Share

Bab 3 Musuh Dalam Kegelapan

Amon mudah tertidur bila merasa enak, dan bagi pemuda itu pijitan Limey memabukkan dan bikin cepat tertidur. Melihat sang Tuan sombong tersebut tidur, Limey kini menggeser tubuhnya, pindah mendekati sang kakak. 

Api di dekat mereka meliuk-liuk dan memercikkan sekeping debu. Kinan duduk di satu akar yang menonjol keluar dari tanah. Wajahnya tampak kecewa dan hampa. Limey melemparkan potongan ranting ke dalam api.

“Kenapa?” ucap Kinan dan kata-katanya mengambang. Limey menengok ke arah kakaknya, “Kenapa kita ada di sini? Kenapa harus kamu yang menerima penghinaan ini?!” suara Kinan tampak tidak berdaya, “Dan kenapa…kamu nggak membela diri?”

“Kak..” Limey mendekat dan menyentuh pundak kakaknya perlahan, Kinan bergeming. Masih memandangi api yang meliuk-liuk indah. “Aku nggak apa-apa, sungguh. Nggak usah cemas…”

“Bagaimana nggak cemas….kita bahkan tidak tahu kita sebenarnya ada dimana dan kamu, malah merelakan diri kamu jadi pesuruh pendekar pelit itu. rasanya, dunia seperti terbalik dimataku!” Kinan memandang adiknya kini, matanya sudah seperti kaca.

Limey duduk, menghela napas. “Kakak, kakak masih ingat waktu umurku 7 tahun. Waktu itu ada penculik yang hendak menculikku, kakak ingat. Karena sekolah kita sama, karena kita pulangnya sama, makanya penculiknya juga menculik kakak. Waktu itu kita berusaha bertahan, padahal kita berdua bisa saja hampir mati di bunuh penculik. Kakak terus menenangkan, kakak terus mencari upaya, sampai kakak terluka…iya kan?” Limey memandang ke arah Lea, tersenyum.

“Ingat, tapi bagian yang terlukanya salah…” Kinan menunduk, “kamu yang terluka paling parah. Bahkan hampir mati…” desis gadis itu.

“Masa? Aku lupa masalah itu…” Limey memandang Kinan heran, “Yang aku ingat kakak menolongku, melindungi aku…”

Kinan berusaha tersenyum, “Habis, kamu mendadak mendorong tubuhku yang hampir di hantam kaki penculik, lalu badan kamu kena pecahan kaca, pendarahan. Di samping ginjal. Hampir mati…waktu itu darah melulu.” Sekarang Kinan memandang ke adiknya tepat pada mata Limey yang biru. “Waktu itu aku nangis terus, kamu krisis, enggak tahu selamat atau nggak, aku berdoa, kalau adikku selamat, aku janji…aku akan melindunginya…”

“Ada kejadian yang seperti itu ya?” Limey bertanya kaget.

“Kamu mungkin nggak ingat Mey, tapi aku…” Kinan tidak melanjutkan kata-katanya. Dia ingat, saat itu dia masuk ke dalam ruangan tempat adiknya dirawat, melihat adiknya terbaring dengan selang di tangan. Di pegang tangan adiknya dan bersumpah, akan menjadi kuat untuk melindungi Limey. “Itu adalah masa yang krisis sekali…”

Limey tersenyum, “Benar, itu masa yang krisis sekali, dan sekarang kita menghadapinya, lagi. tapi, sekarang berbeda. kita bukan lagi anak-anak seperti dulu, kita sudah dewasa. Maka kita hadapi masalah ini dengan otak kita, untuk bertahan hidup.”

Bertahan hidup?! Apakah bertahan hidup dengan cara seperti ini, menempel pada orang pelit bin kikir seperti Amon itu? Kinan memandang ke arah Limey. Matanya seolah mau protes, tapi tidak mampu. Limey seperti paham, lalu mata birunya membulat, dan Limey kemudian menggenggam tangan kakaknya, “Maka itu, percaya padaku kak.” 

Amon menggeliat di tempatnya, matanya terbuka sebelah, dipandangi tangan Limey yang memegang tangan Kinan. Kembali menutup matanya dengan tenang. Liukan api dan gemeritik ranting yang terbakar mengisi kesunyian di tempat itu.

**

Amon membuka matanya cepat, desingan angin di sekitarnya yang berbeda membuat pemuda itu menjadi waspada. Cepat-cepat dia berdiri, meraih pedang buntungnya yang bersender disampingnya. Desisan angin makin keras. Lalu Amon melenting cepat di dekat Kinan dan Limey, tangannya berputar cepat. Ketika pusaran tangannya terhenti, di sarung pedangnya tertancap lima senjata berupa pisau kecil, Kinan dan Limey terperangah. Amon membuka tangannya seolah menghalangi kedua perempuan di belakangnya bergerak maju.

