Pov Author
Keesokan harinyaPagi ini adalah hari pemakaman almarhumah istri Dokter Ardian. Setelah beberapa orang pelayat meninggalkan pemakaman, Dokter Ardian masih berjongkok di samping makam mendiang istrinya.“Ayo kita pulang, Yan!” ajak Pak Aryo, Papanya Dokter Ardian.“Papa pulang dulu saja. Ardian masih ingin di sini,” sahut Dokter Ardian tanpa menoleh pada Pak Aryo yang berdiri di sampingnya.“Baiklah kalau begitu,” tukas Pak Aryo lalu pergi meninggalkan Dokter Ardian. Ia tahu bagaimana perasaan Dokter Ardian saat ini.“Tenanglah di sana, Sayang. Aku akan menjaga anak kita,” ucap Dokter Ardian seraya membelai batu nisan yang ada di depannya.Setelah beberapa saat, Dokter Ardian bangkit dan menoleh ke makam mendiang istrinya sebelum pergi. Usai itu ia masuk ke dalam mobil dan melajukannya ke rumah sakit untuk menjemput anaknya.***Kos CitraCitra sedang mengecek barang-barangnya dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Tidak lama kemudian ponselnya berdering. Ia pun meraih ponselnya yang berada di atas tempat tidur.“Siapa yang telepon?” gumam Citra dengan mengernyitkan keningnya saat melihat nomor tak dikenal pada layar ponselnya. Namun, ia tetap menggeser tombol hijau pada layar benda pipih itu untuk mengetahui siapa yang meneleponnya.“Hallo ...,” sapa Citra dengan pelan.“Di mana kamu?” tanya seseorang di seberang telepon dengan tegas.Citra pun membelalakkan matanya lantaran terkejut saat mendengar suara Dokter Ardian. Saking terkejutnya, ponselnya sampai terjatuh ke lantai.“Di kos, Dok!” jawab Citra dengan gugup setelah mengambil ponselnya kembali.“Cepat ke rumah sakit!” seru Dokter Ardian lalu memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar jawaban dari Citra terlebih dahulu.Citra pun mendengus pelan ketika melihat sambungan teleponnya sudah mati. Dengan segera ia membawa tas berisi barang-barangnya menuju rumah sakit. Untungnya tadi pagi ia sudah berpamitan pada pemilik kos. Sehingga ia tidak perlu berpamitan lagi.Sesampainya Citra di rumah sakit, Dokter Ardian sudah menunggunya di depan ruang Perinatologi.“Ayo masuk!” ajak Dokter Ardian tanpa menunggu Citra bernapas sebentar karena berjalan cepat menuju rumah sakit dengan membawa tas besar.Mau tidak mau Citra pun mengekor di belakang Dokter Ardian. Tidak lama kemudian mereka keluar dengan bayi di gendongan Dokter Ardian.Di dalam mobil, Citra duduk di samping Dokter Ardian dengan memangku anak Dokter Ardian. Selama perjalanan menuju rumah Dokter Ardian, tidak ada percakapan di antara mereka. Dokter Ardian pun fokus mengemudi hingga sampai di rumah.Sesampainya mereka di rumah Dokter Ardian, para keluarga menghambur keluar rumah untuk menyambut anak Dokter Ardian. Mereka sudah tidak sabar untuk segera menggendongnya.“Jangan menyentuhnya sebelum mencuci tangan!” seru Dokter Ardian setelah keluar dari dalam mobil. Setelah itu ia membuka pintu yang ada di samping Citra lalu mengangkat anaknya dari pangkuan Citra dan membawanya masuk ke dalam rumah.Citra pun buru-buru mengambil tasnya yang ada di kursi belakang lalu mengekor di belakang Dokter Ardian.Ketika Dokter Ardian memasuki ruang tamu, ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya. Pemilik sepasang mata itu pun tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan mengikuti Dokter Ardian.“Kak!” sapa pemilik sepasang mata itu.Dokter Ardian pun menghentikan langkah kakinya lalu menoleh ke arah sumber suara.“Apa?” sahut Dokter Ardian dengan jutek.Orang itu pun tersenyum dan memandang mata Dokter Ardian.“Aku turut berduka cita atas meninggalnya Kak Nadia,” ucap orang itu yang tidak lain adalah Widia, adik kandung Nadia Rahayu.“Terima kasih,” balas Dokter Ardian datar.