Share

Pembalasan Manis

“Akh…” Narendra tidak dapat menahan desah penuh kepuasan ketika menyesap kopi Jamaican Blue Mountain Coffee-nya.

Satu-satunya hal yang dirindukan sejak seminggu lalu memutuskan untuk menjadi orang biasa adalah berbagai hal dengan kualitas terbaik yang biasa selalu menemaninya. Hal-hal yang dulu dia pikir biasa tetapi ternyata itu adalah hal yang luar biasa. Kopi ini contohnya. Sekarang dia baru percaya kualitas hampir selalu ditentukan oleh harga.

Ketukan pelan di pintu diikuti dengan Rania, salah seorang sekretaris Abimana, memasuki ruangannya, “Permisi, Pak.”

“Ya?” Narendra tertawa ketika Rania berusaha menyembunyikan keterkejutakannya melihat penampilan Narendra saat ini, “Sorry,  belum sempat ganti baju. Emangnya jelek banget, ya?”

“Bukan jelek, Pak. Nggak pantas,” Rania mengulaskan senyum sambil meletakkan sebuah tablet di meja Narendra, “Dari Pak Abimana, katanya ini baru permulaan.”

Narendra hanya melirik sekilas layar tablet sebelum kembali menyesap kopinya, “Good, tunangan kamu memang selalu bisa aku andalkan.”

Pipi Rania yang sudah merah karena blush on semakin merah.

“Ada lagi?” Narendra meletakkan cangkir.

“Oh iya,” Rania kembali terlihat profesional, “Kemarin Pak Abimana udah siapin baju ganti Bapak di lemari,” dia menunjuk ke arah lemari di sudut ruangan, “Dan meeting-nya di ruang enam. Kamera sudah dinyalakan. Lima menit lagi Pak Abimana akan menemui Pak Ardi dan tunangannya.”

Narendra mengangguk, “Udah di set langsung ke TV di sini?”

Giliran Rania yang mengangguk, “Sudah, Pak. Saya cek,” dengan cekatan wanita itu mengeluarkan keyboard yang tersembunyi. Setelah itu lukisan di belakang Narendra berpendar menyala sebelum layarnya menunjukkan ruang meeting enam.

“Ada lagi?” Narendra memutar kursi menghadap ke TV berukuran besar.

“Sudah semua, Pak. Oh iya, untuk calon sekretaris Bapak bagaimana?”

“Kamu sama Abi pilihin aja. Aku percaya sama penilaian kalian, lagian masih harus kamu training dulu selama 3 bulan, kan?”

“Baik, Pak,” Rania mencatat sesuatu di tabletnya, “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak.”

Okay,” Narendra tersenyum jahil, “Lain kali ingatin Abi buat nggak bikin kissmark di leher.”

Shit!” Rania yang sejak tadi mempertahankan keprofesionalannya kali ini memaki pelan dengan wajah memerah sambil berjalan cepat keluar dari ruangan Narendra.

Masih sambil tertawa puas, Narendra memeriksa ponsel. Ada banyak yang harus dikerjakan. Sesuai dengan perjanjian, dia tetap harus mengurus perusahaan walau tidak diharuskan untuk selalu hadir. Beruntung dia memiliki Abimana.

“Ugh..Sayang..akhh…jangan di sini,” desahan seorang wanita tiba-tiba memenuhi ruangan Narendra.

Siapa? Narendra mengedarkan pandangan tetapi tidak menemukan seorang pun di ruangannya.

“Yesh…aakhh…Sayaangh…Nanti akh…akhda yang lihaattt,” desahan itu kembali terdengar.

Halusinasi? Imajinasi? Berapa lama sejak terakhir kali dia having sex sampai otaknya…

Holy shit!” Narendra tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika tidak sengaja melihat ke layar TV.

Layar TV penuh dengan video Ardi yang sibuk mencumbu tunangannya. Tidak sekadar berciuman, tangan pria itu bahkan sudah berada di balik gaun tunangannya. Seorang dewasa pasti tahu apa yang sedang dilakukan oleh jari Ardi di bagian intim tunangannya. Desahan Sang tunangan semakin tidak terkendali.

Keterkejutan itu dengan cepat berubah menjadi tawa, “Gila, bisa-bisanya kepikiran buat mesum di kantor orang.”

Masih sambil tertawa geli dia mengeluarkan ponsel kemudian mengirimkan pesan ke Abimana. Meminta sepupunya untuk menunda meeting selama lima belas menit. Setelah mengirimkan pesan, Narendra me-mute suara dan merekam adegan panas itu. Narendra dibesarkan untuk menjadi seorang pengusaha yang jago bernegosiasi. Itu termasuk menyadari pentingnya data yang dapat menyudutkan atau membalikkan situasi dalam negoasiasi. Rekaman sex tape misalnya.

