Share

Bab 5

Hancur Karena Notifikasi M-banking

Part 5

**

"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.

Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.

Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu, memandang ke arah jendela luar. Sedangkan Mas Bayu sama sekali tak berani bertanya satu patah kata pun. Rasanya jika di jelaskan di mobil tak akan cukup waktunya, aku ingin meluapkan semuanya ketika telah di rumah.

Pintu gerbang di buka oleh Pak Abdul, orang yang kupercaya menjaga rumah. Mobil Fortuner Mas Bayu masuk ke dalam garasi lalu aku turun dengan tergesa. Melepas hills sembarang lalu mendudukkan tubuhku di atas sofa ruang tamu.

"Dek, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Bayu.

Aku menatapnya nyalang, tak sedikitpun terbersit dalam fikiranku bahwa Mas Bayu akan melakukan hal sehina itu. Membongkar aib rumah tangga kepada iparnya sendiri. Sebenarnya apa sih maunya?

"Dek, jawab, dong. Jangan buat aku penasaran kaya gini. Sebenarnya kamu kenapa? Aku salah apa lagi?"

"Kamu yang kenapa, Mas. Kenapa kamu menceritakan semua aib keluarga kita pada Linda? Apa untungnya buat kamu? Kamu bilang aku malas masak, rumah nggak selalu bersih. Maksud kamu apa?"

Untuk sekian detik Mas Bayu terdiam dengan mengerutkan kening. Lalu duduk mendekat denganku yang ada di sofa panjang.

"Apa maksud kamu? Aku nggak paham,"

"Jangan pura-pura bodoh, Mas. Ingat, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga," kataku dengan masih menatap kedua matanya tajam, "apa benar, kalau kamu curhat ke Linda tentang masalah keluarga kita? Kamu bilang aku malas masak, rumah kotor. Lalu ... Kamu juga bilang kalau sudah bosan hidup denganku. Benar? Kalau memang benar, baiklah. Tinggalkan aku sendiri kalau memang kamu sudah bosan hidup sama aku!" cecarku tak henti. Tapi entah kenapa air mataku enggan untuk keluar, padahal hatiku telah sakit dan terbakar.

Bukan tanpa alasan aku tak melabrak Linda saat itu juga, bagaimanapun aku masih punya adab. Tak enak kalau aku melabraknya tanpa mengumpulkan bukti terlebih dahulu. Lagipula aku tak ingin terlihat buruk di mata mertuaku, meskipun Linda sudah memporak-porandakan citra baikku di depan kedua mertuaku.

"Astaghfirullah ... Demi Allah, Dek. Aku nggak kaya gitu,"

"Bohong! Katakan jika memang iya!" teriakku.

Kulihat hari ekor mataku Mbok Nah mengawasi pertengkaranku dan Mas Bayu, beliau adalah orang yang selalu datang ke rumah ini sebanyak tiga kali seminggu. Jika waktu senggang aku masih bisa mengurus rumah sendiri, itulah alasanku tak mempekerjakan beliau setiap hari. 

"Enggak, aku nggak kaya gitu. Cuma kemaren pas Linda chat pinjem uang, aku sempet bilang kalau kamu lagi tidur soalnya capek kerja seharian terus nggak sempet masak. Tapi aku nggak bilang kaya yang kamu bilang tadi, serius,"

"Mana ada maling yang mau ngaku," ucapku mencibir.

Aku berdiri menjauh dari Mas Bayu yang sedang memohon agar aku tak marah lagi kepadanya. Lebih baik aku istirahat di kamar dari pada harus berdebat dengannya. Tapi belum sampai aku masuk ke dalam kamar, suara deru mobil memasuki pekarangan rumahku.

Aku menghentikan langkah sejenak, lalu menengok siapa yang berkunjung ke rumah. Tak kusangka, ternyata itu adalah kedua mertuaku. Mungkin Ibu merasa ingin menjelaskan perihal masalah tadi.

