"Satu bulan?"
Savian mengangguk mantap. Ia menggeser bokongnya untuk semakin dekat pada Carla lalu menyentuh telapak tangan Carla tanpa aba-aba. Saking terkejutnya dengan tindakan lancang Savian, Carla hanya bisa diam dengan pandangan menerawang.
"Sekarang nyari tempat tinggal itu susah, Car, kayak nyari jodoh." kata Savian berusaha meyakinkan, tangannya masih betah menggengam telapak tangan Carla. Tidak melihat tanda penolakan dari Carla, Savian mengusap tangan Carla lembut, mengambil kesempatan dalam keadaan apapun adalah keahlian pria itu.
"Boleh, ya, Car?" lanjut Savian sebab Carla masih merapatkan mulutnya.
Setelah mendengar pertanyaan dari Savian, barulah Carla tersadar, ia menarik tangannya lebih dulu kemudian bergeser menjauh dari pria yang kini menatapnya dengan kening berkerut. Carla berdehem, menimalisir kecanggungan, matanya melirik Savian lebih dulu sebelum menggelengkan kepala tanda penolakan.
Savian mendesah berat, ia menghentakkan kakinya ke lantai melampiaskan kekesalan. Tapi dengan begitu, penolakan dari Carla tidak membuatnya menyerah, Savian kembali menggeser tubuhnya lagi, merapat pada Carla yang memandangnya dengan tatapan tak terbaca.
Caroa langsung bergidik ketika Savian kembali menarik tangannya kedalam genggaman pria itu, wajah Savian menatap Carla lurus menunjukan keseriusan, membuat Carla juga menatap Savian dalam.
"Kamu ini perempuan, bahaya tinggal sendirian." tutur Savian penuh keseriusan.
Tapi Carla tidak mudah di goyahkan, gadis itu memutar bola matanya meremehkan ucapan Savian barusan. "Lebih bahaya lagi kalau aku tinggal sama pria asing kayak kamu!" balas Carla sambil menyentak tangan Savian dari tangannya.
Savian langsung terdiam, matanya menatap Carla penuh tanya tanda. Tak terhitung sudah berapa kali gadis itu menolak sentuhannya, berbicara dengan suara yang lantang padanya dan memasang wajah galak menantang. Carla sangat berbeda dengan wanita lain yang sudah Savian taklukan, dan hal itu membuat Savian semakin tertantang untuk membuat Carla bertekuk lutut padanya.
Savian tersenyum miring, ia penasaran berapa lama Carla bisa menahan diri dari jerat pesonanya. Lihat saja, ia akan tunjukan keahliannya dalam meluluhlantakkan hati wanita.
Keterdiaman Savian membuat Carla ikut merapatkan mulutnya dan memaki pria tampan dalam hati. Ia kesal dengan Savian yang tidak tahu diri, sudah di kasih izin menginap dua malam, malah minta nambah satu bulan. Tapi, terlepas dari itu, Carla menyadari satu hal, sentuhan Savian menimbulkan efek berbeda pada dirinya. Entah kenapa Carla tidak mengingat sosok kakak tirinya ketika tangan Savian menyentuhnya. Karena saat tangan Savian menyapa kulitnya, hanya nama Savian yang memenuhi isi kepalanya.
Begini, setiap ada pria yang menyentuhnya, Carla selalu membayangkan kalau itu adalah sentuhan kakak tirinya, tapi saat Savian yang menyentuhnya, bayangan itu tidak ada. Dan Carla tidak merasa ketakutan dan terancam, hanya saja Carla merasa risih.
Apa ia menyetujui permintaan Savian saja? Membiarkan Savian tinggal lebih lama di sini sekalian melatih dirinya yang selama ini selalu takut berada di dekat pria, karena bersama Savian, Carla tidak merasakan ketakutan itu.
Tapi... Walaupun rasa takut itu tidak ada, Savian tetap pria. Savian bisa saja melakukan hal jahat padanya seperti yang kakak tirinya lakukan.
"Car, satu bulan saja. Boleh, ya?" Savian memohon dengan raut wajah putus asa, ia berhasil membuat Carla kembali memikirkan keputusannya.
"Tapi, satu bulan kelamaan, satu minggu saja, ya?" tawar Carla memberi kesempatan.
"Satu bulan, Car, saya deh yang bayar sewa."
Carla mengambil napas dalam, "Aku udah bilang kalau flat ini Kak Misel pinjamkan, jadi aku gak bayar sewa sepersen pun." ujar Carla. Padahal kemarin Carla sudah bilang kalau Misel meminjamkan flat ini padanya, itu berarti ia tinggal secara cuma-cuma, alias gratis! hal itu juga menjadi salah satu alasan kenapa Carla enggan pindah dari flat ini.
Seakan lupa dengan penolakan Carla tadi, Savian kembali menggenggam tangan Carla secara paksa.
"Saya janji, kalau saya boleh tinggal di sini selama satu bulan, kamu boleh minta apapun sama saya, minta dipuasin juga akan saya jabanin!" kata Savian dengan semangat menggebu-gebu, berharap Carla luluh dengan yang ia janjikan.
