Tidak ada tanggapan dari sosok misterius itu, yang terjadi selanjutnya adalah rekan pria itu tiba-tiba terbang dan hal yang selanjutnya terjadi adalah, kepalanya membentur dinding gua dan tewas seketika. Darah mulai menetes dari tubuh pria tersebut bagai air hujan yang mengalir dengan deras.
Kini yang tersisa hanyalah anggota kelompok Gagak Pembunuh yang meminta maaf tadi.
"Ku mohon maafkan kelancanganku, Senior. Aku-Aku tidak berniat lagi menangkap wanita dan bayi laki-laki itu. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini hidup-hidup."
Sikap gagah, wajah seram dan nafsu pembunuh yang ditunjukkannya di awal kini tidak terlihat lagi. Berganti dengan wajah ketakutan, tubuh bergetar hebat, dan tidak ketinggalan celananya yang sudah basah. Bukan karena hujan, sebab mereka bisa mengeringkan pakaiannya dengan kekuatannya, melainkan disebabkan oleh air kencing yang tanpa terasa tiba-tiba keluar dari kemaluannya.
Tidak ada jawaban dari sosok misterius itu dan beberapa saat kemudian ia menampakkan dirinya. Ternyata sosok misterius tersebut adalah seorang pria sepuh yang terlihat berusia lima puluh tahunan. Padahal usia sebenarnya adalah seratus lima puluh tahunan. Ia bisa terlihat awet muda karena ilmu yang dipelajarinya dan kekuatannya yang bisa menekan penuaan di wajahnya.
Tubuh pendek dan gempal, itu yang akan orang-orang lihat darinya. Sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya sebelumnya, bergerak dengan cepat membunuh para anggota kelompok Gagak Pembunuh bahkan tanpa jejak dan suara sekalipun.
Selain itu, alis panjang, kumis tebal dan janggut yang lebat berwarna putih, menjadi ciri khasnya sendiri.
Tanpa banyak bicara, pria sepuh itu bergerak dengan cepat menjadi sebuah bayangan dan mendarat tepat di hadapan anggota kelompok Gagak Pembunuh yang tersisa.
Sebelum pria bertopeng itu bisa membuka mulutnya, pria sepuh tersebut sudah mencekik lehernya dan sesaat kemudian ia mematahkannya. Tidak hanya sampai di sana, pria sepuh itu juga memisahkan leher yang telah patah tersebut dengan tubuhnya. Seketika itu juga, darah segar berceceran dimana-mana.
"Arghhhh,"
Wanita yang dari tadi menyaksikan pembunuhan itu tidak bisa lagi menahan dirinya untuk berteriak. Meskipun sebenarnya, tubuhnya sangat lemah bahkan untuk bergerak sedikit saja sudah susah.
Sementara itu, bayi laki-laki yang tadinya diam tanpa suara, kini tertawa. Bahkan ia menjulurkan tangan mungilnya kepada pria sepuh tersebut.
Di sisi lain, setelah membunuh semua anggota kelompok Gagak Pembunuh, pria sepuh tersebut membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah wanita yang ditolongnya. Ia bisa melihat wanita itu lebih takut kepadanya dibandingkan kelima orang anggota kelompok Gagak Pembunuh.
Pria sepuh itu hanya tersenyum tipis dan kemudian berjalan mendekati wanita yang sedang menggendong bayi laki-laki tersebut.
"Siapa namamu?" tanya pria sepuh itu dengan lembut sambil tersenyum tipis. Tidak ada kemarahan atau pun emosi yang terlihat di wajahnya. Walaupun demikian, wanita itu masih ketakutan. Pria sepuh itu harus bertanya beberapa kali lagi, barulah wanita itu menjawab pertanyaannya dengan suara terbata-bata.
"Yin-Yin Rong," jawabnya sambil memeluk putranya dengan erat.
"Ku mohon padamu senior, ambil saja nyawaku tapi tolong lepaskan anakku!" Yin Rong bersujud di sela-sela napasnya yang sudah terengah-engah. Ia mengira pria tua itu ingin mendapatkan sesuatu darinya atau lebih parah lagi berniat membunuhnya serta anaknya juga.
Pria sepuh itu hanya tersenyum, ia tetap mendekati Yin Rong yang membuat wanita itu mendekap anaknya lebih erat.
Yin Rong memejamkan matanya ketika melihat pria sepuh itu mengangkat tangannya.
