Semoga hati Mayang baik-baik saja.
Tepat pukul setengah delapan bel rumah berbunyi, tanpa bertanya-tanya aku sudah tau kalau yang datang itu Pak Rendra. Aku segera keluar kamar dan membuka pintu. Aku kaget Ketika Pak Rendra berdiri depan pintu sambaing memamerkan kresek yang aku Yakini isinya martabak.
Penampilan beliau mala mini benar-benar seperti anak muda. Dia memakai celana pendek warna mocca dan kaos warna putih. Gila kelihatan ganteng banget. Ehh ingat Cuma atasan.
“Mau berdiri di sini minum kopinya?” Suara Pak Rendra membuyarkan lamunanku.
“Ehh silakan masuk pak,” Aku geser sedikit agar Pak Rendra bisa masuk “kenapa repot-repot bawa makanan segala pak.” Aku merasa sungkan Ketika atasan masuk rumahku, jelas-jelas hubungan hanya bawahan dan atasan. Tapi kalau seperti ini malah kesannya seperti sedang pendekatan. Halu doang sih.
“Mau ngopi di depan, di ruang tamu apa di taman belakang Pak?” Aku mempersilakan pak Rendra untuk memilih.
“Di ruang tengah saja boleh.”
“Pak Rendra mau minum kopi varian apa?”
“Di sini warung kopi ya sampai kamu meminta saya untuk memilih, kalau saya memilih hati kamu boleh?”
“Ehh.” Aku kaget saat Pak Rendra menjawab dengan jawaban yang tidak masuk akal. “Bapak becandanya kelewatan.” Aku menyamarkan suara agar tidak terlihat gugup.
“Kalau kelewatan tinggal puter balik kan bisa, asal hati yang dituju masih sama.” Pak Rendra menjawab dnegan ekspresi senyum-senyum.
Halah, bucin ini mah namanya. Hati dan jantung tolong tenang dulu ya, jangan baper, ingat di atasan kamu bukan gebetan kamu.
“Baik, kalau bapak tidak memilih saya buatkan rasa hazelnut ya pak? Bapak tunggu sebentar.”
Saat aku membawa dua cangkir kopi di ruang tengah Pak Rendra sudah tidak ada, aku lihat ternyata beliau sudah duduk di ayunan depan.
“Maaf ya, saya pindah sini setelah saya lihat sepertinya di sini nyaman. Kamu gak keberatan kan?”
“Enggak lah Pak, kan tadi saya meminta bapak untuk memilih. Mau di taman belakang juga boleh, tapi hanya kecil. Maaf kalau rumahnya membuat bapak kurang nyaman, mungkin beda dengan rumah bapak yang ada di depan situ.” Aku tersenyum agar mencairkan suasana tidak kaku.
“Gak juga, tapi memang agak luas sedikit sih. Tapi ini rumah kamu nyaman sekali. Semua tertata dengan rapi.”
“Terima kasih atas pujiannya Pak, bapak orang pertama yang memuji rumah saya.” Aku memang jujur, karena dari dulu tidak ada yang memuji rumah saya ini nyaman, orang-orang akan mengatakan kalau rumah saya ini terlalu kecil dan sempit, padahal kalau dibilang untuk saya pribadi mah sudah cukup. Sangat cukup. Yang tinggal hanya aku sendiri sudah pasti sangat cukup lah. Kalau se RT itu baru terlihat sempit.
Pak Rendra menatapku intens “Kamu sudah berapa lama tinggal di sini?”
Duhh ditatap seperti ini membuat hati gemeter. Bisa gak sih kalau natapnya biasa aja. Ini sampai kepala miring-miring juga. Duhh Pak, jangan bikin hati bawahan bapak baper lo, nanti gak mau tanggung jawab sama saja kan. PHP.
“Sudah lumayan lama Pak, waktu itu kan sama sama freelance editor kuliah semester lima, kemudian karena saya mikir biaya kost juga semakin mahal saya bilang ke orang tua kalau mau kredit rumah kecil-kecilan. Terus orang tua yang bayarin uang muka saya yang nyicil pakai uang kerja freelance. Jadi sudah lima tahun tinggal di sini Pak. Kenapa ya Pak?”
Pak Rendra hanya manggut-manggut mendengar ceritaku. Tapi kenapa juga aku tadi menceritakan ke Pak Rendra, jelas-jelas kalau di kantor dia atasanku sedangkan saat ini beliau sebagai tetangga baruku.
“Silakan diminum Pak, nanti kopinya keburu dingin.” Aku mempersilakan Pak Rendra mencicipi kopi bikinanku.
“Gak papa kopinya yang dingin, asalkan kamu selalu hangat.” Pak Rendra mengambil cangkir kopi dan mencicipinya. “Enak” saya suka. Rasa manisnya pas. Kamu belajar dari siapa?”