“Masih belum berubah juga ternyata,” Rajasena, kakak tertua Narendra memasuki ruangan.”

“Hm? Oh, ini live show, lho,” Narendra tertawa geli, “Aku rekam aja sekalian. Kali mereka mikir kalau di ruangan meeting nggak ada kamera kali.”

Rajasena tertawa, “Keluarganya memang penuh skandal. Lo mau kerja sama dengan dia?”

Narendra menggeleng, “Nggak. Abi yang ngatur meeting sama mereka.”

“Kata Abi mau lo miskinin?” dengan santai Rajasena duduk di sofa, “Kalau iya, gue dukung. Tahun lalu mereka kena kasus penggelapan pajak. Mainnya kotor.”

Great! Kalau udah dapat lampu hijau dari Kakak aku aman,” Narendra menjawab sambil sibuk memeriksa berkas di hadapannya.

“Jangan lupa minggu depan ulang tahun pernikahan Papa dan Mama. Lo wajib datang dan, please, penampilan lo harus lebih baik dari ini.”

“Iya, iya, Kakak tenang aja. Lagian penampilan gue tuh gara-gara Ardi. Dia sengaja ngelindas genangan air.”

“Dia berani?!” Rajasena terdengar tidak percaya.

Walau Widjaja dan Kesuma beberapa kali bekerja sama tetapi semua orang tahu kalau posisi Kesuma jauh di bawah Widjaja. Widjaja berada di piramida teratas sementara Kesuma masih merangkak untuk berpindah dari posisi tengah ke bagian atas.

“Berani. Dia nggak tahu siapa gue.”

“Ini alasan gue nggak setuju sama Papa. Lo kelamaan di luar sampai di sini nggak banyak yang kenal sama lo. Kalau lo nyamar jadi orang biasa terus kenapa-kenapa gimana? Nggak ada yang bisa bantuin lo.”

“Kak, aku udah 27, lho. Udah gede. Biasa kalau cuma gitu doang. Lagian aku nyewa kamar di tempat yang sama dengan Badi. Ingat Badi, kan? Bodyguard gue. Jadi aman, lah.”

Rajasena masih terlihat tidak setuju. Tetapi pria itu cukup dewasa untuk menyadari kalau saat ini adiknya tidak akan mendengarkan apapun yang diucapkannya.

“Gue coba buat percaya sama lo,” Rajasena menghela napas.

“Gitu, dong, big bro,” Narendra tertawa, “Eh, minggu depan acaranya di mana? W Hotel?”

Rajasena menggeleng, “Bukan, di FS Hotel.”

“Kok? Memangnya hotel kita kenapa?”

“Mama mau di situ karena dulu mereka ketemu di sana. Ikutin aja, lah maunya mereka apa,” kakaknya menunjuk layar TV, “Mereka udah selesai, tuh. Lo mau meeting?”

Narendra mengangguk, “Abi yang meeting. Gue nonton doang. Lo mau balik?”

“Iya, kerjaan gue banyak kalau nggak gue kerjain bisa-bisa gue terpaksa lembur. Kata Jess kalau gue lembur mending nggak usah pulang.”

“Astaga…Si Playboy Rajasena sekarang jadi suami takut istri,” dia tergelak. “Ya udah, sana kerja. Salam buat Kakak Ipar, ya.”

“Salam, salam,” Rajasena menggerutu, “Ke rumah, sekalian jenguk keponakan.”

“Iya, Big Bro, berisik!”

Sepeninggalan Rajasena, dia kembali disibukkan dengan berbagai berkas dan dokumen sambil sesekali memperhatikan meeting yang sedang dihadiri Abimana walau hasil akhir meeting tersebut sudah diketahuinya.

Tepat ketika meeting itu selesai, Narendra tersenyum puas.

Bukan karena hasil meeting itu sesuai dengan keinginannya tetapi karena nilai saham K-Group tercatat jatuh drastis. Tinggal meminta media milik Widjaja Group untuk menghembuskan berita miring. Dipastikan K-Group akan berhadapan dengan hukum karena tidak lagi memiliki dana untuk membayar pengacara. Setelah ini, Ardi Kesuma tidak akan bisa lagi merendahkan orang lain. 

Pembalasan memang selalu terasa manis dan memabukkankan.

Komen (20)
goodnovel comment avatar
Kikid Sukantomo Adibroto
kita lihat lanjutnya
goodnovel comment avatar
Muk Siong Bun
oke juga lanjut
goodnovel comment avatar
Lili muliana
mulai seru nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status