Ia mengira bahwa pria sepuh tersebut akan mematahkan lehernya, tapi pemikirannya itu salah. Pria sepuh itu malah menyentuh kepalanya dan sesaat kemudian Yin Rong merasakan kehangatan yang mengalir di tubuhnya.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama, sebab pria sepuh itu menghentikannya.
"Maafkan aku, Nak! Tampaknya dengan kekuatanku sekalipun kau tidak akan tertolong," senyum yang terpancar di wajah pria sepuh itu berubah menjadi kesedihan.
"Aku… aku juga mengetahuinya senior," setelah merasakan bahwa pria sepuh itu orang yang baik, Yin Rong tidak takut lagi padanya.
"Terima kasih senior sudah mencoba membantuku, tapi aku sudah mengetahui batasanku. Bagaimana jika senior membantuku hal lain, aku akan sangat berterima kasih. Dan jika kita bertemu di kehidupan selanjutnya, aku akan berusaha membalas utang ini dengan segenap kemampuanku," ucap Yin Rong dengan penuh harapan.
"Tanpa kau beritahu, aku sudah mengetahui pertolongan apa yang kau minta. Kau bisa mempercayakannya padaku, aku akan merawatnya dengan baik," pria sepuh itu mengambil bayi laki-laki itu dari pelukan Yin Rong.
"Jika demikian, aku bisa pergi dengan tenang. Ku percayakan putraku padamu senior. Namanya Li Tian, tapi ku mohon pada senior untuk mengganti namanya setidaknya sampai ia sudah bisa menjaga dirinya sendiri," napas Yin Rong mulai tidak stabil, pandangannya pun mulai mengabur.
"Saat Li Tian sudah bisa menjaga dirinya sendiri, tolong berikan ini padanya!" Yin Rong memberikan beberapa barang kepada pria sepuh itu.
Setelah pria sepuh tersebut menerimanya, Yin Rong memhembuskan napas terakhirnya.
"Wanita yang malang! Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk anakmu. Aku juga akan menganggapnya sebagai cucu kandungku!" Gumam pelan pria sepuh tersebut.
Merasa tidak aman lagi jika ia berlama-lama di tempat itu, pria sepuh tersebut membawa mayat Yin Rong dan bayi laki-laki itu bersamanya.
Benar saja, beberapa saat setelah kepergian mereka, terlihat seseorang mendatangi gua tersebut.
Dilihat dari pakaian dan topeng yang ia kenakan, sosok itu adalah anggota kelompok Gagak Pembunuh.
Yang membedakannya hanya pakaiannya berwarna putih tetapi tetap ada corak burung gagak di beberapa bagian pakaiannya. Serta topengnya yang juga berwarna putih dengan corak burung gagak yang sama.
"Kurang ajar, aku terlambat!" Dengusnya dengan kesal sambil menendang dua mayat yang ada di hadapannya.
Belakangan diketahui sosok itu adalah salah satu petinggi kelompok Gagak Pembunuh. Namanya sendiri adalah Ye Jianfeng.
Sebelumnya Ye Jianfeng bertarung dengan pengawal khusus Yin Rong, karena kekuatan keduanya tidak berjauhan, Ye Jianfeng tidak bisa mengalahkannya dengan mudah. Oleh sebab itu, ia memerintahkan anak buahnya untuk mengejar Yin Rong dan putranya.
Ia tidak menyangka kelima anak buah yang diutusnya akan gagal menangkap Yin Rong dan putranya bahkan mereka terbunuh di tempat itu.
"Siapa yang membantu wanita sialan itu? Aku tidak yakin ia bisa membunuh kelima anggotaku," gumamnya di dalam hati dan bertanya-tanya penuh kebingungan.
"Aku tidak bisa kembali seperti ini. Aku harus melakukan sesuatu," Ye Jianfeng kembali bergumam pelan sambil memikirkan hal yang harus ia lakukan.
Akhirnya setelah berpikir cukup keras, ia mendapatkan sebuah ide. Yang harus dilakukannya adalah mendatangi desa yang tidak jauh dari tempat itu dan menculik wanita yang sedang memiliki bayi. Rencananya mereka yang akan dijadikan pengganti Ratu Yin Rong dan putranya untuk dilaporkan ke atasannya dan penyewa mereka.
Setelah merasa itu adalah ide yang paling bagus, Ye Jianfeng pun segera pergi dari tempat itu.
