Share

BAB 6

Ketika sampai di depan pintu kamar Citra, Dokter Ardian segera membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Kebetulan Citra juga tidak mengunci pintu kamarnya.

Citra pun terkejut saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ia segera menoleh pada pintu kamarnya dan tampaklah Dokter Ardian berdiri di sana.

“Kenapa dia menangis?” tanya Dokter Ardian sembari berjalan mendekat ke arah Citra lalu mengambil alih bayi itu dari tangan Citra.

“Mungkin dia merindukan Mamanya, Dok,” jawab Citra dengan ragu. Sedari tadi ia sudah berusaha merawat dan menjaga anak Dokter Ardian agar tidak sampai menangis kencang.

“Apa kamu sudah mengganti popoknya?” tanya Dokter Ardian seraya meraba diapers yang dipakai anaknya.

“Sudah, Dok. Bahkan susu pun baru saja ia habiskan,” jawab Citra menjelaskan.

Dokter Ardian pun berusaha menenangkan bayi itu dengan menimang-nimangnya. Namun, hasilnya nihil. Ia pun berpikir bagaimana caranya membuat bayi itu berhenti menangis. Tiba-tiba terbesit sebuah ide yang mungkin bisa dikatakan ide gila, tapi apa salahnya mencoba, pikir Dokter Ardian.

“Coba susui dia,” ujar Dokter Ardian seraya mendekati Citra.

“Apa, Dok? Susui?” ulang Citra untuk memastikan ia tidak salah dengar dengan mengerutkan keningnya.

“Iya. Mungkin dia pengen nenen,” balas Dokter Ardian seraya memberikan bayinya pada Citra.

“Tapi, Dok, saya kan bukan ibunya. Saya juga tidak punya ASI,” tutur Citra berusaha menolak permintaan Dokter Ardian. Bagaimana pun ia masih perawan. Tubuhnya belum pernah dijamah siapapun. Masa iya, bayi Dokter Ardian yang akan menjamah tubuhnya untuk pertama kalinya. Tentu saja ia tidak rela. Apalagi bayi itu bukan anaknya.

Karena tangisan bayi itu semakin keras, Dokter Ardian pun segera meraih kancing atas piama Citra untuk segera membukanya. Ia tidak tega melihat anaknya menangis seperti itu.

“Dokter!” jerit Citra seraya menepis tangan Dokter Ardian dengan kasar dari dadanya.

Dokter Ardian pun melihat tangannya sendiri yang ditepis Citra. Ia menyesal telah berlaku kurang ajar pada Citra.

“Maaf,” ucap Dokter Ardian dengan pasrah dan menundukkan kepalanya.

Citra pun mengerti dan menyesal karena sudah berteriak pada Dokter Ardian.

“Saya akan melakukannya, tapi tolong Dokter keluar dulu dari kamar ini,” tutur Citra akhirnya mengalah. Ia juga tidak tega melihat bayi itu menangis terus menerus.

“Oke, baiklah. Kalau kamu butuh bantuan apapun, kamarku ada di sebelah kamar ini,” ujar Dokter Ardian lalu keluar dari kamar Citra dan menutup pintunya.

Setelah Dokter Ardian keluar dari kamarnya, Citra membuka kancing atas piamanya dan mengeluarkan buah dadanya. Meskipun agak ragu, ia akan mencoba menyusui bayi itu untuk pertama kalinya. Memang tidak mengeluarkan ASI, paling tidak bayi itu bisa mengempeng tanpa kembung dan kekenyangan.

Tidak lama kemudian tangisan bayi itu sudah tidak terdengar lagi. Dokter Ardian yang berdiri di depan pintu kamar Citra pun tersenyum dan merasa lega. Setelah itu ia masuk ke dalam kamarnya kembali.

Sementara itu Citra di dalam kamarnya sedang menyusui bayi Dokter Ardian dengan menahan sakit karena bayi itu menyedotnya dengan sangat kuat.

“Cepat tidur ya, Sayang …,” gumam Citra seraya membelai kepala bayi itu. Ia merasa kasihan pada bayi itu karena sejak lahir sudah tidak bisa melihat wajah Ibunya.

***

Keesokan harinya

Pagi-pagi sekali Widia sudah datang ke rumah Dokter Ardian dengan membawa banyak belanjaan di tangannya. Kemudian ia menuju dapur untuk memasak sebelum Dokter Ardian turun ke lantai bawah untuk sarapan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Gatel bgt sih si widia pengen w garuk pake garpu jeramj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status