BAB 202“Kok jadi nyalahin aku sih, Mas?” sungut Citra dengan cemberut. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil memalingkan muka dari Dokter Ardian.“Ya … kan akunya jadi salah peluk,” gerundel Dokter Ardian.Citra tidak menggubris ucapan Dokter Ardian.“Bagaimana kalau hari Minggu kita ajak Ayu belanja pakaian? Sekalian kamu juga beli baju hamil. Bentar lagi kan perut kamu bakal makin besar, Cit,” cetus Dokter Ardian seraya mengelus perut Citra.“Ya,” balas Citra setuju meskipun masih jutek.*Malam hariDokter Ardian dan Citra turun ke lantai bawah bersama-sama. Sesampainya di meja makan, Ayu sudah menunggu mereka berdua di sana. Ada rasa canggung antara Ayu dan Dokter Ardian karena kejadian tadi sore.Dokter Ardian menarik kursi ke belakang untuk Citra. Setelah Citra duduk, ia pun melakukan hal yang sama di samping kursi Citra. Sesaat kemudian, ia menatap Ayu yang menundukkan pandangannya karena merasa tidak enak.“Ayu, maaf ya untuk yang tadi sore. Saya tidak sengaja. Saya
BAB 203 “Tunggu di kamar. Kalau sudah siap, nanti aku panggil,” pesan Dokter Ardian pada Citra. Citra pun segera naik ke atas untuk beristirahat usai jalan-jalan di mal. Sudah tiga puluh menit Dokter Ardian memasak di dapur. Citra merasa bosan di dalam kamarnya. Ia pun turun dari tempat tidur dan menyusul Dokter Ardian di dapur. Ketika melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, Citra melihat Dokter Ardian memasak dengan Ayu di sampingnya. Ia pun menghentikan langkah kakinya di tengah tangga. Ia merasa enggan untuk turun. Rasa cemburunya kembali membuncah setelah sekian lama ia kubur. Citra melihat Ayu berdiri berdekatan dengan Dokter Ardian yang tengah memasak. Tiba-tiba dadanya terasa berdenyut nyeri. Bibirnya pun tiba-tiba cemberut. Dengan segera ia putar balik kembali ke atas dan masuk ke dalam kamarnya. Lima menit kemudian, Dokter Ardian membuka pintu kamar. Ia melihat Citra berbaring miring di atas tempat tidur membelakangi pintu. Ia pun melangkahkan kakinya mendekat dan dudu
BAB 204‘Huh! Sok romantis!’ gerutu Ayu dalam hati. Meskipun kesal, ia tetap menampakkan senyum di hadapan Citra.“Maaf ya, Yu, udah nunggu lama,” ucap Citra lalu duduk pada kursi yang ditarik mundur Dokter Ardian.“Nggak apa-apa, Mbak,” balas Ayu dengan tetap terus menyunggingkan senyum terpaksanya.Dokter Ardian duduk di samping Citra lalu mengambilkan makanan yang ada di atas meja untuk Citra. Ketika Dokter Ardian akan memegang sendok sayur untuk mengambil sayur sop, tiba-tiba tangan Ayu juga ada di sana. Dokter Ardian pun memegang tangan Ayu tanpa sengaja. Kini mereka saling pandang.“Oh, maaf. Kamu saja yang ambil duluan,” ucap Dokter Ardian mempersilakan Ayu mengambil sayur sop terlebih dahulu. Kemudian ia menatap Citra karena khawatir Citra akan kesal.“Ah, Mas Ardian aja yang duluan,” sahut Ayu dengan kikuk.Dengan segera Dokter Ardian mengambil sendok sayur itu lalu menciduk sayur sop untuk Citra. Setelah mengambil sayur dan lauk pauk, ia menaruh piring berisi makanan itu di
BAB 205 Setelah pulang dari jalan-jalan pagi, Dokter Ardian pergi mandi dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Sedangkan Citra duduk di meja makan sambil makan beberapa lauk pauk yang sudah terhidang di hadapannya. Akhir-akhir ini Citra sering merasa lapar semenjak hamil. Itu semua terjadi karena makanan yang ia makan dimakan berdua dengan janin yang ada di dalam kandungannya. Ia sudah tidak perduli lagi kalau badannya mulai gendut. Apalagi nantinya perutnya juga akan semakin membuncit kalau usia kandungannya semakin tua. “Mau makan sekarang, Mbak?” tanya Bik Yati setelah menaruh tempe goreng di atas meja. “Bentar lagi, Bik. Nunggu Papanya Nizam turun,” balas Citra seraya menatap Bik Yati dan tersenyum. Tidak lama kemudian Ayu turun dengan Nizam di gendongannya. Ia baru saja selesai memandikan dan memakaikan baju untuk Nizam. “Selamat pagi, Sayang …,” sapa Citra lalu mengambil alih Nizam dari gendongan Ayu. Ia memeluk dan mencium Nizam dengan sayang. Meskipun akan memiliki ana
