Share

Bab 6 - Heru Dikeroyok

BUNGA dan Heru berjalan tergesa-gesa keluar dari mall dan Tower A, menghindari pandangan orang-orang yang melihat keributan yang terjadi di kafe tadi. Langkah keduanya seakan tidak ragu mengarah ke Tower C, tempat apartemen Heru berada.

“Sialan si Hendra itu,” sungut Bunga. Bagaimana pun, dia dibuat malu di tempat umum, dan merasa tidak enak dengan Heru yang baru dikenalnya.

‘Tukang selingkuh? Hendra bilang aku tukang selingkuh? Sialan bener!’

Menyadari langkahnya yang menuju ke Tower C, Bunga tiba-tiba berhenti. “Ngapain kita ke sini?” tanyanya bingung.

“Tidak apa-apa,” sahut Heru. “Kita ke tempatku saja.”

“Tempatmu? Kamu tinggal di sini?”

“Iya, ayo kita naik.”

“Ah!” Bunga tampak ragu-ragu. Melihat itu, Heru segera menarik tangannya dan menggandengnya menuju ke lift.

Teteapi Bunga tetap ragu. “Aku tidak mau, aku mau pulang saja!”

Heru tidak ingin memaksanya, nanti malah menimbulkan salah pengertian. “Oke, apakah aku antar saja?”

“Tidak perlu, aku naik taksi saja.”

Heru lalu mengantar Bunga mencari taksi yang banyak parkir di dekat mall, karena untuk memesan taksi online akan membutuhkan waktu lebih lama.

Heru sebenarnya hampir berhasil menyentuh hati Bunga di kafe tadi, jika saja tidak dikacaukan oleh kehadiran pemuda bernama Hendra itu. ‘Sialan anak itu,’ umpat Heru dalam hati.

Bunga begitu sensual. Wajahnya bening banget, halus mulus dan licin. ibarat jika ada lalat yang berani hinggap di wajahnya, lalat itu pasti akan tergelincir karena licinnya!

Wajah itu putih ranum, dihias pula dengan rona kemerahan yang membuatnya tampak sumringah. Lentik bulu matanya menghias indah mata yang lekuknya seperti tersenyum.

Tetapi yang paling membuat Heru langsung jatuh hati adalah tatapan mata itu! Begitu dalam, teduh, bagaikan samudra atlantik. Pandangannya mampu menembus jantung Heru dan mengukirkan kata-kata indah di dalam bilik-biliknya.

Ah, mungkinkah Bunga bisa menjadi pelabuhan terakhir bagi hatinya yang kelana?

Tiba-tiba, terdengar beberapa orang berteriak ke arahnya. “Itu dia!”

Tampak beberapa pemuda bergegas mendatanginya. Salah seorang di antaranya adalah Hendra!

“Heh, bajingan!” bentak Hendra. “Kamu pikir bisa lolos begitu saja setelah merebut pacar orang?”

Heru tercenung. ‘Urusan apa anak sialan ini menuduhnya merebut pacarnya?’

Tetapi Heru berkata kalem. “Hendra, kamu bernama Hendra, kan?”

“Iya, kenapa?”

“Hendra, aku tidak merebut pacar siapa pun!”

“Kamu merebut Bunga, pacar aku!”

“Tidak! Kamu salah. Aku dan Bunga baru saja berkenalan, dan tidak berpacaran!”

“Bohong! Kamu merayu dia, kan, tadi?”

Heru menarik napas dalam. “Sudahlah, aku tidak tahu urusan kalian, dan aku tidak mau mencampurinya,” kata Heru sambil berbalik dan akan pergi dari situ.

Tetapi Hendra sudah kepalang amarah. Melihat sikap Heru yang tidak menanggapinya, dia menjadi tambah sakit hati. Dengan gerakan tiba-tiba, dia memukul ke arah kepala Heru!

Heru yang merasakan ada serangan ke arahnya, tentu saja menghindar. Tetapi teman-teman Hendra sudah terpancing emosi dan ikut mengeroyok Heru. Tentu saja Heru menjadi kelabakan. Beberapa pukulan dan tendangan mengenai badannya sehingga dia terjatuh. Saat itu, Hendra yang sudah kerasukan iblis karena cemburunya, menendang kepala Heru dengan keras membuat Heru pingsan tak sadarkan diri!

“Hei.. hei, ada apa itu?” teriak orang-orang yang melihat kejadian pengeroyokan itu.

Melihat orang-orang ramai mendatangi, gerombolan Hendra langsung kabur melarikan diri.

Sriyono, satpam kenalan Heru yang juga berlari mendatangi keributan, segera mengangkat badan Heru. Bersama beberapa orang mereka mengangkat Heru ke arah mall, dan membaringkan Heru di sebuah ruangan yang menjadi pos kesehatan.

Seorang paramedis yang bertugas segera memeriksa keadaan Heru. “Tidak apa-apa, pak,” katanya kepada Sriyono. “Bapak ini hanya pingsan saja.” Dia berusaha menyadarkan Heru dengan semacam cairan yang dioleskan di hidungnya.

Heru tersadar dan mengeluh karena sakit di beberapa bagian badannya. Beberapa luka memar dan lebam mulai terlihat, dan diolesi dengan cairan oleh sang paramedis.

Sriyono mendekat. “Ada apa bang, kok dikeroyok orang?”

Heru mengerenyit menahan sakit. Dia bersyukur telah ditolong orang, dan mengenal Sriyono yang menjadi satpam mall. Tetapi dia enggan menceritakan masalahnya.

“Maaf bang, saya harus membuat laporan. Tolong diceritakan kronologis dan sebab-sebab kejadiannya,” kata Sriyono kembali.

“Saya kurang tahu,” jawab Heru akhirnya. “Tiba-tiba saja ada orang yang menyerang saya.”

“Apakah abang mengenal mereka?”

“Tidak, saya tidak kenal.”

Sriyono bingung. Bagaimana dia membuat laporannya? Tetapi tidak mungkin juga dia mengorek keterangan dari orang yang tidak tahu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status