Share

Pendekar Lembah Iblis
Pendekar Lembah Iblis
Penulis: Langit Biru

Bab 1 Amon Pendekar Pelit dan Perhitungan

Amon mengerang dalam hati, Baginya kedua perempuan yang baru dipungutnya itu sekarang jadi hal yang menyulitkan untuknya. Pertama, keduanya tidak menghasilkan uang sama sekali—dan pastinya menghabiskan uang, bukannya mereka juga perlu makan dan Amonlah yang harus menanggung semuanya— kedua, cewek-cewek ini payah, lemah! Sampai rasanya Amon bisa saja melemparkan sebuah ranting pohon dan keduanya akan terjerembab jatuh akibat hantaman benda itu. Bayangkan, mereka berdua tidak memiliki Imdok, dan bagaimana dua orang gadis belia, yang terserak di belantara hutan ini tidak punya kemampuan membela diri?! Mereka ingin mati digilas perampok apa?! Atau mereka ingin menyediakan dirinya menjadi budak!

Amon sebenarnya berkali-kali menyesali menolong keduanya. Menjadi orang baik yang butuh uang itu repot!

Amon Cuma memandangi dua gadis belia itu yang berjalan di belakangnya, terseok-seok, lemas dan terlihat tidak bertenaga. Wajar saja, karena mereka sudah berjalan lebih dari dua hari, menyusuri hutan yang belum juga berhasil terlihat pangkal ujungnya.

Lemah, lemah…Aaaarg, kenapa pula dia membawa kedua perempuan itu bersamanya. Kenapa pula dia harus terjebak oleh si mata biru itu. rasanya Amon masih ingin memaki dirinya. “Laki-laki sejati tidak boleh mengingkari janji,” ucap si gadis mata biru itu ketika dia membuat perjanjian.

Amon tidak pernah menyangka bahwa dia bisa dipecundangi gadis kecil imut itu. lalu, terikat kontrak tidak tertulis dengan keduanya. Pengennya dia meninggalkan dua orang gadis itu, tapi tawaran dari si Mata Biru—salah satu dari gadis itu memiliki mata biru—membuatnya tergoda dan inilah. Dia terjebak dengan kedua gadis itu.

Amon berjalan, terhenti sejenak, dan kedua perempuan belia itu berhenti berbarengan. Si mata biru, yang bernama Li Mey memandang ke arah Amon, tanpa suara. Sedang kakaknya, Kinan memandang sekitar dengan dengus gelisah.

“Apa mereka masih mengejar?” tanya Kinan gelisah. Dia masih merasa takut, sampai sekarang juga buluk kuduk gadis itu tidak berhenti meremang. Begajul jahat, perampok kejam dan penculik wanita, mereka baru saja lolos dari orang-orang jenis itu, dan semua berkat pertolongan Amon—dan Amon selalu memanggil dirinya sendiri Tuan Amon.

Amon memandang ke arah Kinan, mendengus, merasa sebal sendiri. sebenarnya kedua gadis yang ditolongnya ini terlibat masalah pelik, dan dia dengan separuh hati—sesungguhnya Amon berharap ketika menolong keduanya dia akan mendapatkan hepeng (uang) dan keduanya. Tapi kenyataan yang diterimanya, kedua gadis belia ini tidak memiliki satupun uang untuk membayar jasanya.

“Tunggu di sini!” perintah Amon sambil berjalan sedikit menjauh. Pemuda itu memandang sekitaran. Hutan itu lebat, dedaunannya rimbun sehingga seperti saling merajut dan menutupi sinar matahari.

Lalu, setelah memperhitungkan dengan seksama, arah tiap-tiap pohon, Amon melompat dengan cara menjejak setiap batang pohong, melenting seringan monyet dan sudah berhasil sampai ke bagian pucuk pohon dan bertengger bagai tanpa gravitasi.

Wajah Kinan takjub. Biar pun dia telah melihat beberapa orang sebelumnya melenting dengan ringan ke atas pohon, tapi tetap saja hal tersebut menakjubkan. Sedang Limey, adiknya Cuma diam saja menunggu dan sepertinya pertunjukan ilmu meringankan tubuh tidak membuatnya lebih tertarik daripada memikirkan hamparan hutan dihadapannya dan warna langit yang mulai berwarna orange.

Amon kembali turun lagi. dia sudah mengukur dari jarak sekian ratus meter, dengan pandangannya. Dia tidak menemukan gerakan mencurigakan dari atas sana. Amon bisa memastikan para pengejar tidak dapat menemukan mereka yang sudah masuk ke dalam hutan.

