati lagi.

“Yang” suara Pak Rendra memecahkan lamunanku.

“Iya Pak?” Aku jawab sambal menaikkan alis.

“Kamu lulusan Universitas Negeri kan?

Pertanyaan Pak Rendra membuatku membelakkan mata. Ko Pak Rendra bisa tau. Belum aku menjawab pertanyaan beliau, beliau langsung mengajak aku berjabat tangan “Saya Abi, lain kali jangan telat ya. Besok jangan lupa di bawa tugas untuk pengganti hukuman.” Pak Rendra senyum-senyum saat aku melongo tak percaya bahwa adegan itu terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu. Dia masih ingat. Rasanya seperti jevavu saat melihat senyum Ketika menyebut Namanya “Abi”.

Ya ampun, ternyata orang yang di depan ku ini Kak Abi, kakak tingkat paling baik hati saat kuliah dulu, ehh rapat saat OSPEK karena selama kuliah aku jarang ketemu sama dia, dia dulu ketua HIMA PBSI. Kenapa aku bisa lupa ya, sepertinya Gadis juga lupa kalau Pak Rendra ini adalah Kak Abi yang dulu jadi pujaan para maba termasuk aku.

“Melamunnya udah Yang, aku balik dulu ya. Udah jam setengah Sembilan. Terima kasih kopinya. Lain kali aku boleh ya minta tolong buatin kopi. Kopinya bikin nagih.” Pak Rendra berbisik di telingaku.

Aku bergedik ngeri. Ko bisa seperti ini. Tuhan tolong amankan Hati ini.

Ternyata yang saat ini menjadi atasan saya adalah Kak Abiyasa Narendra. Siapa yang tidak kenal dengan beliau. Saat menjadi mahasiswa dia sangat terkenal. Bahkan pacarnya siapa semua mahasiswa bisa tau. Aku masih ingat dulu Ketika ada gossip kalau Pak Rendra pacarana dengan Kak Ratu, pasangan yang serasi. Cantik dan ganteng bahkan sampai mereka lulus pun masih sering dibicarakan dengan mahasiswa angkatanku.

Aku yang dulu hanya memuja dia dari kejauhan saat ini bisa ngobrol dengannya secara nyata, rasanya seperti ini. Tapi aku tau diri, gak mungkin juga dia belum punya pacar. Ganteng, kerjaan okay, rumah ada, pemikiran dewasa sangat mustahil jika dia belum punya pacar. Lagi dan lagi aku harus mengubur perasaan ini lagi.

Sebenarnya dulu hanya kagum saja, karena waktu itu aku masih menjalin hubungan dengan Rifki. Kalau saat ini aku belum tau apakah hati ini akan diam apa perlahan jalan agar bisa sampai dihatinya.

Aku memukul-memukul pipiku. “Sadar May, dia itu terlalu jauh untuk kamu gapai.” 

Yogyakarta, 30 Juni 2021

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status