Keesokan harinya, di sebuah ruangan pertemuan berkumpul lah beberapa orang yang mengenakan pakaian mewah. Mereka adalah para petinggi kekaisaran Yang. Yang paling menarik perhatian adalah seorang pria yang terlihat berusia tiga puluh tahunan yang sedang duduk di kursi istimewa. Wajahnya tampan, sikapnya penuh kewibawaan serta berkarisma walaupun sebenarnya hal itu berbanding terbalik dengan suasana hatinya sekarang.Dia tidak lain adalah Li Guan, belakangan diketahui ia merupakan seorang kaisar dari daerah yang bernama kekaisaran Yang.Tujuan ia mengumpulkan bawahannya di ruangan itu adalah untuk membahas tentang istri dan anaknya yang sampai saat itu belum sampai ke istana. Padahal di konfirmasi dari kediaman mertuanya, istri dan anaknya sudah pulang tiga hari sebelumnya dikawal beberapa prajurit dari istana dan satu orang pengawal khusus yang berkemampuan tinggi.Walaupun ada hambatan di jalan, seperti sebelum-sebelumnya, mereka akan tiba pagi hari ini. Tetapi
Tiga hari telah berlalu semenjak kejadian di ruang pertemuan. Kabar pemberontakan yang dilakukan perdana menteri pun tidak bisa disembunyikan dan dengan cepat menyebar ke permukaan.Banyak yang tidak percaya bahwa perdana menteri Ji akan melakukan pemberontakan untuk mengambil alih kekuasaan Kekaisaran, tetapi banyak juga yang berpikiran itu adalah hal yang bukan mustahil. Perebutan kekuasaan untuk jabatan, harta dan wanita, memang sering membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Setidaknya itu adalah hal yang paling mendasar untuk pemicuh sebuah perkelahian.Walaupun demikian, pejabat Kekaisaran yang ikut terlibat dalam pertemuan itu sebisa mungkin untuk menekan penyebaran itu agar tidak terlalu membesar.Di sisi lain, sesuai yang telah disampaikan tabib terbaik istana. Kaisar Yang saat ini, Li Guan memang tidak bisa disembuhkan dan ia lumpuh total. Tubuhnya pun perlahan-lahan mulai berubah warna menjadi kehijauan. Beruntung Racun Kelabang Hijau hanya melumpu
Matahari hampir terbenam saat bocah bernama Fang dan sang kakek selesai memancing. Keduanya lalu meninggalkan tempat itu untuk kembali ke rumah mereka."Fang'er, apakah kau masih merasakan kedinginan?" Tanya Kakek dengan khawatir."Tidak kek, setelah kau mengalirkan tenaga dalam ke tubuhku, aku langsung merasakan kehangatan." Balas sang bocah sambil tersenyum lebar, senyuman yang mampu membuat orang melihatnya akan merasakan kenyamanan dan kedamaian.Fang, itu adalah nama bocah tersebut. Tidak memiliki marga atau tambahan nama seperti kebanyakan orang. Pernah Fang menanyakan hal tersebut kepada sang Kakek, tetapi pria sepuh itu hanya mengatakan ia akan mengetahuinya setelah waktunya tepat. Fang hanya bisa memanyunkan bibirnya, sebab itu tidak tahu kapan waktu yang tepat itu akan datang.Sesuai perawakannya yang mungil, Fang berusia enam tahun. Meskipun demikian, Fang tidak lemah seperti yang terlihat, dengan tubuh kecilnya ia bisa memikul benda atau hewan
Karena terlalu mabuk, sang Kakek pun akhirnya pingsan tidak sadarkan diri. Fang yang melihat hal tersebut hanya bisa memanyunkan bibirnya sebab ia tahu apa yang harus dilakukannya setelah itu.Fang langsung menaikkan tubuh sang Kakek ke punggungnya, lalu menggendongnya kembali ke dalam rumah. Lagi-lagi, bocah itu menunjukkan tubuhnya yang kuat berbeda dengan anak-anak seusianya. Sebab ia tanpa kesulitan menggendong tubuh pria tua tersebut."Hanya dengan arak murah seperti ini sudah membuat Kakek tidak sadarkan diri." Fang menggelengkan kepalanya dan mulai menggerutu. Sementara itu, sang Kakek yang berada di punggungnya tertawa kecil, ternyata ia masih sadarkan diri.Fang sebenarnya mendengar hal tersebut, tapi ia pura-pura tidak mengetahuinya dan tetap menggendong sang Kakek sampai ke dalam rumah. Sebab itu adalah masa-masa terbaik yang bisa mereka lalui.Keesokan paginya, ketika Fang bangun dari tidurnya. Dengan menggosok kedua matanya yang masih menahan