Sayangnya, bukannya luluh, perkataan Savian malah menyentil rasa emosi Carla.
"Sembarangan! Memang aku cewek apaan!" sentak Carla, wajahnya sudah merah padam menggambar kekesalan dan emosi yang menjadi satu.
Tangan Carla meremas kaleng soda di tangannya lalu melemparnya asal ke atas meja. Carla bangkit dari duduknya, ia menyentak tangan Savian secara kasar dan mendorong Savian hingga punggung pria itu menabrak badan sofa.
Carla memelotot galak kearah Savian sebelum ia beranjak masuk kedalam kamarnya, ia tidak peduli meskipun makanan enak milik Savian masih tersisa banyak di atas meja, selera makannya sudah hilang karena perkataan pria itu.
"Car, kok pergi?" Savian berusaha menahan tangan Carla, tapi gadis sudah keburu masuk kedalam kamarnya, meninggalkan Savian sendirian di ruang tengah.
Savian menggaruk tangannya frustrasi. Ia tidak mengerti kenapa Carla tampak kesal dan meninggalkannya. Apa ada yang salah dengan perkataannya barusan?
Savian menarik napas dalam. Sepertinya ia harus memupuk banyak kesabaran dan ketekunan untuk meluluhkan hati gadis keras kepala itu.
Esoknya Carla bangun dengan suasana hati yang kurang baik, mulutnya mendumel saat teringat percakapannya kemarin malam bersama Savian. Mulut Savian begitu lancar ketika mengatakan akan memberikan apapun padanya termasuk memuaskan, asalkan Carla bersedia berbagi flat dengannya selama satu bulan. Carla berdecak, memangnya pria itu pikir dirinya ini cewek murahan yang gampang diajak having sex dengan pria yang baru di kenal, jangankan baru, sudah kenal dekat pun belum tentu Carla sudi untuk melakukan having sex dengannya!Carla berjalan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggulung di atas kepalanya. Tungkai Carla berhenti tepat di depan pintu kamar yang Savian tempati, mulutnya berkumat-kamit memaki Savian tanpa suara, tangannya yang terkepal terangkat memukul-mukul udara dan bertepatan dengan itu pintu kamar Savian terbuka, memunculkan wajah bantal Savian yang terkejut karena hampir kena bogem tangan Carla.Mata Carla melotot kaget saat pintu kamar Savian terbuk
Setelah beberapa hari, akhirnya Carla mengambil keputusan untuk memberikan Savian kesempatan untuk tinggal bersamanya. Pagi ini di ruang tengah, Carla dan Savian sedang berbicara empat mata perihal syarat dan peraturan yang harus Savian taati selama pria itu tinggal di flat. Savian membaca dengan teliti selembar kertas yang Carla berikan. Kedua bola mata Savian perlahan melebar saat membaca ratusan peraturan yang tertera di atas kertas dengan coretan tinta hitam itu. "Tapi ingat ya, kamu di sini cuma numpang!" tekan Carla seraya memandangi Savian yang tengah fokus membaca. "Dengan peraturannya sebanyak ini?" Savian menatap Carla tak percaya. Bahkan peraturan sekolah saja kalah ketat dan banyaknya di bandingkan peraturan di flat ini. Carla mengangguk dengan polosnya, tak peduli dengan reaksi berlebihan Savian. "Iya." jawab Carla singkat. Savian menggelengkan kepalanya. Matanya kembali menatapi coretan-coretan tak masuk akal
"Shit, telat!"Carla mengumpat sebelum ia melompat turun dari kasur dan berlari keluar kamar. Dengan kecepatan kilat cewek itu membersihkan tubuhnya lalu membalut tubuhnya dengan pakaian yang sedikit formal pagi ini. Mulut Carla tak berhenti merutuki dirinya yang bangun kesiangan di hari pertama masuk kuliah setelah menikmati masa liburan lebih dari satu bulan."Sorry!" Carla yang sedang buru-buru berjalan kearah pantry tidak sengaja menyenggol pundak Savian yang baru saja keluar dari kamarnya. Segera Carla meminta maaf."Minumnya pelan-pelan, Car." tegur Savian melihat Carla minum susu dengan sekali tegukan hingga tetesan susu itu mengotori meja pantry."Lagi-" Carla terdiam, gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya karena terpesona dengan penampilan Savian pagi ini. Luar biasa berwibawa dengan setelah kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam, celana bahan tanpa kusut dan sepatu kulit kinclong. Carl
