Share

Bagian 6

Suasana kantor pagi ini masih terlihat sepi. Aku memang sengaja berangkat lebih pagi biar tidak ditawari berangkat bareng dengan Pak Rendra. Aku memasuki lobi kantor pukul tujuh, baru OB yang terlihat dan masih mengepel lantai.

“Selamat pagi Pak Hadi” Aku menyapa Pak Hadi yang terlihat sedang menggosok lantai.

Pak Hadi terlihat kaget melihat aku datang sepagi ini “Pagi Mbak Mayang, tumben jam segini sudah sampai kantor mbk, biasanya mepet.” Pak Hadi cekikian.

Pak Hadi tau kalau aku selalu berangkat mepet jam kerja.

“Iya Pak, tadi bangunnya kepagian terus bingung di rumah mau ngapain.” Jawabku bohong.

“Makanya segera cari pendamping mbak, biar kalau pagi tidak bingung mau ngapain.”

“Doain segera dapat ya Pak.”

Pak Hadi memang paling baik dan ramah, aku Sudah menganggapnya sebagai orang tuaku karena dia selalu baik dan perhatian denganku. Aku langsung ke ruang kerja meletakkan tas dan HP. Selanjutnya aku ke pantry untuk minum kopi dan sarapan roti bakar yang tadi sempat aku bikin. Ku tuang kopi dari termos yang sudah aku sedu di rumah. Ku letakkan termos di meja dan aku duduk sendiri di sini. Merenung kenyataan yang aku alami saat ini. Tiba-tiba Pak Rendra dekat denganku walau hanya dua hari menjabat jadi atasanku. Dan memikirkan dengan siapa hari minggu besok aku pergi ke nikahan Rifki. Pusing memikirkan membuat kepala ini migren. Jumat sore sudah janji meu pulang ke Solo, pasti di sana akan ditanya kapan nikah? Sudah umur, sudah tua. Ahhhh muak dengan semua pertanyaan itu.

Aku memainkan pinggiran cangkir, tangan aku letakkan di bawah dagu. Melamun. Ya, memang paling nikmat di pagi hari itu melamun. Tanpa aku sadari pintu pantry terbuka dan Danu sudah duduk di depanku. “Heh, pagi-pagi udah bengong, mikirin apa?”

Aku langsung menatap Danu “Gak ada, Cuma lagi pengen aja.” Jawabku bohong.

Seolah Danu tau kalau aku sedang berbohong kalimat andalan dia ucapkan “Gak percaya, kalau lo bilang gak ada dan gak papa, itu tandanya kamu ada sesuatu. Gak usah bohong sama aku May, kamu gak bisa bohong ya kalau sama aku.”

Aku menautkan alis, sok kepedean ini anak, tapi memang benar apa yang dia katakana sih “Beneran, gak ada apa-apa. Aku hanya kepikiran saja besok minggu mau berangkat apa tidak. Kalau berangkat sendiri kelihatan banget kalau aku belum bisa move on. Pengen dating tapi gak ada pasangan.” Aku menjawab pertanyaan Danu tanpa melihat eskpresi wajahnya.

“Aku temenin mau? Tenang gratis ko gak bayar, kalau lo baper bahu ku siap menopang tubuhmu.” Danu menahan tawa. Kampret ini anak. Dari dulu gak pernah bener kalau ngomong.

“Heh kunyuk, enak aja belum move on. Aku udah move on ya. Cuma aku belum mau komitmen sama orang aja, belum siap merasakan pengkhianatan lagi.” Aku langsung menyesap kopi.

“Bagi dong May.” Danu langsung menuang kopiku yang masih di termos.

“Itu Namanya ngambil, lo baru minta ijin aku belum ngijinin udah lo tuang.”

Danu hanay tertawa terus berdiri. “Minggu malam aku temenin, gak usah khawatir sekarang sudah saatnya kerja, yuk.” Danu mengajakku tapi aku masih enggan untuk meninggalkan pantry.

Aku masih betah di sini sampai pukul delapan lebih lima belas menit aku baru masuk ke ruangan. Suasana ruangan hening karena semua pada fokus dengan laptopnya masing-masing. Saat aku duduk di meja kubikelku ada kertas dan bunga. Semangat untuk hari ini. Jangan pikirkan hatimu tapi pikirkan masa depanmu. Aku menoleh ke Danu dan Gadis.

“Dis, siapa yang ngasih ini?”

Gadis hanya mengedikkan bahu. Aku lanjut menoleh ke Danu.

“Siapa Dan?”

“Ye mana aku tau, tadi sampai ruangan sudah ada. Dari penggemarmu kali.”

“Halah ampas, pengemar apaan.”

Danu dan Gadis langsung tertawa kera. Tuh anak memang gak ada akhlak.  Aku langsung fokus ke laptop yang mengacuhkan kertas dan bunga tersebut. Tidak mau memikirkan siapa yang mengirim hal konyol kayak gini.

Sepuluh menit sebelum jam istirahat aku mengajak Gadis dan Danu untuk makan di Yamie Panda. Baru pengen makan mie.

“Yuk, cuss.” Aku berdiri dan ngajak mereka.

