Share

4. Apa Kamu Suka Susu?

"Pak, Pak Steve ... tolong!" teriak Tangguh begitu masuk ke dalam pekarangan rumah Steve. Ia meletakkan Linda berbaring di atas kursi panjang terbuat dari rotan yang ada di teras rumah Steve.

Clek

"Loh, ada apa ini?" tanya Steve saat membuka pintu dan melihat istrinya tengah terkulai lemas. Pria setengah baya itu berjongkok di dekat istrinya sambil mengecek hidung dan juga denyut nadi.

"Ada apa, Guh? Kenapa bisa istri saya pingsan seperti ini? Cepat ambilkan minyak kayu putih di dalam! Ada di dapur. Kotak obat berwarna putih yang menempel di dinding," seru Steve dengan wajah khawatir. Tangguh bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengambil minyak kayu putih sesuai perintah Steve. Setelah menemukannya, Tangguh kembali berlari ke teras untuk memberikan minyak itu pada Steve, lalu dengan inisiatifnya sendiri Tangguh masuk kembali ke dalam rumah untuk membuatkan teh.

"Papa," lirih Linda membuka matanya dengan perlahan. 

"Syukurlah kamu sudah sadar. Aku sangat khawatir, Sayang." Dengan penuh kasih sayang, Steve mengusap kepala Linda.

"Maaf, Pak, ini tehnya. Tadi, Ibu lari pagi, tapi tiba-tiba saja pingsan. Kebetulan kami bertemu di taman depan sana. Apa Bu Linda baik-baik saja?" tanya Tangguh degan wajah  begitu cemas. Pemuda itu memberikan cangkir teh pada Steve untuk diberikan pada Linda. Wanita itu tersenyum hangat. "Saya baik-baik saja, terima kasih." 

"Besok kamu tidak boleh lari pagi lagi kalau seperti ini. Untung Tangguh yang menemukan kamu pingsan, kalau lelaki hidung belang, bisa-bisa istriku yang cantik dan semok ini dibawa kabur," tegur Steve mencoba berkelakar. Linda dan Tangguh pun ikut tertawa. 

"Tangguh tadi sempat memijat kakiku yang keseleo, tetapi tiba-tiba saja kepalaku berat, Pa. Mungkin karena belum sarapan," kata Linda sambil tersenyum sangat lebar.

"Wah, kamu bisa memijat juga. Hebat sekali kamu, Tangguh, banyak keahliannya," puji Steve takjub. Tangguh hanya bisa menggaruk rambutnya yang tidak gatal sambil berkata, "biasa saja, Pak. Saya pamit pulang dulu ya, Pak, Bu. Semoga lekas sembuh ya, Bu," ujar Tangguh sambil membungkukkan sedikit badannya.

Linda masuk ke dalam rumah dengan dibantu oleh suaminya. Wanita itu tidak diijinkan  untuk memasak di dapur. Sarapan pagi ini, Steve yang membuatnya. Roti bakar dengan telur mata sapi. Juga segelas susu. 

"Tangguh, ayo sarapan!" teriak Steve dari jendela kamarnya. Tangguh yang baru saja selesai mandi dan menikmati segelas air putih di teras, langsung menoleh pada asal suara, lalu ia mengangguk patuh. Tangguh berjalan ke rumah Steve untuk memenuhi ajakan sarapan bersama. Sebenarnya ia sangat sungkan, tetapi mau bagaimana lagi? Cacing di perutnya sudah berteriak lapar sejak di taman tadi. 

"Bu, apa boleh saya masuk?" suara Tanggung dari depan pintu. Linda yang tengah duduk di kursi meja makan yang tidak terlalu besar, lalu memanjangkan lehernya untuk melihat kedatangan pemuda yang cukup membuatnya simpati.

"Masuklah. Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu untukmu karena kakiku masih sakit. Dorong saja pintunya," seru Linda lagi dengan gerakan tangannya. Tangguh mengangguk paham, lalu mendorong pintu agar terbuka sedikit lebar. 

Matanya mencari keberadaan Steve, tetapi tidak ada. 

"Suamiku sedang mandi. Ayo duduk di sini," ujar Linda lagi sambil menunjuk kursi di depannya. Tangguh berjalan dengan canggung, lalu duduk di kursi yang sudah ditunjuk oleh majikannya.