Duhh lag ikan, mulai bikin anak orang baper, kalau gak mau tanggung jawab jatuhnya seperti ke prank dong aku.
“Masak sih pak? Banyak yang bilang juga sih kalau kopi bikinan saya enak. Saya hanya belajar dari youtube Pak. Receh banget ya Pak.”
“Banyak? Bearti sering dong yang kamu bikinin kopi?”
Pernyaan ini seharusnya gak perlu ditanyakan Pak, malah kepo kalau bapak tanya seperti ini. Mau aku jawab tapi gimana tidak dijawab juga gak sopan.
“Iya Pak banyak, keluarga kalau lagi main di Jogja, Danu, dan Gadis. Mereka yang sering minum kopi buatan saya Pak.”
“Ohhhh…” Pak Rendra sambal manggut-manggut, merasakan beberapa sesapan kopi yang dia nikmati.
Heran aku, kenapa ada laki modelan kayak gini. Tanyanya randem banget, baru juga kenal satu hari, sudah banyak tanya dan membiarkan aku menerka-nerka membuat hati anak orang baper.
Banyak yang kita obrolkan malam ini, Pak Rendra terlihat sangat ramah dan baik. Bukan terlihat seperti atasan saya, tapi malah seperti teman. Jangan sampai hati ini baper ya Allah, aku belum siap jika harus patah hati lagi.
“Yang” suara Pak Rendra memecahkan lamunanku.
“Iya Pak?” Aku jawab sambal menaikkan alis.
“Kamu lulusan Universitas Negeri kan?
Pertanyaan Pak Rendra membuatku membelakkan mata. Ko Pak Rendra bisa tau. Belum aku menjawab pertanyaan beliau, beliau langsung mengajak aku berjabat tangan “Saya Abi, lain kali jangan telat ya. Besok jangan lupa di bawa tugas untuk pengganti hukuman.” Pak Rendra senyum-senyum saat aku melongo tak percaya bahwa adegan itu terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu. Dia masih ingat. Rasanya seperti jevavu saat melihat senyum Ketika menyebut Namanya “Abi”.
Ya ampun, ternyata orang yang di depan ku ini Kak Abi, kakak tingkat paling baik hati saat kuliah dulu, ehh rapat saat OSPEK karena selama kuliah aku jarang ketemu sama dia, dia dulu ketua HIMA PBSI. Kenapa aku bisa lupa ya, sepertinya Gadis juga lupa kalau Pak Rendra ini adalah Kak Abi yang dulu jadi pujaan para maba termasuk aku.
“Melamunnya udah Yang, aku balik dulu ya. Udah jam setengah Sembilan. Terima kasih kopinya. Lain kali aku boleh ya minta tolong buatin kopi. Kopinya bikin nagih.” Pak Rendra berbisik di telingaku.
Aku bergedik ngeri. Ko bisa seperti ini. Tuhan tolong amankan Hati ini.
Ternyata yang saat ini menjadi atasan saya adalah Kak Abiyasa Narendra. Siapa yang tidak kenal dengan beliau. Saat menjadi mahasiswa dia sangat terkenal. Bahkan pacarnya siapa semua mahasiswa bisa tau. Aku masih ingat dulu Ketika ada gossip kalau Pak Rendra pacarana dengan Kak Ratu, pasangan yang serasi. Cantik dan ganteng bahkan sampai mereka lulus pun masih sering dibicarakan dengan mahasiswa angkatanku.
Aku yang dulu hanya memuja dia dari kejauhan saat ini bisa ngobrol dengannya secara nyata, rasanya seperti ini. Tapi aku tau diri, gak mungkin juga dia belum punya pacar. Ganteng, kerjaan okay, rumah ada, pemikiran dewasa sangat mustahil jika dia belum punya pacar. Lagi dan lagi aku harus mengubur perasaan ini lagi.
Sebenarnya dulu hanya kagum saja, karena waktu itu aku masih menjalin hubungan dengan Rifki. Kalau saat ini aku belum tau apakah hati ini akan diam apa perlahan jalan agar bisa sampai dihatinya.
Aku memukul-memukul pipiku. “Sadar May, dia itu terlalu jauh untuk kamu gapai.”
