Share

Bab 8 Bertemu Penolong

Kinan merasa, kekuatannya tidak sanggup menyarangkan pukulan pada laki-laki berewok tersebut. Dan, tendangan terakhir dari laki-laki itu telak menghantam iga kiri Kinan, kontan tubuh Kinan terbanting ke samping sambil meringkuk kesakitan. Pukulan bagai beton raksasa tersebut memaksa Kinan terbaring dan melenguh kesakitan tanpa bisa kembali berdiri dengan benar.

“Kak!!” Limey berlari memburu Kinan, memeriksa keadaan Kinan. Cidera dalam, agak memar, tapi tidak sampai pendarahan dalam.

Berpikir….berpikir…segera berpikir! Limey memacu kerja otaknya, memikirkan cara agar lolos dari mulut buaya. Tapi, dengan keadaan Kinan yang terbaring tidak berdaya di tanah, Limey sudah tidak tahu lagi mesti bagaimana. Kini si brewok tersebut menghampiri Kinan yang masih meringkuk dan berusaha berdiri, tapi dengan kejam laki-laki itu menendang Kinan hingga jatuh tersungkur dan pingsan. Limey ingin menjerit, tapi matanya awas melihat 2 orang lainnya sudah datang mendekat, langsung saja mulut Limey kembali terkunci, dan menunggu situasi.

“Hei, jangan sampai luka, nanti nggak laku!” ucap salah satu dari orang yang datang tersebut.

“Aku boleh main-main kan? Yang ini keras kepala.” Ucap si brewok.

“Yang satu lagi?” laki-laki lain mendekat Limey yang terduduk lemas, ”Hahahaha, tenang aja, dia terlalu ketakutan, dan..” ucap laki-laki itu sambil mengamati Limey, 

“Hei, matanya biru.”

“Apa?! Matanya biru?” seorang laki-laki yang lain lagi segera mendekati temannya dan kini ikut memperhatikan Limey. “Mata yang indah….hahahaha! dia bakal laku dijual!! pasti mahal.”

“Aku tidak pernah mendengar ada manusia bermata biru?” seorang laki-laki lain mendekat ke arah Limey, lalu dengan kasar menarik dagu gadis tersebut. Mengamati warna mata Limey yang biru seperti warna lautan.

“Ini barang langka!” serunya.

“Apa itu berarti bagus?” kawannya bertanya heran.

“Ini mahal, bakal banyak orang rela membayar mahal untuk barang yang satu ini!” seru salah satu begal yang berada di dekat Limey.

Lalu, para begal tertawa. Mereka merasa bakal mendapat untung besar.

Limey terus berusaha berpikir, dia harus melakukan sesuatu, atau kalau tidak dirinya dan Kinan akan berhadapan dengan masalah. Tepat ketika ketiga orang itu sibuk tertawa dan mengikat tubuh Kinan, mendadak terdengar suara cekikikan keras dari atas pohon yang mengema, membuat ketiga orang berewok itu saling berpandangan.

“Setan dedemit, siapa itu!!” teriak si brewok, “Imdoknya boleh juga. Kalau setan, segera pergi dari sini, atau akan berhadapan dengan Hitam bersaudara!!”

“Hahahaha! Hitam bersaudara? Nggak kenal tuh!” sahut suara tersebut mengejek. Ketiga bersaudara tersebut kini saling berpandangan, lalu ketiganya mengangguk dan mendadak dua di antara tiga orang tersebut melompat, dan melemparkan sesuatu ke udara. Suara desingannya terdengar nyaring.

“Hahahaha, Apaan tuh! Senjata rahasia ya? Atau jarum jahit!!!” suara itu semakin mengejek. 

Kini ketiga pria berewok itu sudah naik darah, “Cih, Begajul! Keluar, jangan cuma berani sembunyi!!” kali ini teriakan mereka mengema hingga membuat Limey merasa telinganya seperti dihajar sesuatu.

“Hei Nona yang ada di situ, kamu masih sadar kan! Aku akan menolongmu, tapi…tidak gratis!” suara yang dikirim dengan imdok itu menggema kembali, kali ini mengajak Limey bicara.

“Iya, tolong kami!” seru Limey tanpa berpikir lagi. situasi membuat keadaannya terjepit, dan saat ini pertolongan dari iblis pun akan diterimanya. Apalagi setelah melihat keadaan kakaknya yang terkapar tidak berdaya.

Lalu terdengar suara angin bersiul dari atas pepohonan. Siulan tersebut bersamaan dengan kemunculan seseorang tepat ditengah antara Limey dan si berewok. Seorang laki-laki muda dengan baju berwarna hijau cerah, lengan kanannya dibalut kain yang seperti perban hingga ujung lengan, rambutnya panjang dan terkuncir rapih ke belakang.

 “Bayaranku, lima ribu Zeni, bagaimana?” tanya laki-laki itu sambil mengerling ke arah Limey yang berada hanya satu depa di dekat pemuda berbaju hijau tersebut.

Limey sempat merasa salah mengartikan ucapan laki-laki muda di depannya. Tapi dianggukkan juga kepalanya, tanda setuju, “Iya, tolong kami!!” seru Limey.

“Aye Bos!” laki-laki muda itu pun meloncat, dengan salto indah segera menghadang ketiga laki-laki tersebut dan tersenyum pada mereka, “Aku mau tanya, kalian ingin mati yang bagaimana?”