"Kamu terbiasa minum susu? Ini susu murni, pasti sangat sehat jika diminum secara rutin setiap hari. Kamu mau?" pertanyaan yang sangat ambigu bagi seorang lelaki normal sepertinya. Tubuhnya mendadak berkeringat, karena Linda terus saja memperhatikan dirinya tanpa berkedip. Bukannya GR, tetapi hatinya begitu merasa bahagia saat diperhatikan begitu intens oleh wanita kota yang cantik seperti Linda.

"Tangguh, kamu mau susu?"

"Eh, eng ... nggak usah, Bu. Saya biar minum air putih saja. Saya ambil dulu ke belakang." Tangguh menjawab gugup dan salah tingkah. Ia yakin, wajah meronanya kini menjadi tontonan sangat menarik bagi Linda. 

Kursi makan itu ia geser dan kakinya bergegas melangkah ke dapur untuk menuangkan air putih ke dalam gelas berukuran sedang. Berdua saja dengan Linda membuat hatinya selalu was-was. Entah kenapa oksigen di dalam paru-parunya seakan habis tersedot oleh pesona istri majikannya itu.

"Tangguh, kamu ke Jakarta untuk bekerja, bukan untuk bermain api dengan istri orang. Sadarlah!" gumam Tangguh di dalam hati.

Steve keluar dari kamar dengan tubuh segar dan juga baju yang rapi. Tangguh menghela napas lega setelah melihat Steve, seakan lelaki itu mampu membantunya sedikit terlepas dari kegugupan di hadapan Linda. 

Steve meminta Tangguh untuk kembali ke meja makan, lalu mereka pun makan bersama. Jika Steve fokus pada roti bakarnya, sambil berbincang dengan istrinya, maka Tangguh mengunyah roti sambil menunduk.  Bagaimana ia mau mengangkat wajah? Sedangkan bola mata Linda tidak pernah putus mencuri pandang padanya. Apakah ia terlalu GR? Apakah istri majikannya ini menyukainya? Ayolah Tangguh. Bangun dari mimpimu. Ingat ada Rucita yang memerlukan perhatian dan usahamu.

"Jadi, ceritakan tentang kamu dan keluargamu, serta pekerjaan apa yang biasa kamu lakukan di kampung?" tanya Steve dengan sangat antusias.

"Tidak ada yang istimewa, Pak. Hanya saja, saya membutuhkan cukup banyak uang untuk membantu acara pernikahan adik saya yang akan digelar kurang dari lima bulan lagi, kalau tidak salah. Semua menjadi tanggung jawab saya karena ayah dan ibu saya sudah lama tiada. Yah, walau tidak bisa membantu banyak, paling tidak saya bisa menyambut tamu undangan dengan baik." Steve dan Linda mendengarkan kisah yang diutarakan oleh Tangguh. Keduanya saling pandang lalu tersenyum dengan hangat. 

"Teman saya mengajak kerja di restoran, tetapi malah ia tersandung masalah dan ada di penjara. Saya yang kebingungan, akhirnya memilih mampir ke tukang bubur dan tidak tahu kalau tas ransel saya dirusak dan dompet saya menghilang. Saya tidak punya uang seribu rupiah sama sekali."

"Aku bisa melihatnya," timpal Steve sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya. 

"Ini, ambilah untuk biaya kamu selama tinggal di sini. Kamu bisa memasak makanan jika sedang ingin. Karena dapur di belakang sana bisa dipakai."

"Kenapa harus memasak? Biar Tangguh makan di sini saja. Kita tidak akan jatuh miskin jika memberi makan anak yatim. Betul tidak, Sayang?" Steve melayangkan satu kecupan di bibir Linda. Pria itu sangat senang dengan istrinya yang memiliki rasa empati yang tinggi terhadap sesama. Lelaki paruh baya itu pun akhirnya mengangguk setuju sambil memberikan senyum terbaiknya pada istri dan juga Tangguh.

"Kamu beruntung kenal dengan istriku. Dia wanita luar biasa," puji Steve lagi sambil menatap sang istri dengan penuh cinta.

"Kamu bisa saja, Mas. Tangguh yang sudah berbuat baik padamu. Jika tidak ada dia, aku bisa-bisa jadi janda miskin dan kesepian." Linda melirik pemuda di depannya dengan senyuman menggoda. Tangguh menunduk malu dengan hidung yang kembang-kempis dan jantung yang tidak sehat. 

Wahai hati, jangan sampai kau jatuh pada wanita bersuami.

Bersambung

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
wahh wahh bner2 y linda gatel sm tangguh hahaha
goodnovel comment avatar
Putri
ceritanya menantang
goodnovel comment avatar
Keni Sihyanti
Jagalah hati jangan kau nodai jagalah hatimu tangguh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status