Share

Bab 3

Hancur Karena Notifikasi M-banking

Part 3

**

[Uang tak seberapa tapi dibikin ribet, OKB]

Kuremas kertas yang sedang ada di depanku. Mau dia apa, sih? Aku sudah baik tapi dia memancing keributan terus denganku. Apa perlu, aku membongkar kebusukannya ini pada Arfan? Biar dia ditendang sekalian dari silsilah keluarga Pradipta?

Sabar, Nurma, sabar. Jika aku meladeninya berarti aku tidak ada bedanya dengan Linda. Lebih baik aku fokus pada pekerjaanku terlebih dahulu biar tidak di kira orang kaya baru sama Linda. Kedua orang tuaku PNS, meskipun kini Bapak sudah pensiun tapi dulunya beliau juga salah satu pegawai puskesmas.

Kebersamaanku dengan Linda baru bisa dihitung dengan jari, itulah sebabnya untuk menyatukan pendapat kami memang sangat sulit. Terlebih dia orangnya sangat kekanak-kanakan dan juga manja. Wajar jika emosinya masih labil meskipun kini ia telah memiliki seorang anak.

Ah, jika sudah berbicara masalah anak hatiku pasti akan tersentil. Hingga kini, aku dan Mas Bayu belum dikaruniai seorang anak. Sepertinya Tuhan masih belum percaya bahwa kami bisa mengurus anak dengan baik. Oleh sebab itu, kami berharap dengan kehadiran anak Arfan dan Linda bisa mengobati sedikit rasa kesepian di hati kami masing-masing. Tapi ternyata, Linda lebih parah dari yang aku bayangkan.

***

"Assalamualaikum," ucap Mas Bayu dari ambang pintu ketika adzan Maghrib baru saja terdengar dari mushola samping rumah.

Katanya hari ini ada rapat mendadak dengan rekan kerjanya, jadi pulang lebih petang. Aku sudah duduk di depan televisi, menonton acara kesukaanku. Lalu berdiri menghampiri Mas Bayu yang baru saja pulang.

"Sudah makan, Dek?"

"Belum, nunggu kamu, Mas," jawabku sembari menggandeng lengannya menuju kamar.

"Yaudah, kebetulan kalau gitu. Tadi aku beli bakso di tempat Mang Abdul kesukaanmu itu, nanti kita makan itu aja, ya," ucapnya dengan mendudukkan tubuhnya di atas ranjang.

Aku tersenyum senang, bahagia itu sederhana, mendapat perhatian kecil dari suami itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu mewah, yang penting kebersamaannya. Karena hidup tidak harus tentang uang, kadang kebersamaan dan perhatian kecil itu juga penting untuk mempererat hubungan suami istri.

Mas Bayu memilih langsung mandi, sedangkan aku menyiapkan dua mangkuk bakso untuk dimakan bersama usai ia mandi. Untuk membunuh sepi aku membuka ponsel Mas Bayu, berselancar di media sosialnya. Kubuka notifikasi pesan pada aplikasi birunya, melihat siapa saja yang sudah mengirimkan pesan pada Mas Bayu melalui inbox.

Kedua mataku langsung tertuju pada sebuah nama akun yang mengirimkan pesan pada Mas Bayu dua hari yang lalu.

Nurlienda Cuntikz

[Semangat kerjanya, Mas.]

[Mas, lihat Rio mirip banget sama aku 'kan? Ganteng banget dia pakai baju pemberianmu]

Lagi-lagi jantungku berdegup kencang, melihat sebuah foto Ansara menggunakan baju hitam bermotif Mickey Mouse yang ia katakan sebagai pemberian Mas Bayu. Kok aku tidak tahu kalau Mas  Bayu membelikan baju untuk Rio?

"Sudah ambil minum, Dek?" tanya Mas Bayu mengagetkanku.

Aku mengangguk, lalu menutup aplikasi Mas Bayu dan mulai menuang kuah bakso pada masing-masing mangkuk. Tak terasa kedua mataku menghangat, Mas Bayu keterlaluan. Kenapa dia tidak jujur lagi padaku.

"Mas, kemarin beliin Rio baju?" tanyaku disela-sela makan.

Ia menghentikan makannya, lalu menatapku lekat. Entah apa yang kini ada dalam benaknya, kenapa Mas Bayu bohong lagi padaku. Padahal kemarin dia bilang tidak akan bohong padaku.

