Share

6 : Emosi Jared

Amy baru saja keluar dari balik pintu ruang Ibu Kepala Sekolah, Erica, dengan wajah sedikit khawatir. Sebelum kembali ke kelas, Amy duduk sejenak di bangku panjang yang ada di koridor sekolah. Dia mengambil ponselnya dari dalam saku blazer motif floral berwarna terang. Amy menyentuh layar ponselnya yang menunjukkan deretan angka. Amy menekan satu sebagai panggilan cepat pada Jared. Ada nada panggil tanda ponsel Jared aktif. Sebanyak tiga kali dia coba menghubungi Jared namun tidak kunjung dijawab.

Amy menghela napasnya. Tanda dia gusar. "Sebaiknya aku ke kantor saja," gumamnya.

Bunyi bel pergantian kelas terdengar ke seluruh sudut sekolah. Amy segera beranjak dari tempat duduknya menuju kelas. Beruntung hari ini dia hanya memiliki tiga kelas jadwal mengajar. Maka dia bisa pergi ke kantor Jared lebih cepat.

Hampir jam dua belas siang Amy tiba di kantor Jared. Dia datang menggunakan taksi. Selagi di perjalanan Amy telah mengirimkan pesan pada Edwardo, dia bertanya perihal jadwal Jared siang ini. Edwardo membalas pesan Amy dan mengatakan jika Jared sedang melakukan peninjauan ke kantor cabang dan akan kembali jam satu siang jika tidak meleset.

Bagi Amy bukan masalah menunggu Jared selama satu jam. Bahkan pernah di waktu kencan mereka dulu Amy harus menunggu Jared bertemu klien selama lebih dari dua jam. Awalnya Jared kesal karena klien itu sesuka hati merubah jadwal secara tiba-tiba. Namun Amy memberikan pengertian lain pada Jared dan Jared pun menyetujuinya. Amy tidak keberatan jika harus menungggu. Amy paham pekerjaan Jared yang super sibuk. Amy tidak mau menjadi seseorang yang egois. Bisa-bisa karena hal sepele reputasi perusahaan milik keluarga Latrivis yang selama ini mulus tanpa setitik noda malah ternodai. Inilah salah satu resiko memiliki kekasih yang sebentar lagi menjadi suami seorang pengusaha terkenal. Siap tidak siap, suka tidak suka, harus bisa menerima.

Daripada harus menunggu Jared hingga tengah malam. Sedangkan Erica membutuhkan jawaban Amy segera. Maka tidak ada salahnya jika dia datang ke kantor. Untungnya ruang kerja luas bernuansa minimalis namun tetap memberikan kesan mewah disetiap perabotan dengan jendela full kaca di belakang meja kerja Jared menyuguhkan pemandangan indah dari ketinggi puluhan meter. Bahkan ruang kerja Jared telah didesain memiliki mini pantry untuk menyimpan berbagi jenis minuman dan makanan.

Amy asik melihat pemandangan kota sambil duduk di atas kursi putar kebesaran tunangannya tiba-tiba dikejutkan dengan suara decitan pintu tanpa ada ketukan.

"Jared, aku dat-," ucapnya tersendat begitu mengangkat pandangannya dari berkas yang dia bawa. "Oh, Amy," lanjut Dylan terheran melihat kehadiran Amy.

"Maaf, aku ke sini mencari Jared. Di mana dia?" tanya Dylan, mencari ke seleruh sudut ruangan. 

"Edwardo bilang mereka ke kantor cabang sedang melakukan peninjauan," jawab Amy. Dia bangkit dari posisi duduknya, lalu berjalan mendekat ke arah Dylan.

"Kalau begitu aku akan kembali nanti."

"Kau sedang sibuk, ya?" tanya Amy cepat

Dylan menggeleng pelan, "tidak juga. Kenapa?"

"Apa kau bisa menemaniku hingga Jared tiba?" tanya Amy ragu-ragu. Pasalnya hampir selururh karyawan di ATT corp gila kerja dan sangat sibuk. Jadi lebih baik jika dia memastikan pekerjaan Dylan dulu sebelum minta menemaninya.