BAB 206Beberapa bulan kemudianHari ini adalah malam minggu. Dokter Ardian sedang memasukkan beberapa pakaian ke dalam sebuah koper kecil. Mulai besok, ia akan menghadiri sebuah pelatihan dan seminar kesehatan di luar kota. Mau tidak mau, ia harus meninggalkan Citra yang sudah hamil besar, tepatnya tiga puluh lima minggu.Citra menatap Dokter Ardian yang sedang mengemasi pakaian dengan bibir cemberut dan membelai perutnya yang membuncit. Ia tidak mau jauh-jauh dari Dokter Ardian dan tidak mau tidur sendiri setiap malamnya.“Dari kemarin kok cemberut mulu sih?” celetuk Dokter Ardian seraya menarik hidung Citra dan menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri. Ia baru saja selesai mengemasi barang-barang yang akan dibawanya besok.“Lama banget sih, Mas, sampai tiga hari?” gerutu Citra. Ia melipat kedua tangan di depan dada dengan bibir mengerucut khas mengambeknya.“Dari sana jadwalnya memang gitu, mau gimana lagi dong? Kalau aku nggak ikut, nanti ilmuku nggak update. Pada lari lah pasiennya
BAB 207Citra tidak biasanya seperti ini. Namun, Dokter Ardian maklum karena ia akan pergi beberapa hari dan juga Citra dalam keadaan hamil.“Aku pergi, ya,” pamit Dokter Ardian lalu masuk ke dalam mobilnya dengan langkah berat. Ia tidak tega meninggalkan Citra dan Nizam.“Segera telepon kalau sudah sampai, Mas,” pesan Citra dengan menatap Dokter Ardian.“Iya, Sayang …, pasti,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum.“Dada, Papa …,” ucap Ayu seraya mengayunkan tangan Nizam pada Dokter Ardian yang mulai melajukan mobilnya keluar dari halaman rumahnya. Dokter Ardian pun membalas lambaian tangan Nizam dengan tersenyum lebar.Citra menatap mobil Dokter Ardian dengan berurai air mata. Ia terduduk di lantai melepas kepergian Dokter Ardian.Ayu merasa kasihan pada Citra. Ia melihat seakan-akan ini adalah pertemuan terakhir mereka untuk selamanya. Dengan segera ia berjongkok dan memegang lengan Citra agar segera berdiri.“Ayo masuk, Mbak!” ajak Ayu dengan lembut.Citra pun patuh lalu segera ber
BAB 208Pagi-pagi sekali, tepatnya subuh, Citra segera menelepon Dokter Ardian. Ia sangat rindu dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sekaligus ia juga ingin membangunkan suaminya agar segera menunaikan ibadah salat subuh.Sayangnya, ponsel Dokter Ardian sedang dimatikan karena baterainya habis dan tengah di cas saat ini. Dokter Ardian juga sudah bangun dari tadi.Citra pun kecewa. Namun, ia juga merasa khawatir karena tidak tahu kabar dan keadaan suaminya yang jauh di sana. Tiba-tiba dadanya berdebar-debar hebat. Ia bingung harus bagaimana saat ini. Ia pun segera turun dari tempat tidur untuk mengambil wudu dan salat subuh. Ia akan mendoakan suaminya agar urusannya lancar, sehat, dan selalu dalam lindungan-Nya.Pagi hari setelah baterai ponselnya penuh, Dokter Ardian menelepon Citra. Namun, Citra tidak bisa menerima panggilan teleponnya karena Citra sedang berjalan-jalan pagi dan meninggalkan ponselnya di rumah.Akhirnya Dokter Ardian mengirimkan sebuah pesan karena ia harus segera be
BAB 209Di tengah perjalanan, Dokter Ardian merasa sedikit mengantuk. Akhir-akhir ini ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pagi-pagi sekali ia juga harus sudah bangun untuk mencari makan dan mengikuti acara seminar dan pelatihan. Acara selalu selesai pada malam hari. Ia jadi kurang istirahat beberapa hari ini.Ia ingin berhenti untuk istirahat sebentar, tapi rasa rindunya pada istri, anak, dan rumah mengalahkannya. Ia pun bertekad tetap melanjutkan perjalanannya.Tiba-tiba rasa kantuk yang teramat sangat mendera. Ia pun tertunduk dan tanpa sadar memejamkan matanya. Ketika tangannya sudah lemas untuk mengemudi dan jalan mobilnya sudah tidak stabil, sebuah mobil bus di hadapannya memencet klakson beberapa kali. Dokter Ardian terkejut dan segera membuka matanya. Pandangan matanya silau karena sorotan lampu dari mobil bus yang ada di hadapannya lalu membanting setir ke kiri. Mobilnya menabrak pembatas jalan dan akhirnya jatuh masuk ke dalam jurang.Citra yang tengah tertidur pun bermimpi a