“Kalian berlindung!” seru Amon sambil memasang kuda-kuda pertahanan, pedang buntungnya kini sudah diayunkan ke depan sebagai tanda siaga. 

Mendadak dari atas pohon melompat lima orang dengan cadar hitam. Kelimanya seperti melingkari Amon yang melindungi Kinan dan Limey dengan punggungnya. Tangan Amon bergerak memberi isyarat, agar dua kakak beradik tersebut berpindah ke belakang pohon untuk berlindung. Limey menangkap isyarat tersebut, memegang tangan Kinan dan memberi isyarat dengan mata. Keduanya segera memutar tubuhnya perlahan dan berjalan pelan-pelan mendekat ke pohon dan segera berlindung dibaliknya

“Ternyata Kalian lagi….!” sentak Amon, berusaha mengalihkan perhatian.

“Kita bertemu lagi!” seru satu orang bercadar yang paling pinggir.

“Kalian mengejarku sampai sini, heh?” Amon mengawasi sambil mengukur kemampuan para pengepungnya.

“Kamu kira, kami bisa lupa wajah pembunuh teman kami?” satu orang yang bercadar di sisi tengah berteriak sambil menunjuk ke arah Amon dengan parangnya.

“Jadi brewok-brewok itu teman-teman kalian?” tanya Amon santai tapi tetap awas. Belum lama ini dia mendapat upah untuk membasmi para begal di sebuah desa, dan mereka terkenal sebagai begal berewok, karena anggotanya semua memiliki cambang menakutkan.

“Jangan belagak lupa!” kini yang tengah dan bercadar berteriak, “Kamu membunuh teman kami di Desa Nusa dua!”

Tuh, benar! seru hati Amon. Ternyata mereka begajul kawan para begal berewok. Ternyata masih tersisa komplotan mereka. Ini kesempatan bagus untuk melibas semuanya biar tidak jadi kerak masalah nanti. Pikir pemuda berambut panjang tersebut.

“Ah, aku ingat!” cetus Amon dengan nada suara riang yang menyebalkan, “Kalian para perampok di desa Nusa Dua. Kehormatan besar buatku sampai kalian mengejarku ke sini….ck-ck-ck!” nada Suara Amon penuh ejekan.

“Berengsek! Terima pembalasan kami, dan menyesallah di akherat!” seru satu orang yang paling pinggir, tampaknya napasnya sudah memburu karena menahan amarah. Orang tersebut meloncat ke depan, tangannya mencabut pedang secepat kilat. Pedang tersebut berkilau dan sabetannya menimbulkan efek kilat dan udara yang mengeras. Amon menahan napas, prana disalurkan dipedangnya. Pedang Amon yang buntung lepas dari sarungnya. Keduanya saling menghantamkan pedang. Percikan api akibat tenaga dalam membuat keduanya mundur.

Empat orang sisanya mendadak menyebar. Lalu dibalik kegelapan ke empat orang itu mengeluarkan benang yang sudah dikeraskan dengan tenaga dalam. keempatnya melemparkan benang secara bersama-sama ke arah Amon. Seperti sihir, benang segera berputar di tubuh Amon dan langsung menjerat pemuda tersebut. Amon yang semula hendak bergerak kaget karena ada sesuatu yang mendadak melilit tangan dan tubuhnya hingga sulit bergerak. Satu orang yang menyerangnya tadi mundur dan kemudian melempar sesuatu pada Amon.  

“Bentuk formasi!” salah satu orang bercadar berteriak. Kelimanya bergerak membentuk bintang, mengelilingi Amon yang terjerat benang tersebut. Amon terkunci. Kinan dan Limey yang bersembunyi di balik pohon terlihat kebingungan melihat Amon sama sekali tidak menggerakkan tangannya dan tampak bergoyang-goyang kepayahan.

“Dia kenapa?” tanya Kinan heran, “Bukannya menghajar para begajul itu, malah diam begitu!!”

“Kayaknya ada sesuatu yang membuat Amon tidak bisa bergerak.” Ucap Limey sambil tetap mengawasi pertempuran.

“Berputar!!!” seru satu orang bercadar memberi komando. Ke lima orang tersebut berputar dengan melompat-lompat di udara. Di kegelapan malam, benang melilit Amon makin kuat, membuat pemuda tersebut merintih karena ikatan yang mengikis kulit-kulitnya dengan sangat keras. Amon berada di ujung tanduk

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status