“Kalau butuh teman atau apa, Kak Ardian bisa menghubungi aku. Aku akan selalu ada untuk Kakak,” ujar Widia seraya menatap sinis pada Citra.Citra yang ditatap seperti itu tentu saja merasa takut dan segera menundukkan kepalanya.Dokter Ardian tidak menanggapinya dan berlalu pergi. Citra pun mengikuti ke mana Dokter Ardian pergi.Widia merasa dongkol karena Dokter Ardian tidak menyambutnya dengan hangat. Sedari dulu ia sudah mengincar Dokter Ardian, tapi sayangnya Dokter Ardian lebih memilih Nadia dari pada dirinya.“Sebentar lagi aku akan mendapatkanmu Ardian Raditya!” gumam Widia dengan percaya diri dan tersenyum miring.Sementara itu Dokter Ardian masuk ke dalam sebuah kamar di lantai dua. Kamar itu sangat luas dan sudah didesain seperti kamar anak-anak. Di dalam kamar itu terdapat tempat tidur besar, box bayi, mainan, dan semua keperluan bayi ada di dalam kamar itu. Dokter Ardian dan istrinya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan kamar itu unt
Ketika sampai di depan pintu kamar Citra, Dokter Ardian segera membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Kebetulan Citra juga tidak mengunci pintu kamarnya.Citra pun terkejut saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ia segera menoleh pada pintu kamarnya dan tampaklah Dokter Ardian berdiri di sana.“Kenapa dia menangis?” tanya Dokter Ardian sembari berjalan mendekat ke arah Citra lalu mengambil alih bayi itu dari tangan Citra.“Mungkin dia merindukan Mamanya, Dok,” jawab Citra dengan ragu. Sedari tadi ia sudah berusaha merawat dan menjaga anak Dokter Ardian agar tidak sampai menangis kencang.“Apa kamu sudah mengganti popoknya?” tanya Dokter Ardian seraya meraba diapers yang dipakai anaknya.“Sudah, Dok. Bahkan susu pun baru saja ia habiskan,” jawab Citra menjelaskan.Dokter Ardian pun berusaha menenangkan bayi itu dengan menimang-nimangnya. Namun, hasilnya nihil. Ia pun berpikir bagaimana caranya membuat bayi itu berhenti menangis. Tiba-tiba terbesit sebuah ide ya
Setelah semua masakannya matang, Widia menata makanan itu di atas meja makan sambil menunggu Dokter Ardian turun.Tidak berapa lama kemudian Dokter Ardian menuruni anak tangga sambil mengancingkan lengan kemejanya. Hari ini ia akan mulai bekerja seperti biasa. Di rumah sakit sudah banyak pasien yang menunggunya.Widia yang melihat Dokter Ardian menuruni anak tangga, dengan segera ia membenahi pakaian dan merapikan rambutnya. Kemudian ia menyambut Dokter Ardian di anak tangga terakhir.“Selamat pagi, Kak …,” sapa Widia dengan tersenyum riang.“Pagi,” balas Dokter Ardian singkat seraya melewati Widia dan berjalan menuju meja makan.Widia pun cemberut lalu mengikuti Dokter Ardian menuju meja makan.“Aku sudah memasak semua ini untuk Kak Ardian loh. Biar aku ambilkan, ya,” tutur Widia menawarkan diri seraya mengambil piring yang ada di depan Dokter Ardian. Ia ingin menggantikan pekerjaan Nadia mengurus Dokter Ardian saat ini.“Terima kasih, tapi aku bisa mengambilnya sendiri. Mulai besok t
Setelah menghabiskan sarapannya, Widia buru-buru mencari Dokter Ardian. Ia sudah tidak betah berlama-lama berhadapan dengan Citra di meja makan. Ia merasa kehadiran Citra sangat mengancam posisinya yang ingin menggantikan Kakaknya menjadi istri Dokter Ardian. Namun, ia harus bersabar. Tanah kuburan Kakaknya masih belum kering. Tidak mungkin ia membicarakan pernikahan di saat semua orang masih berduka.Citra baru saja menghabiskan makanannya. Ia bingung harus mencari Dokter Ardian ke mana. Ia baru sampai di rumah ini kemarin dan belum sempat berjalan-jalan untuk mengetahui denah tata letak rumah ini. Ia pun pergi ke dapur untuk menanyakannya pada Bik Yati. Kebetulan Bik Yati sedang mencuci piring.“Bik, di mana Dokter Ardian?” tanya Citra pada Bik Yati.Bik Yati pun menoleh dan tersenyum pada Citra. “Ada di taman belakang, Mbak,” jawab Bik Yati.“Oh iya. Terima kasih, Bik,” balas Citra lalu mencari pintu yang menuju ke taman belakang.Ketika Citra sudah menemukan pintu itu, ia mendengar
