Share

V

Menjelang pagi, Baron Broke dengan semangat menuju kediaman Duke Alantoin, kakak kandung Ratu sekaligus seseorang yang berada di balik layar pernikahan Pangeran Hitam dan Amanda White. Pria tua itu berencana menagih sisa imbalan yang akan ia terima ketika putrinya telah dipersunting oleh Pangeran Hitam.

Baron Broke mulai berbasa-basi saat tuan rumah sudah berada satu ruangan dengannya. Duke Alantoin duduk dengan kepala mendongak dan kaki terlipat, mengacuhkan kata apa pun yang keluar dari mulut pria dengan janggut tebal itu. Sedikit kesal mendapat perlakuan tak hormat, Baron Broke langsung menyatakan tujuan sebenarnya kesini, “Duke Alantoin, aku akan mengambil sisa imbalanku, pengorbanan anakku butuh biaya yang tak sedikit.”

Duke Alantoin menaikkan sebelah alisnya “Pengorbanan anakmu? Dia sudah mati?”

Baron Broke menelan salivanya, “Be-belum ... .“

“Belum? Berarti Pangeran Hitam membawanya serta?” tanya Duke Alantoin kembali.

Baron Broke menggeleng kemudian tersenyum kaku di balik janggut lebatnya.

“Sejauh yang aku tahu Pangeran Hitam kemarin malam langsung pergi ke perbatasan, tepat di malam pernikahannya. Jadi bagian mana dari pengorbanan anakmu yang harus aku hargai, Baron?” tanya sang tuan rumah yang masih duduk dengan kaki terlipat.

“Ta-tapi Tuan mengatakan jika anakku menikahi Pangeran Hitam maka kekayaan dan gelar Duke akan segera aku dapatkan,” rajuk Baron Broke mengingatkan.

Duke Alantoin terkekeh pelan. “Siapa yang hendak kau tipu, Baron Broke? Perjanjiannya, anakmu mati di tangan Pangeran Hitam atau menikah dengannya ‘dan’ tinggal bersamanya,” tandas kakak kandung Ratu itu sambil menekankan kata ‘dan’ pada ucapannya.

Baron Broke gelagapan. “T-tapi P-pangeran yang tak mau mengajak serta putriku,” sahutnya bingung, berharap pembelaanya barusan diterima oleh lawan bicaranya.

Duke Alantoin mendekatkan diri ke muka Baron Broke. “Andaikata pangeran membunuh putrimu atau membawa sertanya ke istananya, maka aku akan menghargai pengorbananmu, tapi nyatanya ia tak membunuh juga tak mengajak serta putrimu,” papar Duke Alantoin. “Bukannya itu berarti putrimu tak cukup menarik untuk pangeran? Atau mungkin putrimu terlalu menjijikan untuk dia bunuh? Dan yang aku tahu dia bukanlah putrimu yang selalu berpenampilan menor di perjamuan minum teh ‘kan?” tanya sang Duke dengan sinis. 

Baron Broke pucat pasi, lututnya semakin lemas saat pertanyaan terakhir dari mulut Duke Alantoin langsung ditembakkan kepadanya. “Sial! Bagaimana ia bisa tahu?” batin pria tua itu.

“Kau mencoba menipuku dengan menukar putrimu, Baron sialan! Cepat pergi sebelum aku mengambil semuanya yang sudah aku berikan berikut nyawamu!”

Tergesa-gesa Baron Broke kembali ke kediamannya. Ia takut jika lebih lama lagi berada di mansion Duke Alantoin, ancaman yang ia terima barusan benar-benar akan terjadi. Dan sepanjang perjalanan pulang, rasa takutnya telah berganti amarah yang siap ditumpahkan pada putri sulungnya, Amanda White.

“Hanya karena anak sialan itu belum mati juga, aku mendapat kesialan seperti ini! Memang sepanjang hidupnya anak itu hanya membawa nasib buruk untuk hidupku! Jika Pangeran tak membunuhnya maka aku yang akan membunuhnya!” geram ayah Amanda, dengan muka memerah pria itu langsung menuju puri tempat Amanda tinggal.

Tamparan dan pukulan bertubi-tubi mendarat di tubuh Amanda. Kali ini siksaan itu bukan berasal dari ibu atau adik tirinya melainkan dari satu-satunya orang di dunia ini yang masih memiliki hubungan darah dengannya. Ayahnya kandungnya, Ben Broke.

“Gadis bodoh sepertimu harusnya mati saja!” umpat pria tua itu setengah mabuk.  “Kenapa tak kau susul saja ibumu?!”

“Andaikata kau terlahir normal, pasti Pangeran akan membawamu ke istananya. Bukannya malah membiarkan kau sendiri di sini,” ujar Baron Broke yang kerap kali menyinggung keunikan Amanda.

“Kenapa pula Pangeran sialan itu tak membunuhmu?! Ah! Bahkan ia pun jijik akan menyentuhmu saat membunuhmu! Pasti itu alasannya, bukan karena kau beruntung!” umpat kepala keluarga Broke itu kembali.

“Ma-maaf ... maaf ... ma ... akh! Am-ampun ... akh!! Maaf ....” Hanya kata ‘maaf’ dan ‘ampun’ serta jerit kesakitan yang terus keluar dari bibir mungil Amanda.

Sumpah serapah lain masih terus dilontarkan oleh Baron Broke kepada putri sulungnya. Matanya memerah sedangkan tangan kanannya memegang botol minuman keras. Pria tua dengan penyakit gula itu tampak sangat mabuk, tapi kakinya masih tak henti menendang Amanda yang sudah sedari tadi tersungkur di lantai.

“Pelayan!” panggil Baron Broke dengan kasar, tak lama tampak seorang pelayan datang dengan tergesa-gesa. “Dia bukan lagi putriku! Sekarang ia hanya salah satu pelayan di kediaman ini tak ada bedanya dengan kalian!” Pelayan itu kemudian menggangguk patuh penuh ketakutan.

Amanda White tak sadarkan diri saat ayahnya pergi meninggalkan puri tempatnya tinggal. Keadaan gadis bersurai putih itu sangat parah, pipinya bengkak dan basah akibat tamparan dan air mata, bibirnya juga berdarah, Dan jangan tanya sekujur tubuhnya lebam membiru akibat pukulan dan tendangan.

Pelayan yang bernama Nesa itu bergidik ngeri ketika melihat keadaan gadis itu. Amanda benar-benar tampak mengenaskan. Dengan pelan Nesa menaruh kepala Amanda di pangkuannya, sambil membersihkan sisa-sisa darah di wajah Amanda, ia seraya berkata, “Lady kau seorang princess, istri sah seorang pangeran, tapi kenapa kau biarkan seorang Baron menginjak-injak kepalamu?” 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lena Pangala
Kenapa ceritanya dari awal bikin hati gimana gitu, dengan membaca cerita ini
goodnovel comment avatar
Kikiw
nyesek amat sih baru awal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status