Share

Bab 8 - Hendra Mendapat Ganjaran

MEMANG sih Rudi anak orang kaya, bos perusahaan properti yang memiliki perumahan dan apartemen di mana-mana. Tetapi mana bisa dia menyerahkan mobil seperti itu begitu saja? Kawan sih kawan, tetapi apa keuntungan bagi Rudi sehingga begitu baiknya kepada Heru?

Tiba-tiba ponsel Rudi berdering. “Ya, hallo?”

Sejenak Rudi mendengarkan berita via telepon itu, lalu katanya, “Catcha!!”

“Dapat?” tanya Heru.

“Yoi! Dia lagi pesta di daerah Tebet, sama kawan-kawannya.”

Mobil mereka pun meluncur ke daerah Tebet, masih di area Jakarta Selatan. Oleh karena sudah malam, sudah jam sebelas malam, jalanan sudah mulai sepi sehingga tidak lama mereka sudah sampai di TKP.

Seorang lelaki tinggi besar dan beberapa orang lainnya menghampiri mobil mereka. Lelaki tinggi besar itu layaknya si BA di dalam film jadul “The A Team”. Pantas saja namanya Samson!

Tetapi ketika berbicara, si Samson ini berlogat seperti orang Batak (sebuah suku di Sumatera Utara, Indonesia). Pantas saja Rudi memanggilnya dengan “Lae” (panggilan saudara untuk orang Batak). “Mau diapain dia, bos?” tanya Samson kepada Rudi.

“Bawa dia ke sini!” perintah Rudi.

Samson dan kawan-kawannya masuk ke dalam sebuah kafe. Tidak berapa lama Samson sudah menarik keluar seorang anak muda, yang tidak lain adalah Hendra. Kawan-kawan Samson juga menggiring beberapa anak muda lain yang menjadi kawan Hendra.

“Jongkok!” perintah Samson kepada Hendra sambil menekan pundaknya. Mau tidak mau Hendra berjongkok karena beratnya tindihan yang diterimanya. Teman-teman Hendra pun ikut berjongkok. Dalam ketakutan, mereka memandang kepada seorang pemuda yang berdiri santai sambil menyender pada sebuah mobil mewah yang berkilau.

“Kamu Hendra?” tanya Rudi.

Hendra diam membisu. Dalam hati dia menjadi marah dan dendam pada anak muda yang berdiri di depannya itu.

Rudi melihat ke arah Samson yang berdiri di samping Hendra. “Kasih dia dikit!” katanya memberi perintah.

Seketika Hendra merasakan tamparan yang sangat keras di kepalanya, membuat dia langsung limbung dan terguling!

Sambil meringis kesakitan, Hendra bangkit duduk jongkok lagi. Kali ini nyalinya sudah ambyar. “Ampun… ampun, mas,” rengeknya tanpa malu.

“Kalau orang bertanya baik-baik, jawab!” bentak Rudi.

“Iya, mas… maaf…”

Rudi memberi isyarat agar Heru keluar dari mobil. Begitu melihat Heru, Hendra menjadi bertambah ciut. Kini dia sadar apa yang terjadi. Dia telah lancang mengeroyok orang yang ternyata mempunyai bekingan hebat.

“Her, enaknya diapakan anak curut ini?” tanya Rudi santai.

Heru tentu tidak bisa menjawab. Urusan yang begini tidak biasa baginya. Tetapi tampaknya Rudi sudah terbiasa sehingga bisa santai seperti itu.

Jadi, Rudi lalu bertanya kepada Hendra, “kira-kira hukuman apa yang pantas untuk kamu setelah mengeroyok teman saya?”

“A… ampun, mas. Saya tidak akan berani lagi…” rengek Hendra.

“Hmm… apakah kamu akan melapor ke ayahmu?”

Dengan cepat Hendra menjawab, “Tidak, mas. Saya tidak akan melapor!”

“Atau, kamu akan melapor kepada polisi?”

“Oh, tidak, mas. Saya tidak akan melapor!”

“Oke, baik kalau begitu. Kamu lapor juga tidak apa-apa, nanti aku akan mencari kamu lagi. Tentunya, aku akan membunuh kamu!”

Rudi sengaja mengeraskan suara di ujung kalimatnya sebagai penekanan, agar Hendra paham bahwa dia serius. Mendengar itu, Hendra serta merta membuat janji:

“Iya… mas, saya tidak akan melapor kepada siapa-siapa!”

“Teman-temanmu?” tanya Rudi melihat ke arah teman-teman Hendra.

“Mereka juga tidak akan melapor, mas. Saya yang jamin itu!” tegas Hendra. Di ingin cepat-cepat selesai dari intimidasi yang sangat berat dirasakannya itu.

Hendra menoleh ke kawan-kawannya, dan kawan-kawan Hendra segera manggut-manggut meyakinkan. “Iya… iya, kami tidak akan berani melapor!”

“Hahaha…” Rudi tertawa.

Mendengar suara tawa itu, Heru sampai tercengang. Belum pernah dia mendengar Rudi tertawa seperti itu. Suara ketawa itu… terdengar… mengerikan!

“Samson! Patahkan tangan kanannya!” perintah Rudi. Sebenarnya suara Rudi tidak terlalu keras, tetapi bagi Hendra, suara itu seperti halilintar yang sangat dahsyat!

“A… ampun, mas. Ampun…” Hendra menangis menguguk-guguk.

Tetapi perintah itu sudah dikeluarkan! Samson dengan tangkas menarik tangan kanan Hendra dan memelintirnya sehingga terdengar suara “Krekk!”. Suara tulang patah, yang langsung disusul oleh lolongan Hendra karena sakit yang teramat sangat!

Tiga orang kawan Hendra pun menjadi ngeri melihat peristiwa itu. Mereka hanya anak-anak muda yang ikut-ikutan karena sering ditraktir oleh Hendra. Tetapi mereka pun harus merasakan hal yang sama dengan bos mereka.

Satu anggukan Rudi ke arah kawan-kawan Samson cukup menjadi perintah bagi mereka. Masing-masing mereka memelintir tangan anak-anak muda itu sehingga patah. Suara raungan dan teriakan kesakitan memecah keheningan malam, tetapi tidak ada seorang pun yang terlihat keluar untuk melihat. Semua bersembunyi dari kengerian malam yang akhirnya menjadi senyap!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status