Share

Dipaksa Menikah

Di Paksa Menikah

Keesokan harinya pun tiba seperti biasa Cindy selalu saja pulang pagi membuat Albert semakin murka dengan kelakuan anak perempuan nya.

"Kerja apa sih, kamu! setiap hari pulang pagi mau jadi apa kamu!" Hardik Albert ketika melihat sang putri sempoyongan keluar dari mobil.

"Pa, aku model pa... berapa kali aku jelasin ke papa."

"Model apa, sampai pagi begini baru pulang?"

"Kamu berhenti dari kerjaan kamu, atau kamu Papa jodohkan dengan laki laki pilihan papa!"

Deg

Mendengar hal itu membuat Cindy menghentikan langkahnya.

"apa apaan aku gak mau ya di jodoh jodohkan. lagian aku uda punya pacar pa!"

"Pacar apa yang membuat kamu jadi pulang pagi setiap hari seperti ini?"

Belum sempat perdebatan itu berlanjut Sinta sang mama menghampiri anak juga suami nya yang kini sedang beradu argumen.

Sinta memberikan kode pada Cindy agar segera naik ke dalam kamar nya untuk menghindari amukan dari Albert.

Belum sempat lengan milik Alber melayang Cindy sudah lebih dulu berlalu dari hadapan kedua orangtua nya.

Sinta mengusap ngusap dada milik suaminya yang terlihat naik turun menahan amarah yang sudah meluap yang kapan saja siap meledak.

"Mas, serius mau jodohin Cindy sama si miskin itu?" Sinta mengajak suaminya untuk duduk bersebelahan sembari memijat lengan milik suaminya yang keka

"Pria itu punya nama, Mah... Emir. Mas yakin Emir bisa merubah Cindy jadi wanita yang lebih baik dari sekarang."

Tanpa sepengetahuan kedua orangtua nya Cindy kini turun dari undakan tangga dengan membawa koper berniat untuk kelaur dari rumah.

Tak...

Tak...

Tak...

Suara hentakan heels dari kaki jenjang milik gadis berusia 24 tahun itu terdengar di telinga Albert juga Sinta.

"CIndy, kamu mau kemana nak?" Sang mama berdiri menghampiri anak gadisnya yang membawa koper.

"Cindy mau keluar dari rumah ini, dari pada harus di paksa untuk menikah." Gadis itu menghentakan kakai nya kembali membawa koper.

"Biarkan saja dia pergi, Mah... Papa akan cabut semua fasilitas mewah yang dia punya, termasuk kartu kredit juga mobil dan semua akses yang biasa di pakai." Sang papa dengan santai memberi sedikit ancaman untuk putrinya.

Mendengar hal itu membuat Cindy terpaku dan melepaskan cekalan nya pada koper yang dia bawa lalu menoleh kebelakang melihat sang papa.

"Papa tega sama, Cindy?"

Albert menatap putrinya itu dengan penuh sayang.

"Papa bukan nya tega, nak... Kalo kamu tidak mau papa ambil semua fasilitas kamu, kamu harus turutin apa kata Papa."

"Tapi, Pa... Ak---" Belum sempat Cindy menyelesaikan kalimatnya sang papa sudah memotong pembicaraan nya.

"Terserah, semua pilihan ada di kamu. Dan harus kamu tau jika pilihan orang tua tidak pernah salah." Albert berlalu setelah mengatakan hal tersebut dirinya akan bersiap berangkat ke kantor.

Cindy terpaku dengan pilihan sang papa yang di berikan.

"Ma, bantuin Cindy ma... Cindy gak mau di jodohin." Rengeknya manja pada sang mama.

"Mama juga gak setuju sama pilihan papa, tapi gak ada pilihan lain."

"Mama sudah tau, orang yang mau di jodohin sama Cindy?"

Sinta menganggukan kepala nya, dan dia merasa kasihan terhadap putrinya namun dia pun tidak bisa apa apa jika sudah keputusan dari suaminya.

"Kamu turutin dulu aja apa kata papa kamu, ya..."