Carla menatap Savian yang baru masuk flat sembari menggelengkan kepalanya. Ia masih tidak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui hari ini, bahwa pria yang tinggal bersamanya ternyata dosen baru di kampusnya! "Kenapa selama ini kamu gak bilang kalau ternyata kamu dosen di kampus aku!" Carla langsung mencecer Savian pertanyaan dengan nada tak santai. Savian yang baru saja pulang dari tempat kerja dan kelelahan hanya melewati Carla begitu saja kemudian mendaratkan bokongnya di sofa ruang tengah. Ia tidak ada tenaga untuk meladeni Carla yang menuntut penjelasan padanya. "Savian, jawab pertanyaan aku!" Carla tak ingin di abaikan. Ia berdiri tegak dengan tangan bertelak pinggang di hadapan Savian. Savian mendesah berat, "Saya juga gak tau kalau kamu mahasiswi di tempat saya mengajar." jawab Savian dengan nada jengahnya. Membuat Carla langsung merapatkan mulut dan tak enak hati karena sudah berpikiran negatif ke Savian. Carla menggaruk te
Carla mendumal sepanjang membersihkan flat pagi ini. Ia kesal karena Savian sudah melanggar salah satu peraturan yang mereka sepakati. Jelas-jelas di surat peraturan yang ia buat tertulis kalau membersihkan flat di hari weekend adalah tugas bersama. Tapi apa yang terjadi saat ini? kamar Savian kosong tak berpenghuni, pria itu bahkan pergi sebelum Carla bangun dari tidurnya. Entah Carla yang kesiangan bangun, atau Savian yang pergi di pagi buta tadi.Lihat saja, apapun alasan yang Savian berikan nanti, Carla tetap akan mengomelinya!Usai membersihkan flat, Carla mandi kemudian mendudukan dirinya di sofa ruang tengah, menonton televisi seraya menunggu abang gofood yang akan mengantarkan makanan untuknya, bukan Carla yang memesan, melainkan Alvero. Temen Carla yang amat perhatian itu mengirimkan sebungkus nasi padang lengkap dengan boba kesukaan Carla.Ting! ~Ponsel yang Carla letakan di atas meja itu berden
Tidak seperti kemarin, dimana Savian lari dari tugasnya karena lebih memilih untuk jalan dengan sang gebetan. Pagi ini, Savian sudah kerja rodi. Membersihkan tempat tidur, membuang sampah, dan membersihkan pajangan dari debu sembari menunggu Carla selesai mencuci baju, sebab Savian kebagian tugas menjemur bajunya."Pak, tolong jemurin, dong!" teriakan Carla membuat Savian membuang asal kemoceng di tangannya lalu berjalan menghampiri Carla."Jemur dimana?" tanya Savian sambil menatap tumpukan baju yang sudah di giling bersih di mesin cuci."Di depan lah, masa di kamar." jawab Carla asal. Savian menghembuskan napas panjang sebelum memindahkan bak cucian bersih ke depan flat. Jelas Savian tidak bisa membantah karena nyawanya sisa dua, bisa di tendang keluar sama Carla kalau ia melanggar dua peraturan lagi.Savian menjemur pakaian dirinya dan Carla, kecuali pakaian dalam. Karena mereka sepakat mencuci pakaian dalam masing-masing demi kenyama
Carla benci kelas pagi karena ia tidak pernah bisa hadir tepat waktu! Berlari di koridor kampus sudah menjadi aktivitas Carla dan bukan lagi pemandangan asing bagi yang melihatnya. Setelah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berlari, akhirnya Carla sampai di depan pintu kelas yang sudah tertutup rapat. Carla mengatur napas dan menguatkan mentalnya sejenak. Samar-samar suara Savian terdengar sedang menjelaskan materi di dalam kelas, itu tandanya Carla tidak bisa masuk ke dalam kelas dengan begitu saja, makanya Carla harus menguatkan mental dulu untuk mendengar wejangan sadis dari Savian nanti. Tok tok tok~ Carla mengetuk pintu sepelan mungkin agar tidak mengusik rasa emosi Savian karena pembelajaran terganggu karena kehadirannya. "Siapa yang suruh kamu buka pintu?" Belum sempat Carla angkat suara, Savian sudah melempar pertanyaan ketus yang membuat mental Carla runtuh seketika.
Hari ini sebenarnya jatah Carla mandi duluan, tapi gadis itu masih santai di meja pantry sambil memakan roti bakar dan menyeruput kopi. Wajah gadis itu tertekuk kesal karena beberapa menit lalu mendapatkan pesan dari grup kalau kelasnya pagi ini di undur sampai siang nanti. Giliran Carla tidak bangun kesiangan dosennya malah berhalangan. Dunia kadang memang menyebalkan! Kunyahan pada mulut Carla berhenti saat pintu kamar Savian terbuka, tak lama kemudian pria itu muncul dan berjalan melewati Carla begitu saja tanpa sapaan selamat pagi seperti biasa. Carla yang dijutekin Savian pagi ini praktis berdecih, ia tau pria itu masih marah padanya karena perdebatan mereka kemarin malam. Tapi jangan harap Carla akan meminta maaf duluan. Maklum saja karena rasa gengsi adalah sifat alami setiap manusia. Selesai sarapan, Carla langsung mencuci piring serta gelas yang habis ia gunakan. Bersamaan dengan itu pintu kamar mandi terbuka, Savian muncul deng