Share

Bab 5 Kunci Misterius

Pak tua tersebut tersenyum, lalu kemudian menepis tangan Amon perlahan. Amon tersentak, dia merasakan ada desakan yang kuat yang membuat tangannya menjadi lemah dan tidak berdaya. Lalu Pak tua itu pergi.

Amon berdiri diam, tangannya yang disentuh oleh pak tua itu terasa kesemutan. Itu, aliran tenaga dalam, imdok tingkat tinggi. Walau sekejab, tapi aliran itu mengacaukan pembuluh darah Amon. Amon terkesiap, orang tua itu ternyata bukan orang sembarang.

Sial! Bahkan di desa kecil ini ada jagoan tak bernama. Sebaiknya aku harus segera bergegas keluar dari tempat ini. gumam Amon dalam hati. Setelahnya, pemuda itu segera menarik tangan Limey. “Kita segera bergegas pergi dari tempat ini!” serunya.

Limey yang ditarik Amon tampak bingung, namun Amon sudah membetotnya menjauh dari keramaian. Kinan pun mengekori dari belakang. Sebenarnya kinan merasa kesal, terlebih tadi Amon sempat menyebut adiknya Budak, namun Kinan tidak sempat menyemburkan kemarahannya. Dia sedang belajar untuk bersabar.

Ketiganya melewati pasar budak. Kali ini pedagang budak tengah menjual seorang perempuan cantik, bajunya demikian seksi. Kinan dan Limey memandang sekilas, Amon tidak, dia tetap berjalan lurus. Kerumunan orang berkumpul di tempat pasar budak tersebut, saling berdesak-desakan melihat dan tergiur oleh penampilan beberapa perempuan budak yang dijual.

“Silahkan lihat, dia cantik, namanya Mayu, silahkan, dimulai dari 10000 Zeni. Ada yang menawar tinggi!” teriak penjaja budak.

Mereka melewati pasar budak hingga sampai di sebuah penginapan. Amon masuk dan memesan satu kamar untuk mereka bertiga. Kinan kaget, bertiga?! Pendekar pelit ini sungguh kikir sekali.

Pelayan penerima tamu sempat melirik ke arah Limey dan Lea, tampak tersenyum mesum, dalam pikirannya terbesit iri karena ada seorang lelaki dapat sekamar dengan dua perempuan, cantik pula. Ketika dia melirik ke arah Kinan, gadis itu melotot galak, “Apa lihat-lihat!” serunya kesal. Sang pelayan buru-buru menyembunyikan pandangan karena takut dengan semburan api kemarahan dari pandangan mata Kinan.

“Kalau tuan ada perlu apa-apa, saya…” belum sempat si pelayan selesai bicara, pintu segera didorong Amon hingga tertutup, tepat satu senti dari wajah sang pelayan yang melongo karena diperlakukan kasar oleh pengunjung.

“Pelayan itu mesum!” seru Kinan akhirnya setelah pintu tertutup. Amon berjalan mendekat ke arah meja, membuka kendi dan menuangkan air. “Dan tempat apa ini? sampai ada perdagangan budaknya!”

“Kalian juga hampir menjadi seperti perempuan-perempuan tadi!” ucap Amon setelah menenggak minumannya.

“Kami tidak—tidak akan pernah begitu!” Kinan membantah.

“Hampir. Kalau aku tidak datang saat itu!” tambah Amon seakan tengah mengingatkan jasanya pada Kinan.

“Kau!” Kinan berteriak tertahan, tapi Amon sudah mendelik dan Kinan merasa mata Amon seperti ancaman. Pemuda itu sedang tidak ingin beradu argumen dan bertukar kata-kata kecaman dengan Kinan, pikirannya sedang penuh oleh penampakan orang tua yang tadi ditemuinya dipasar dan meramalkan dirinya dan Limey. Jauh dalam ingatannya dia samar-samar mengingat tentang sebuah kisah seorang peramal sakti, namun itu kisah yang didengarnya waktu kecil.

“L, kau urus di sini, dan kau bocah, tutup mulutmu. Aku akan pergi keluar sebentar!” Amon segera bergegas keluar kamar. Kinan dan Limey memandang. Kinan merasa kesal, ditendangnya dipan hingga kakinya terasa sakit.

“Brengsek!!!” teriaknya, “Kenapa kita harus ketemu orang menyebalkan seperti itu!!!”