Dylan menampilkan senyum tipisnya. "Bukan masalah."

Mendengar jawaban Dylan seketika Amy tersenyum gembira, "duduklah, akan kuambilkan kau minum. Kau ingin apa?" tanya Amy bersemangat menuju mini pantry.

"Terserahmu saja."

Tanpa menunggu lama Amy mengambil dua kaleng minuman dari kulkas. Lalu menyuguhkan pada Dylan. 

"Root beer?" tanya Dylan dengan sebelah alis yang terangkat.

"Kupikir kau perlu menyegarkan pikiranmu setelah bekerja," jelas Amy mengundang gelak tawa keduanya.

Root beer untuk Dylan dan soda untuk Amy. Sensasi asam yang terkandung dalam minuman karbonasi langsung merangsang reseptor saraf di mulut. 

"Ah, segarnya," desah Amy selesai menyesap minuman bersoda miliknya. Dylan yang melihat tingkah Amy dibuat tersenyum.

"Jadi kau ke sini untuk apa? Mau mengantarkan makan siang untuk Jared?" tebak Dylan

"Kau salah. Aku dari sekolah. Ada hal mendesak. Aku harus segera bicara," ucap Amy.

"Tentang pengunduran dirimu dari sekolah?" Lagi-lagi Dylan menebak.

"Ya. Itu salah satunya. Aku dan Jared sudah sepakat jika aku mengundurkan diri."

"Lalu? Apalagi?" tanya Dylan makin penasaran sembari menatap fokus pada Amy. 

Sebelum menjawab, Amy menghembuskan napasnya kasar. Seolah berat untuk memberitahu pada Dylan.

"Hei, jika kau keberatan mengatakannya tidak usah katakan. Tidak masalah," kata Dylan santai

"Tidak tidak. Bukan begitu Dylan. Jadi tadi Ibu Kepala Sekolah memintaku untuk menemani kegiatan wisata para murid selama tiga hari ke daerah pegunungan. Beliau bilang itu adalah permintaan terakhirnya. Hitung-hitung sebagai acara perpisahanku dengan para murid. Tapi acaranya diadakan dua minggu sebelum acara pernikahan kami. Aku ragu Jared mengizinkanku," ungkap Amy sedikit lemah di akhir kalimat dengan wajah tertunduk.

Dylan yang bersandar pada sofa empuk sambil meletakkan dua tangannya di belakang leher menganggukkan kepanya mendengar penjelasan Amy. Beberapa detik kemudian dia merubah posisi badannya condong ke arah Amy.

"Aku tahu bagaimana Jared. Kami berteman cukup lama, My. Dia begitu mencintaimu. Dia selalu melakukan apapun dan memberikan segalanya yang dia punya untukmu. Tapi ...jika aku berada di posisi Jared. Aku tentu tidak mengizinkanmu pergi. Aku tidak mau momen bahagia yang telah di nantikan harus terundur akibat suatu hal. Misalnya saja, sakit."

Ya, Amy tau kalau Jared cukup posesif padanya menjelang hari pernikahan mereka. Tapi dia merasa tidak enak jika harus menolak permintaan terakhir Erica. Jika begini Amy berada dalam posisi sulit.

"Jangan terlalu dipikirkan. Kau hanya butuh menjelaskannya pada Jared pelan-pelan,"pesan Dylan.

"Kupikir juga begitu," ujarnya, lalu menghela napas kasar. "Hei, bagaimana kalau kita ke kafe selagi menunggu Jared. Mumpung ada kau yang bisa menemaniku," lanjut Amy, spontan suasana hatinya telah berubah.

"Itu ide bagus. Kalau begitu ayo." Dylan langsung berdiri dan merapikan setelan jasnya.

Tentu Amy menyambut antusias dengan wajah berseri. Keduanya keluar dari ruang kerja Jared, lalu menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai satu tempat kafe perusahaan berada.