****

• Dikamar Cindy

Cindy melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang nyaman juga memberikan kelembutan serta dengan busa yang sangat empuk.

Gadis itu terlihat menatap langit langit di kamarnya membayangkan seseorang yang akan menjadi suaminya kelak.

"Kenapa juga papa tiba tiba maksa aku buat nikah? Kalo pun aku harus nikah seharusnya sama David papa juga tau aku sudah lama berhubungan dengan David." Gumam gadis itu.

Teringat dengan kekasihnya Cindy mengambil ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidur.

Tut..... Tut.....

Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan.

"Ish kemana sih!!! Kebiasaan giliran di butuhin aja suka ngilang." Cindy melemparkan ponselnya kesembarang arah.

Gadis itu termenung hingga rasa kantukpun menyerang.

****

"Gimana, Pa... Emir sudah papa temuin?" Suara Arka dari balik ponsel.

"Sudah, Ka... Pilihan kamu memang benar benar tidak salah. Papa suka terhadap Emir. Semoga dia bisa membuat adikmu berubah."

"Insyallah, Pa... Emir juga sudah menghubungi Arka satu jam yang lalu."

Setelah membahas perjodohan sang papa menanyakan kesiapan putra sulungnya untuk menghandle perusahan perusahaan yang di miliki Margaretta group yang tersebar luas di kota kota besar di tanah air.

Mengingat Arka sudah smester akhir yang artinya sebentar lagi menyelesaikan studinya di London.

Satu jam berlalu bertukar pikiran dengan anak sulungnya membuat Albert menemukan sosok sahabat yang bisa berkeluh kesah.

Arka dengan Albert memang terlihat seperti adik kakak yang usianya hanya selisih beberapa taun.

Namuh fakta nya kini Arka sudah berusia 29 tahun dan Albert sang papa sudah memasuki kepala 5.

Setelah berbicara dengan sang anak Albert seakan menemukan titk terang dari setiap masalah yang dia hadapi termasuk urusan kantor banyak sekali Arka membantu walaupun hanya lewat telfon.

Tok...

Tok...

"Maaf, Pak... Sudah di tunggu di ruangan meeting." Ita masuk dan memberikan informasi pada atasan nya.

Albert menganggukan kepala nya dia membetulkan pakaian kerja nya dan memakai jass kebanggan dirinya.

Albert berjalan lebih dahulu dari Ita dengan tubuh kekar juga tegap meskipun usia nya sudah memasuki kepala 5 namun Albert yang gemar olahraga masih banyak yang menggandrungi ketampanan nya.

Banyak mata memandang pria paruh baya yang masih tampan di usia nya tersebut selalu menjadi pusat perhatian karyawan wanita.

Seperti saat ini ketika Albert melewati ruangan ruangan divisi membuat para karyawan wanita di perusahaan nya histeris berteriak karna melihat Albert.

"Pak Albert ya aampun kenapa om om lebih menggoda dari bujang sih." Salah satu karyawan wanita tersebut melihat Albert yang berjalan.

"Aku rela menjadi sepasang sepatu pak Albert asalkan terus saja mengikutu jejak langkah bapak." Teman di sampingnya tidak mau kalah.

"Bubar bubar!!!" Teriakan dari atasan nya menbuat semua orang yang berdiri di depan jendela kaca melihat pak Albert yang berjalan dengan gaya slow.

Terdengar suara atasan nya yang selalu marah marah membuat karyawan yang melihat pimpinan nya tersebut duduk kembali ke meja kerja masing masing.

"Bukan nya kerja malah lihat pak Albert." Sindirnya sebelum masuk ke dalam ruangan.

Wanita sedikit paruh baya itu tidak mau kalah dengan karyawan bawahan nya.

Matanya melihat Albert yang berjalan dan akan berbelok ke ruangan meeting dimana karyawan juga klient yang datang ke perusahaan nya tersebut ada di ruahgan itu.

"Trimakasih, semoga kerja sama kita membuahkan hasil."

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status