Limey duduk di satu bangku, diam dan berpikir sejenak. Kinan menjadi gelisah, tangannya terkepal-kepal marah.

“AAAAAARG!” Kinan berteriak dan membanting dirinya di atas dipan. Terbayang di matanya semua kejadian lima hari yang lalu.

**

Kinan meneliti kunci yang diterimanya tadi dari orang tua yang ditolongnya. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang serius, namun sempat juga jadi pikirannya. Sebelumnya seorang tua hampir saja tertabrak mobil, namun dengan kesigapan Kinan, gadis itu berhasil menyelamatkan satu nyawa. Pak tua yang ditolongnya mengucapkan terimakasih, lalu kemudian memberikannya sebuah kunci.

Dengan perasaan heran, Kinan pun menerima kunci tersebut, kunci tua yang lusuh. Namun gadis itu tidak sampai hati menolak pemberian bapak tua itu yang sepertinya memaksa Kinan untuk menerima kunci itu. dengan ramah Kinan menerimanya, walau dia sendiri bingung untuk apa benda itu.

Pak tua itu tampak lega telah memberikan kunci tersebut pada Kinan. Lalu dengan suara bergetar berkata, “Gunakan ketika kamu sangat membutuhkannya untuk membuka tempat yang terkunci. Kunci itu akan menolongmu.” Pesan pak tua itu sebelum pergi.

Kinan memandang Limey yang ada di dekatnya, adiknya tersebut tersenyum lalu berkata, “simpan saja, siapa tahu benar benar berguna pada suatu saat.”

Kini, Kinan memikirkan kembali kunci aneh yang panjang dengan ujung berbentuk bulat, kunci yang biasa saja, dan bodohnya lagi, kok dia mau menerima kunci seperti itu. Limey memandang Kinan yang sibuk membolak-balik kunci tersebut di tangannya.

“Kenapa Kak?” tanya Limey.

“Ini Cuma kunci biasa, kenapa juga tadi diterima ya?” tanya Kinan sambil memandang Limey.

“Coba lihat.”

Kinan menyerahkan kunci tersebut pada Limey, dan kini Limey yang memandangnya dengan seksama. Kunci berbentuk panjang, dengan gerigi di sisinya. Panjang kunci itu persis jari telunjuk, dengan bulat di atasnya yang hanya terisi lobang kecil yang bahkan tidak bisa disangkutkan gantungan. Warna kunci itu lebih menarik lagi, sisi satu berwarna perak dan sisi lainnya kuning emas.

“Nggak ada yang aneh kan. Cuma kunci biasa. Tapi warnanya memang agak menyolok. Belum pernah ada kunci warna selang-seling begitu, tapi idih, bisa-bisanya aku dibohongi pak tua itu,” sungut Kinan penuh sesal.

“Memang orang tua itu bilang apa?”

“Dia bilang kunci ini bisa membuka pintu yang terkunci, kayak kunci all you can take. Akkkh, kenapa aku percaya begitu saja ya!!” Kinan mengacak-acak rambutnya sendiri yang pendek sebahu, “mana ada yang begituan!” celetuk Kinan sambil terus mengepal-ngepalkan jari-jemarinya.

“Ya, begitulah kakak…” ucap Limey sambil menghembuskan napasnya.

“Padahal pak tua itu kan enggak musti bohong. Aku kan nolong dia iklas, eh dia malah ngasih kunci ini. Semula kupikir emang bentuknya sedikit aneh, tapi pas dilihat-lihat ternyata biasa-biasa saja.”

Limey menyerahkan kunci itu kembali pada Kinan, Kinan memandangnya lalu bersiap untuk membuangnya, tapi mendadak Limey mencegah, “Jangan Kak. Pak tua itu sudah ngasih barang itu, siapa tahu berguna, siapa tahu seperti yang dia katakan. Kalau begitu, pasti seru.” Alis Limey bergerak seperti menggoda.

“Berguna. Iya, kali bisa membobol bank…” ucap Kinan sambil mengedip jahil pada Limey lalu menurunkan tangannya yang sudah bersiap melempar. Kemudian dimasukkannya kunci tersebut ke dalam saku celana panjangnya.

“Jadi belanjanya?” tanya Limey lagi.

“Terserah, Kalau jadi oke, enggak juga enggak apa-apa.”

“Ya udah, jadi aja. Kita ke supermarket sebentar ya,” ajak Limey sambil menunjuk satu gedung besar di depan mereka.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Mr
time travel toh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status