Setelah kakinya berhasil menjejak tanah dengan ringan, pemuda dengan balutan perban yang menutupi hampir satu tangan kanannya itu segera memalingkan mata memandang ke arah satu orang yang bisa dijadikan kacungnya.

“Kamu-“ tunjuk Amon pada Limey, “Cari ranting, kita berkemah di sini, hari sudah beranjak gelap, dan berkeliaran tanpa tujuan Cuma membuat kita jadi makan malam hewan buas!”

Limey mengangguk, namun Kinan tampak tidak suka ketika Amon memanggil adiknya dengan kata ‘kamu’, wajahnya langsung memerah karena marah, “Jangan panggil dia kamu. Dia punya nama!” seru Kinan ketus.

“Diam bocah!” Amon menaikkan tangannya dengan dingin.

“Aku bukan bocah!” Kinan berkata lagi, sekarang suaranya ditinggikan. Limey segera menahan laju tubuh Kinan yang maju terbawa emosi. Perempuan berdarah panas itu hendak maju dan mencaci namun tindakannya terhenti karena sentuhan tangan Limey pada lengannya. Limey berputar, hendak berjalan, tapi Kinan sudah menangkap tangan adiknya.

“Kita cari bareng-bareng!” seru Kinan, gadis itu kemudian mensejajarkan jalannya di samping Limey.

“Kakak tinggal saja sama tuan.” Jawab Limey sambil melempar senyum mencoba menyembunyikan rasa lelahnya.

“Sejak kapan dia jadi tuanmu! Jangan pake kata-kata menjijikkan itu!” Kinan menjadi bergidik mendengar Limey menyebut Amon “tuan”. Amon yang mendengar langsung menatap ke arah Kinan. Niatnya untuk membaringkan badan urung mendengar ucapan Kinan.

“Bocah, apa aku harus mengajarimu sopan santun pada gurumu sendiri?!” Amon berkata dengan nada dingin dan tidak suka. pemuda itu menatap lekat dan melemparkan pandangan dingin pada Kinan.

“Apaan yang guru!” Kinan balik menatap Amon dengan garang.

“Kamu lupa tentang perjanjian kita kemarin kemarin bocah?” Amon membalas ucapan Kinan dengan lugas, tersenyum. “Kalian tidak punya uang, dan aku dengan

baik hati menolong kalian yang hampir—hm, diperkosa—dan si mata biru bilang, dia bersedia jadi kacung untukku, asal kau diajari ilmu silat. Rasanya, hal itu baru kemarin, dan tentunya masih segar dan terang benderang dalam ingatan kalian?”

Kinan terhendak, dan kemudian menyadari bahwa apa yang dikatakan Amon benar, namun harga dirinya menolak untuk menerima hal tersebut. Hampir saja dia menyemburkan sumpah serapah, namun Limey sudah menyentuh tangan Kinan lagi, dengan lebih keras. Kinan menghentikan ucapannya, lalu kemudian berputar membelakangi Amon, “Aku bantu cari ranting!” ucap Kinan menahan kesal.

Keduanya berjalan meninggalkan Amon. Amon menghempaskan tubuhnya di atas daun-daun kering. Rambutnya panjang dengan lengan kanan yang terbalut perban sampai ke ujung lengan. pedang buntungnya di letakkan di sisi pohon, benda itu unik,dengan ujung pengangan yang berbalut kain putih, dan ukurannya yang besar tapi ujungnnya terlihat potong dan tidak menjanjikan. Senjata kebanggaan Amon, dan termasuk barang paling langka di dunia ini.

Laki-laki tampan dengan mata sayu dan rambut berantakan itu sudah mulai merasa mengantuk. Pastinya dua gadis tadi akan segera kembali, kesempatannya untuk beristirahat Cuma ketika si cerewet Kinan tidak ada di tempat.

Pikiran pemuda itu berputar pada kejadian belum lama ini. dan kepalanya terasa senut senut menyesali keputusannya untuk menolong dua bocah itu. Inginnya dia menjual kedua gadis itu pada pedagang budak, tapi urung dia dia lakukan. Bahkan dalam pikirannya sendiri Amon sudah mengusir hal tersebut jauh-jauh. Dia memang mata duitan, tapi bukan orang jahat. Pekerjaannya sebagai pendekar bayaran malah membuat dia terjebak pada kedua perempuan itu, padahal Amon dengan sengaja menjaga jarak hubungan dengan manusia kecuali dalam hal bisnis. Baginya, melakukan perjalanan seorang diri jauh lebih bebas dan lebih aman dibandingkan dengan banyak orang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status