***

Di tempat lain, Jared baru saja tiba di parkiran gedung pusat ATT corp. Wajahnya siang itu sedikit berbeda, rahang tegas, tatapan tajam, ditambah penampilannya saat itu sedikit acak. Dua kancing kemeja bagian atas telah dibuka dengan lengan kemeja yang tergulung dan Jared tidak lagi memakai jas hitamnya. Jared berjalan cepat, di belakangnya ada Edwardo setia mengikuti Jared ke mana pun sambil membawakan jas dan tas kerja milik bosnya. Edwardo paham jika Jared masih terbawa emosi saat di kantor cabang ATT corp. Pemicu emosi Jared tentunya akibat para staff divisi produksi yang tidak becus. Semua rencana awal malah meleset jauh dari bayangan Jared.

Edwardo menyadari bahwa sejak Jared bersama Amy, perlahan bosnya itu mulai bisa menstabilkan emosi. Tapi jika masalahnya sudah fatal dan hampir mendekati fatal Jared tidak akan segan-segan membalikkan meja dan memaki orang-orang tersebut.

"Ed, tolong jadwalku hari ini mulai siang sampai malam undur semua. Aku butuh menenangkan pikiran setelah masalah tadi," ucap Jared masih berdiri di depan pintu masuk ruang kerjanya.

"Baik tuan."

Jared mengambil jas dan tasnya dari tangan Edwardo, lalu menyuruh pria berusia lima puluh tahun itu untuk pergi.

Jared masuk, lalu membanting pintu ruangannya yang terbuat dari batang pohon eboni. Berniat menenangkan pikiran, baru tiga langkah hendak menuju meja kerja, emosinya kembali. Dia membuang asal jas dan tasnya di lantai. Kemudian mendekat ke arah meja di mana biasa dia menyambut tamu. Betapa kagetnya Jared mendapati satu kaleng minuman root beer yang sudah habis dan satu botol minuman soda masih tersisa setengah.

Jared kembali menuju pintu ruangannya, lalu berteriak, "EDWARD!" teriak Jared dengan suara lantang membuat karyawan yang masih sembunyi di balik kubikel tersentak kaget. Beruntung Edwardo masih di sekitar ruang Jared jadi dia masih mendengar jelas suara teriakan atasannya. Beruntung juga, Edwardo tidak punya riwayat sakit jantung, jika iya sudah dipastikan saat ini Edwardo berada di rumah sakit. 

"SHIT! Siapa yang berani masuk ke ruanganku dan membuat kotor!" pekik Jared kesal dari luar ruang kerjanya.

Edwardo muncul di hadapan Jared, "Ya, Tuan."

"Cek cctv siapa yang berani masuk ke ruanganku. Berani sekali membuat meninggalkan sampah di atas meja," kata Jared sambil menunjuk dua botol minuman kemasan.

Pandangan Edwardo mengikuti arah yang ditunjuk Jared. Sontak teringat jika dia belum memberitahu pada Jared perihal Amy yang menunggu. Bisa jadi itu minuman milik Amy. Pikir Edwardo sendiri.

"Maaf Tuan, sepertinya itu milik Nona Amy. Tadi Nona mengirimkan pesan pada saya akan menunggu Tuan," jelas Edwardo tertunduk menyadari kesalahannya.

"Amy ke sini? Kenapa tidak segera kau beritau aku?" decak Jared kesal pada Edwardo.

"Saya minta maaf Tuan." Edwardo menyadari kesalahannya. Sebenarnya dia ingin memberitahu Jared sejak di kantor cabang tadi. Tapi niatnya itu diurungkan melihat kondisi Jared stres dengan masalah perusahaan.

Jared mengehela napasnya kasar. "Pasti dia menungguku bersama orang lain di sini. Amy tidak suka beer. Segera hubungi Amy, katakan aku sudah di sini," perintah Jared.

"Baik Tuan. Sekali lagi saya minta maaf Tuan."

Jared tidak menjawab sepatah kata pun atau sekedar berdeham. Dia berlalu begitu saja masuk ke ruang kerjanya, lalu kembali membanting pintu. 

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status