Dengan langkah tergesa Ibu masuk ke dalam rumah. Aku yang masih berdiri di depan pintu kamar terhenti melangkah ketika melihat Ibu dengan linangan air matanya.

"Nurma, maafkan Ibu, huhuhu." Isak tangis Ibu menggema di penjuru rumahku.

Aku tak menyangka, bahwa reaksi Ibu akan seperti ini. Kupikir beliau akan terhasut oleh perkataan Linda, tapi nyatanya tidak. Buktinya beliau sampai rela mengejarku hingga ke rumah.

"Bu, jangan menangis," ucapku ketika aku berhasil membawa Ibu ke sofa ruang tamu tempatku bersitengang dengan Mas Bayu beberapa saat yanh lalu.

"Nur, sungguh, Ibu tidak bermaksud menyakiti hatimu." Ibu menggenggam kedua tanganku.

Meskipun kadang beliau menyakiti hatiku perihal keturunan, tapi tak kupungkiri bahwa Ibu sangat sayang padaku dan juga Mas Bayu. Tapi entah kenapa, mungkin dengan seringnya Linda mengotori pikiran Ibu, beliau jadi sedikit jauh denganku. Hanya kali ini saja, mungkin beliau tidak enak hati karena sudah kepergok olehku ketika sedang berbincang dengan Linda.

"Sudah, Bu. Jangan menangis, Nurma tidak apa-apa. Nurma hanya sedih," kataku dengan merenggangkan pegangan tangan Ibu, "Jika memang apa yang Linda tuduhkan itu benar adanya, Mas Bayu mengatakan hal itu pada Linda. Maka Nurma siap untuk ditinggalkan oleh Mas Bayu, lagipula untuk apa Nurma di sini? Tidak bisa apa-apa, bahkan memberikan keturunan untuk Mas Bayu saja tidak bisa."

"Diam, Nurma. Jangan bicara seperti itu," bentak Bapak, beliau adalah satu-satunya orang yang paling bijaksana di keluarga Pradipta.

"Demi Allah Bayi tidak mengatakan hal itu, Pak, Bu,"

"Tapi bagaimana dengan transferan tersembunyimu itu pada Linda kemarin?"

Mas Bayu mengacak rambut kasar, lalu bersimpuh di hadapanku.

"Dek, aku mengaku salah. Aku minta maaf, tolong, beri aku maaf, beri aku kesempatan," ungkap Mas Bayu dengan memohon kepadaku.

"Transferan? Transferan apa?" tanya Bapak ingin tahu.

Dengan berat hati, aku mengatakan hal yang sebenarnya pada kedua orang tua Mas Bayu. Karena aku ingin mereka juga tahu bagaimana tindakan anak sulungnya itu.

"Astaghfirullah," ucap kedua mertuaku serentak.

Mas Bayi menunduk semakin dalam, gurat penyesalan jelas terlihat dari mimik mukanya.

"Dek, Pak, Bu. Aku menyesal. Tolong maafkan aku," pinta Mas Bayu lagi.

Dengan segala bujuk rayu, akhirnya aku mau memaafkan Mas Bayu. Tak lain hanya aku tak ingin hubungan rumah tanggaku hancur karena ipar tak tahu diri seperti Linda. Semoga saja, ungkapan penyesalannya kali ini benar-benar ia ucapkan tulus dari dalam hatinya.

***

Satu minggu kemudian ....

Tringg

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Mas Bayu, kebetulan ia bersedia membelikanku obat sakit perut ke apotek. Tamu bulananku datang sore tadi, dan memang sudah menjadi kebiasaan bahwa aku tak akan bisa bertahan jika tanpa obat pereda nyeri. Kebetulan juga ponselnya tertinggal ketika ia pergi ke apotek.

Demi Tuhan rasanya tubuhku hampir saja tumbang, ketika kudapati pesan yang sama seperti pertama kali pertengakaranku dengan Mas Bayu berawal seminggu yang lalu.

[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]

Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
Bayu kayaknya mantan Linda deh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status