“Jalan kaki aja ya, kan Cuma deket.” Kali ini Gadis yang bilang.

Aku dan Danu langsung mengangguk. Ku ambil ponsel dan uang yang aku selipkan di belakang ponsel.

Kami memutuskan untuk duduk di ruangan yang ber AC agar tidak terlalu panas.

Gadis menyodorkan menu “Kalian mau pesan apa? Aku yamie manis kriuk minumnya es jeruk.”

“Aku sama kayak kamu Dis” Suara Danu terdengar sambil fokus dengan ponselnya. “Kamu apa May?” Tanya Danu.

Memikir menu apa yang enak dimakan siang ini aku memutuskan milih yamie manis bakso goreng.

“Yamie manis bakso goreng minumnya es the tawar.” Jawabku.

Selama menunggu makanan datang, kami sibuk dengan ponselnya masing-masing. Hari ini aku baru mager ngobrol, gak tau kenapa. Sepuluh menit kemudian makanan kami datang, kami menikmati makanan satu sama lain. Tiba-tiba Gadis bilang “Gaes, itu sepertinya Pak Rendra, sama siapa itu? Ganteng juga ya?” Pernyataan Gadis berhasil membuat aku dan Danu nengok kebelakang, karena kebetulan dudukku membelakangi pintu. Aku dan Danu kompak mengedikkan bahu. Lanjut kita menghabiskan makan siang.

“Gaes, Pak  Rendra senyum ke aku. Kayaknya dia mau masuk sini deh.”

“Biar aja Dis, toh kita juga sudah mau selesai kan, jam makan siang juga sudah mau habis” Danu menjawab pernyataan Gadis. Aku masih asyik mengunyah yamie yang tinggal seperempat mangkuk. Saat aku menandaskan yamie Pak Rendra duduk di sampingku sambil berbisik “Selesai jam kantor jangan langsung pulang ya, ke ruangan saya sebentar, ada yang pengen saya tanyakan.”

Aku kaget kira-kira apa yang akan dibicarakan ya, padahal baru dua hari jadi atasan. “Baik Pak” aku terpaksa menjawab daripada penasaran.

****

Sesuai jam yang disampaikan Pak Rendra tadi, aku akan mampir keruangannya sebelum pulang kantor, tapi sampai jam empat kerjaanku masih lumayan numpuk. Aku harus menyelesaikannya hari ini karena besok aku akan pulang ke Solo, jadi gak mau aku lembur untuk besok. Gadis dan Danu langsung pulang karena tau kalau aku mau menyelesaikan pekerjaanku hari ini. Tapi sampai pukul lima pekerjaanku belum selesai. Pak Rendra juga belum keluar ruangan, sampai waktu menunjukkan pukul enam kurang sepuluh menit. Aku lihat Pak Rendra keluar dari ruangan, tetapi aku pura-pura tidak melihat beliau.

Pak Rendra berjalan dan menuju kubikel ku “Kirain Sudah pulang Yang.”

“Eh Bapak, belum Pak. Masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan hari ini, biar besok saya tidak lembur.” Aku menatap matanya, gak sopan kalau aku menjawab pertanyaan beliau tapi tanpa melihat.

“Besok mau ke mana? Sampai harus selesai hari ini?”

“Saya besok mau pulang ke Solo Pak, jadi biar tidak lembur, saya usahakan pekerjaan saya selesai hari ini.”

Pak Rendra tidak lagi menanyakan suatu hal, dia hanya mengangguk.

“Bapak mau pulang?” Tanyaku sopan. Bukan maksud mengusir dari sini, tapi akua gak risih kalau dilihatin dari tadi.

“Nungguin kamu, tadi saya di dalam nungguin kamu. Saya kira kamu sudah pulang.”

“Saya bisa pulang sendiri pak, saya bawa kendaraan ko.” Aku berusaha mengusir beliau agar tidak terjadi suasana hening yang terlalu lama.

Aku tidak lagi melanjutkan percakapanku dengan Pak Rendra. Pak Rendra akhirnya menungguku dengan duduk di kursi Danu tepat di depanku. Hingga suara azan terdengar pekerjaanku selesai. Aku segera membereskan dan pergi ke mushola yang terletak di pojok ruangan untuk sholat maghrib.

“Saya sudah selesai Pak, tapi mau sholat dulu. Kalau Bapak ingin pulang, saya persilakan Pak.”

Pak Rendra tidak menjawab tapi beliau mengikutiku dan menjadi imam sholatku. Selesai sholat kami pulang sebelumnya Pak Rendra menawarkan untuk makan malam dulu, tapi aku menolaknya dnegan alasan terlalu capek dan pengen segera istirahat. Akhirnya Pak Rendra memahami dan kita pun pulang dengan mobil masing-masing.

Bahkan tujuan Pak Rendra menyuruh aku menemuinya sebleum pulang kerja pun dia lupa. Aku juga gak tau apa yang akan di bicarakan, karena menurutku taka da yang akan dibicarakan. Kerjaan akan dia cek besok pagi. Tapi entahlah apa yang membuat beliau seperti itu.

Yogyakarta, 5 Agustus 2021

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status