Dokter Ardian baru saja sampai di rumah sakit. Setelah keluar dari dalam mobilnya, ia berjalan menyusuri area parkir menuju ruang poli kandungan.Sepanjang perjalanan, semua mata yang berpapasan dengan Dokter Ardian merasa heran. Mereka tidak menyangka Dokter Ardian akan masuk bekerja secepat ini. Istrinya baru saja meninggal dua hari yang lalu, tapi Dokter Ardian terlihat tegar.Selama Dokter Ardian tidak masuk bekerja, Dokter Amanda lah yang menggantikannya memeriksa pasien di rumah sakit. Dokter Amanda adalah kakak kandung Dokter Ardian.Dokter Amanda biasanya bekerja di Rumah Sakit Bunda. Sedangkan Dokter Ardian bekerja di Rumah Sakit Husada. Ketika Dokter Ardian tidak masuk bekerja karena kematian istrinya kemarin, Dokter Amanda harus membagi waktunya bekerja di dua rumah sakit untuk menggantikan Dokter Ardian sementara.Ketika Dokter Ardian masuk ke dalam ruang poli kandungan, Dokter Amanda sedang memeriksa seorang pasien dengan alat USG.“Maaf, aku datang terlambat,” ucap Dokter
Usai mandi, Dokter Ardian keluar dari dalam kamarnya lalu masuk ke dalam kamar Citra.Di sana tampak Citra sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.“Di mana anakku?” tanya Dokter Ardian ketika melihat Citra tidak memangku anaknya.“Ada di tempat tidurnya, Dok,” jawab Citra sembari menyimpan ponselnya ketika melihat Dokter Ardian masuk ke dalam kamarnya.“Mm … maaf ya, untuk yang tadi malam,” ucap Dokter Ardian merasa tidak enak pada Citra.“Tidak apa-apa, Dok. Saya mengerti,” balas Citra dengan sopan.Di depan pintu kamar Citra, Widia mendengarkan pembicaraan mereka dan mengernyitkan dahinya.‘Apa yang terjadi di antara mereka tadi malam?’ batin Widia. Ia pun semakin penasaran ada hubungan apa antara Dokter Ardian dan Citra.Widia pun masuk ke dalam kamar Citra dengan membawa secangkir kopi untuk Dokter Ardian.“Ini, aku buatkan kopi khusus untuk Kak Ardian,” ucap Widia seraya menaruh secangkir kopi di atas meja.“Terima kasih,” balas Dokter Ardian.“Saya mau ke kamar dulu,” pa
BAB 11Minggu, 07 Juni 20xxHari ini suamiku libur bekerja. Aku pun mengajak-nya untuk berbelanja keperluan calon bayi kami. Tentu saja suamiku sangat antusias karena ini anak pertamanya.Dia terlihat sangat senang saat memilih pakaian dan keperluan bayi. Aku bisa melihat kebahagiaan terpancar di wajahnya.Dokter Ardian membaca buku diary milik Nadia dengan menitikkan air mata. Saat ini, ia sangat merindukan istri yang setiap hari menemani hari-harinya itu.Ia pun menatap tempat tidur yang ada di sampingnya, tampaklah kenangan saat Nadia berbaring dan tersenyum padanya.Biasanya Nadia akan berbaring sembari mengelus perutnya yang buncit dan mengajak bicara janin yang ada di dalam kandungannya.Kemudian Dokter Ardian membelai bantal yang biasa dipakai Nadia. Ia mencium bau bantal itu. Wangi rambut dan tubuh Nadia masih melekat di bantal itu. Ia pun mengambil bantal itu lalu meremas dan memeluknya.“Kenapa kamu pergi secepat ini?” gumam Dokter Ardian dengan tubuh bergetar dan menangis di
BAB 13Sesampainya di lantai dua, Dokter Ardian masuk ke dalam kamar Citra untuk menidurkan Nizam. Di sana, Citra sedang merapikan kamarnya dan mainan Nizam. Dokter Ardian pun bisa melihat bahwa Citra lebih tulus dari pada Widia.***Empat bulan kemudianKarena selalu didesak, akhirnya Dokter Ardian pun setuju untuk menikah lagi. Ia melakukan semua itu untuk Nizam.Kini Nizam sudah berusia enam bulan. Dokter Ardian pun mengajaknya berziarah ke makam istrinya, dengan mengajak Citra tentunya.Setelah mengaji dan berdoa, Dokter Ardian pun membelai batu nisan almarhumah Nadia.“Apa kabarmu, Sayang?” tanya Dokter Ardian.“Apa kamu baik-baik saja di sana? Aku harap demikian. Setiap malam aku selalu berdoa semoga kamu bahagia di sana,” imbuh Dokter Ardian. “Hari ini aku mengajak anak kita. Dia sudah besar sekarang,” tutur Dokter Ardian seraya menatap Nizam di gendongan Citra.“Oh iya, Papa menyuruhku menikah lagi. Apa kamu setuju kalau aku menikah dengan dia?” tanya Dokter Ardian meskipun ia