Beberapa saat kemudian, Kakek kembali lagi dengan membawa sebuah keranjang yang cukup besar. Keranjang itu biasa Kakek bawa untuk menangkap ikan."Mancing lagi kek?" Tanya Fang, "Katanya hari ini mau ngajarin aku ilmu beladiri?" Sambungnya sedikit cemberut."Keranjang ini adalah alat untuk latihan pertamamu," balas Kakek tanpa menjelaskan lebih lanjut."Ayo ikuti Kakek," Sambung pria tua itu sambil berjalan meninggalkan rumah. Fang sendiri mengikutinya dari belakang.Keduanya berhenti setelah berada di lokasi yang banyak bebatuan. Sang Kakek menurunkan keranjang di punggungnya dan mulai memasukkan bebatuan yang ukurannya cukup besar ke dalamnya tanpa banyak bicara.Di sisi lain, Fang penasaran dengan yang dilakukan Kakeknya itu. Akan tetapi, sebelum ia menanyakannya, sang Kakek sudah selesai mewadahi bebatuan tersebut."Kemari," panggil Kakek kepada Fang. Fang menurutinya, walaupun banyak pertanyaan yang ada di benaknya."Sekarang, co
Fang menghentikan lajunya setelah hampir menabrak tubuh babi hutan itu. Ia ingin meninggalkannya, akan tetapi babi hutan tersebut tidak membiarkannya."Ngok-Ngok," babi hutan tersebut seakan bertanya kenapa Fang mengganggunya. Hewan liar itu mendengus kesal dan bersiap menyerang si bocah kecil.Tanpa menunggu penjelasan Fang dan meskipun bocah itu menjelaskan sekalipun sang babi hutan tersebut tidak akan mengerti, hewan liar itu menyerangnya dengan ganasnya."Tunggu dulu, kenapa kau menyerang ku?" Ucap Fang sambil menghindari serangan babi hutan. Ia tidak berminat menanggapi serangan hewan liar tersebut."Ngok-Ngok," sang babi hutan tidak mengerti ucapan Fang. Malah hewan liar itu menganggap Fang menghinanya. Oleh sebab itu, sang babi hutan menambah keganasannya dalam menyerang Fang.Awalnya Fang bisa menghindari semua serangan babi hutan itu, akan tetapi pada serangan-serangan selanjutnya, ia tidak bisa menghindarinya dan membuat sang babi hutan b
Empat tahun telah berlalu, kini Fang menginjak usia sepuluh tahun. Perubahan besar terjadi padanya, terutama untuk tubuhnya yang kini sudah lebih besar dan tinggi daripada sebelumnya.Saat ini Fang sedang duduk di bebatuan besar di bawah air terjun, ia sedang bermeditasi untuk berlatih pernapasan dan menambah tenaga dalamnya. Fang sendirian, Sang Kakek tidak terlihat di sana sebab ia mulai membiarkan Fang berlatih sendiri sejak setahun yang lalu.Fang membuka matanya saat ia mendengar sebuah raungan keras yang mengganggu telinganya. Ia menoleh ke sekitarnya, tetapi tidak menemukan keberadaan sosok yang meraung itu. Anehnya lagi, raungan tersebut tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi."Suara apa itu tadi?" Fang tidak berdiam diri, dia begitu penasaran dengan suara tersebut. Ia memutuskan untuk menghentikan latihannya dan memeriksa beberapa lokasi di dekat tempat itu.Setelah beberapa waktu, ia tidak menemukan apapun yang mencurigakan atau pun sosok yang me
Harimau Cambuk Api memulai pertarungan, ia melompat ke dalam kerumunan Serigala Haus Darah. Hewan Gaib itu mengibaskan ekornya ke arah salah satu Serigala Haus Darah dan mengincar bagian kepalanya. Namun tidak mengenai target, sebab serigala-serigala itu bergerak dengan cepat. "Auuummm," raung Harimau Cambuk Api. Tampaknya sebuah raungan dapat meningkatkan gairah dan kepercayaan diri Harimau Cambuk Api. Sementara kawanan Serigala Haus Darah tidak membiarkan Harimau Cambuk Api menyerang mereka dengan leluasa. Memanfaatkan jumlah mereka yang banyak, sepuluh ekor Serigala Haus Darah itu menyerang Harimau Cambuk Api secara bersamaan yang membuatnya harus melompat mundur dari kepungan itu. "Pertarungan yang luar biasa," ucap Fang pelan sambil terus mengamati pertarungan antara Hewan Gaib itu. Fang kemudian menyaksikan Harimau Cambuk Api sedang membuka mulutnya lebar-lebar dan sesaat kemudian melepaskan sebuah gumpalan api berwarna merah kebiruan yang meles