“Cih, bocah bau kencur, mau sok jadi pahlawan!” para laki-laki yang menyebut hitam bersaudara itu tertawa. 

Amon tersenyum, “Masalahnya—aku bukan pahlawan, tapi pendekar bayaran,” jawab Amon santai, lalu mengacungkan tangannya ke muka.

Ketiga brewok itu merasa terusik, marah dan satu diantaranya berteriak memberi perintah, “Brengsek! Serang dia!!!” 

ketiga berewok menyerang bersamaan. Satu menyerang atas, sisanya sisi kiri dan kanan. Amon meletakkan tangannya ke depan, seperti menyiapkan kuda-kuda. Dia menghela napasnya. Udara disekelilingnya terasa menguap. Kaki penyerang siap mampir di dada Amon, Amon segera memutar tangannya menangkis. Penyerang tersebut mental, bersalto. Dua lainnya memutar tangannya. Kedua tangan dua brewok lainnya bersinar, menyerang dari sisi kiri dan kanan. Tangan Amon direntangkan. Amon berteriak. Energi seperti pecah disekitarnya. Udara berputar kencang. Cahaya berbenturan. Dua brewok mental lagi. mendarat indah di tanah walau kakinya sempat goyah dan tidak lurus berdiri.

“Adik  kedua, dia kuat!!” bisik brewok yang satu kepada saudaranya. Yang dipanggil adik mengangguk, sang kakak mengerling pada yang satu lagi yang berdiri agak jauh darinya, “Adik ke tiga di sana—kita bisa bentuk formasi!!” bisik brewok yang menjadi kakak. 

Walau Limey tidak mengerti apa itu imdok dan aliran tenaga dalam, tapi Limey dapat merasa kulitnya terasa perih karena tekanan udara di sekelilingnya. Dengan kekuatannya Limey menyeret tubuh Kinan menjauh dari arena pertempuran. Dia harus segera membangunkan kakaknya. Perasaannya mengatakan ini akan jadi pertarungan mengerikan dengan efek ledakan yang menyakitkan. 

Setelah berhasil menjauhkan tubuh Kinan dari arena pertarungan, Limey segera mengguncang tubuh kakaknya, “Kak, bangun!” bisiknya dengan gemetar. Ketenangan agak hilang dari kepalanya karena tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi nanti.

Kinan membuka matanya, rasanya seluruh badan perih dan sakit, “Aduh….” Erangnya sambil memegangi dadanya. Kinan segera memandang Limey yang membantunya duduk, “Mey…… kamu selamat?” tanya Kinan agak heran. Pingsan telah membuatnya kehilangan kesempatan untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.

“Aku nggak apa-apa.” Ucap Limey, wajahnya sudah terlihat pucat.

“Mereka….?”

“Ada orang aneh yang menolong kita. Itu, mereka sedang bertarung. Kakak bisa berdiri?” Limey membantu Kinan berdiri. Kinan merasa tubuhnya sakit semua, tapi dipaksakan juga, akibatnya Kinan memuntahkan darah.

Limey cemas, lalu dengan lengan sweaternya segera diseka darah yang masih menempel di bibir Kinan, “Kakak enggak apa-apa?”

“Dadaku sakit…” erang Kinan sambil mendekap dadanya dengan satu tangan. Sekarang mata Kinan berputar, melihat sekeliling, dan dia melihat adegan mengejutkan ketika dari tangan laki-laki berpakaian hijau itu keluar sinar merah yang menghantam laki-laki brewok yang tadi menyerangnya. Laki-laki brewok itu jatuh ke tanah, dan terdengar suara batuknya yang keras beserta semburan darah. 

Belum hilang rasa kaget Kinan, mendadak terdengar erangan keras dari arah berlawanan. Satu orang brewok yang dipanggil adik kedua tampak memegang dadanya yang tertancap senjata. Dia berusaha untuk menarik senjata tersebut dengan putus asa, lalu tubuhnya berputar-putar sebelum akhirnya meregang nyawa. 

Melihat saudaranya tewas, si brewok yang dipanggil kakak pun melarikan diri. tubuhnya melenting mencoba menjemput saudaranya yang lain yang terluka. Amon yang masih berdiri dari arah tidak jauh tampak tidak berusaha menghalangi. Si kakak membantu adiknya, keduanya melenting dengan cepat meninggalkan tempat tersebut.

Kini laki-laki muda berpakaian hijau itu menepuk-nepuk lengannya dan sekarang menatap Kinan dan Limey yang terduduk direrumputan.

“Mei…dia?” Kinan segera memegang lengan adiknya dengan cemas. Kinan tidak tahu situasinya, yang dikhawatirkannya dalam keadaannya yang begitu, dia tak akan mampu melindungi Limey.

Limey memegang lembut tangan kakaknya, “Tenang kak… dia teman.”

“Teman?”

Laki-laki berbaju hijau itu mendekat.  Setelah dekat, tangannya teracung ke arah Limey, “Lima ribu Zeni!” ucapnya tanpa peduli melihat Kinan kepayahan.

“Bisa tolong kakakku dulu?” tanya Limey sambil memapah Kinan yang kepayahan.

Amon memandang ke arah Kinan, “2000 Zeni, untuk biaya pengobatan.” Ucap Amon.

Kinan tidak mengerti, memandang ke arah Amon dan berusaha berbicara, “Kau…meminta bayaran?” tanya Kinan tidak percaya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maulana Syukron
perasaan tadi baju nya merah cerah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status