"I-iya. Kemarin waktu aku beliin kamu baju, ketemu sama Linda yang juga lagi beliin baju buat Rio. Terus aku liat baju anak kecil itu lucu banget, jadi beliin satu buat Rio," ungkapnya, meskipun aku tak tahu benar atau berbohong. Hanya saja kemarin memang dia membelikan aku baju, katanya sebagai hadiah pernikahan kami.

"Kok nggak bilang?"

"Aku lupa, Dek. Tau sendiri 'kan dua hari yang lalu aku pulang langsung tidur. Capek," kilahnya.

Aku mencibir, lalu memasukkan potongan bakso ke dalam mulut. Rasa pedas di mulutku tak sebanding dengan pedasnya perlakuan ipar itu padaku. Benar-benar nggak ada akhlak.

"Mas, besok ke rumah Arfan, yuk. Pengen nengokin Rio," ucapku kemudian.

Bukan tanpa tujuan, aku hanya ingin bertatap muka dengan Linda, ingin tahu bagaimana reaksinya ketika bertemu langsung denganku. Masihkan dia berani berkata seperti itu ketika di depanku.

"Yaudah, tapi agak siangan aja, ya. Besok aku pengen bangun siang, mumpung libur," katanya sembari tertawa. 

Aku pun menuruti permintaannya, pergi ke rumah Arfan pukul sepuluh. Namun sebelumnya, aku meminta untuk mampir dulu beli baju untuk Rio. Sengaja aku masuk ke dalam toko yang sama saat Mas Bayu membelikan baju untuk Rio, dia bilang kemarin beli baju untuk Rio di toko ini jadi aku langsung masuk ke dalam.

Dengan sengaja pula aku mengambil baju yang sama seperti yang di belikan oleh Mas Bayu. Aku tertawa dalam hati, bagaimana ya reaksi Linda?

"Loh, itu 'kan sama kaya waktu aku beliin Rio, Dek?" tanya Mas Bayu heran ketika aku membawa satu potong baju yang sama ke kasir.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Enggak, yaudah buruan," jawab Mas Bayu singkat. Sedangkan aku melanjutkan pembayaran di kasir.

Rasanya sudah tidak sabar aku sampai di sana dan ketemu Linda maupun Rio. Semoga saja Arfan ada di rumah, kebetulan ini akhir pekan biasanya Arfan pun juga libur kerja.

Aku tersenyum, ketika melihat Linda sedang bersantai di teras tanpa Rio. Ia seperti kaget dengan kedatanganku dan Mas Bayu. 

"Lin, Arfan ada?" tanya Mas Bayu pada iparnya.

Ia hanya mengangguk, lalu masuk dan memanggil suaminya. Tak berselang lama, Arfan keluar dengan menggendong Rio. Padahal beberapa saat yang lalu aku melihat Linda sedang bersantai di teras, itu artinya Arfan lah yang menjaga Rio, bukan Linda.

Tak berselang lama setelah kami basa-basi, akhirnya aku mengeluarkan baju yang aku beli sebelum berangkat tadi. Sengaja aku keluarkan ketika Arfan ikit duduk serta bersama kami di ruang tamu.

"Lin, ini aku belikan baju untuk Rio. Semoga suka, ya," kataku sembari memberikan baju itu padanya.

Linda menerimanya, lalu membuka bungkusannya dan melihat isi baju yang kumaksud.

"Itu memang sengaja aku samakan kaya waktu Mas Bayu yang beliin buat kamu, Rio keliatan ganteng mirip kamu kalau pakai itu," tandasku setengah mengejek.

Tidak mungkin jika Linda lupa tentang baju itu, toh baru dua hari yang lalu Mas Bayu membelikan baju seperti itu untuk Rio. 

"Mas Bayu? Kok kamu nggak bilang kalau Rio dibeliin baju Mas Bayu?" cecar Arfan menyelidik, sedangkan Mas Bayu hanya tertunduk tanpa berani menatap kami.

"Oh, iya. Bagaimana sama popok dan susunya? Udah beli juga? Katanya kemarin ATM Arfan hilang sampai kamu nggak bisa beli susu dan popok?" ungkapku semakin menjadi.

Wajah Linda tampak pias, sedangkan Arfan terlihat lebih heran dengan perkataanku. Mas Bayu menyenggol lenganku agar aku dian dan tidak mengatakan semuanya.

"Ini ada apa, sih? Tolong jelaskan," tanya Arfan sembari menatap kami satu persatu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Afifa
anjirr kelaz
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status