Yogyakarta, 30 Juni 2021
“Selamat pagi Mayang” Sapa Pak Rendra saat aku mengunci pintu rumah hendak ke kantor.“Pagi juga Pak” aku menundukkan kepala sambil tersenyum.Pak Rendra jalan keluar membuka gerbang “Mau ke kantor kan? Mau bareng? Kan kita di kantor yang sama?” Pak Rendra menawarkan untuk aku bisa bareng lagi dengan beliau, tapi aku tau diri.“Tidak Pak terima kasih, saya bisa berangkat sendiri. Kemarin karena kesiangan aja sampai harus naik ojol” Aku menolak halus dan membuka pintu gerbang rumah. “Saya duluan ya pak.” Aku langsung masuk mobil setelah pintu gerbang sudah yakin terkunci.Pagi ini jalan menuju kantor selalu ramai. Untuk memecah kebosananku, aku memutar lagi yang ada di flasdisk mobil. Lagu dari Happy Asmara kali ini yang baru viral membuat aku geleng-geleng sambil menyetir. Menikmati syair lagu yang begitu pas. Apalagi menggunakan Bahasa Jawa yang maknanya lebih mengena karena aku sendiri
Suasana kantor pagi ini masih terlihat sepi. Aku memang sengaja berangkat lebih pagi biar tidak ditawari berangkat bareng dengan Pak Rendra. Aku memasuki lobi kantor pukul tujuh, baru OB yang terlihat dan masih mengepel lantai.“Selamat pagi Pak Hadi” Aku menyapa Pak Hadi yang terlihat sedang menggosok lantai.Pak Hadi terlihat kaget melihat aku datang sepagi ini “Pagi Mbak Mayang, tumben jam segini sudah sampai kantor mbk, biasanya mepet.” Pak Hadi cekikian.Pak Hadi tau kalau aku selalu berangkat mepet jam kerja.“Iya Pak, tadi bangunnya kepagian terus bingung di rumah mau ngapain.” Jawabku bohong.“Makanya segera cari pendamping mbak, biar kalau pagi tidak bingung mau ngapain.”“Doain segera dapat ya Pak.”Pak Hadi memang paling baik dan ramah, aku Sudah menganggapnya sebagai orang tuaku karena dia selalu baik dan perhatian denganku. Aku langsung ke ruang ker
RendraMenggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama dengan perempuan yang selama ini aku cari.Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini a
RendraPagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu.Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana.Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. Aku memesan tongseng
Mayang Siang ini aku ijin kerja setengah hari karena aku harus pulang ke Solo. Sejak tadi pagi Mama sudah meneror ku dengan puluhan pesan dan telepon. Aku tau kalau keluargaku sangat rindu denganku. Mana ada yang tidak rindu dengan anak gadis satu-satunya. Sebelumnya aku belum cerita tentang keluargaku. Aku tiga bersaudara. Kakakku yang nomor satu sudah menikah dan tinggal dengan istrinya di Karanganyar dekat dengan tempat kerja kakakku. Aku nomor dua dan yang nomor tiga adikku laki-laki saat ini baru kuliah semester empat di Universitas Malang. Awalnya aku meminta adikku mendaftar di Jogja biar bisa tinggal denganku, tapi dia tidak tertarik lebih tertarik kuliah di Malang. Mama dan Papa ku yang saat ini hanya tinggal berdua. Dulu keinginan Mama ketika aku lulus kuliah aku bisa kembali dan bekerja di Solo, tapi aku lebih betah tinggal di kota ini. Mama kesehariannya jualan di Pasar Klewer sedangkan Papa seorang sekretaris desa tempat kami tingg
Masih di Solo dan masih mengingat semua kenangan yang sampai saat ini masih terikat jelas. Sabtu pagi ini aku ingi gowes sampai Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Pasarini juga pusat batik yang menjadi tempat kulakan para pedagang di wilayah Solo dan sekitarnya bahkan di Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1970,Pasar Klewertetap menarik untuk dikunjungi.Berangkat dari rumah pukul enam dan sampai di Pasar Klewer pukul tujuh, seharusnya tidak selama ini karena aku snegaja mengayuh sangat pelan. Gowes sendiri itu rasanya gabut banget. Tidak ada yang diajak ngobrol. Sampai di Pasar Klewer aku istrirahat sejenak sebelum nanti sarapan. Tak pernah ketinggalan ketika aku pulang ke
Rendra Pagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu. Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana. Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. A
“Ma, Pa, Mayang balik ke Jogja dulu ya.” Aku pamitan dengan kedua orang tuaku, gak tega sebenarnya meninggalkan mereka.“Hati-hati ya Nduk, kalau tidak ada teman gak usah datang ke nikahan Rifki.” Papa mengingatkanku.Aku hanya mengangguk dan segera menyalami mereka. Aku memeluk mereka. Harus kuat dan ga boleh nangis. Aku meninggalkan mereka yang masih menatapku sampai mobil yang aku kendarai menghilang.Suasana dalam mobil sangat sepi. Aku menyalakan musik dari flasdisk. Tak pernah kudugaSemuanya berubahSaat kau memandangkuBergetar hati iniKau berikan harapan tentang oh..Warna warni harikuSemenjak ada dirimuDunia terasa indahnyaSemenjak kau ada disiniKu mampu melupakannyaKini aku tak sabarIngin hati kau untukkuKat