Share

Pertemuan

Pertemuan

Flachback

Albert kini menunggu seseorang di sebuah resoran mewah yang sudah di pesan oleh Ita sang sekertaris.

Pria paruh baya itu duduk dengan tenang menanti calon menantunya untuk dia temui saat ini.

Tibalah dua orang berbaju hitam dengan tubuh tegap juga atletis itu menghampiri Albert juga sekertarisnya.

Ita terkaget juga terheran heran melihat kedua pemuda yang seperti nya pengawal pribadi itu menghampiri Albert dan membisikan sesuatu di telinga nya.

"Ta, bisa tolong belikan sesuatu untuk istri saya di sebrang restoran ini?"

Ita menoleh dan menatap Albert dengan bingung namun karna Albert memberikan kode untuk dirinya segera pergi dari tempat itu Itapun akhirnya menganggukan kepalanya.

Setelah punggung sang sekertaris Ita itu sudah tidak terlihat lagi barulah muncul sosok pria muda dengan rahang yang tegas juga bola mata coklat dengan bulu mata yang lentik serta pakaian yang rapi dengan stelan jass mahal menutupi tubuh tegak itu.

"Selamat sore, Om..." Suaraa bariton sexy milik pemuda yang berusia 29 tahun tersebut mengahampiri Albert.

"Sore, Tuan Emirkhan." Albert menjabat lengan Emir yang menyodorkan lengan pada dirinya.

"Gak usah panggil Tuan, om... panggil saja Emir." Ujar pemuda itu.

Albert melihat sosok Emir yang begitu tampan juga sangat rupawan dengan pengawal pribadi menggambarkan jika dia bukan orang sembarangan.

Jauh berbeda dengan apa yang di ceritakan Arka pada Albert.

"Kenapa Arka bisa bilang jika Emir sosok sederhana?" Batin Albert bersorak.

"Om, Arka sudah bercerita mengenai pertemuan kita hari ini, dan dia juga sudah menceritakan segalanya terhadap saya."

"Ekhem..." Albert membenarkan posisi duduknya.

"Untuk hal itu, sebetulnya ini rencana Arka... Om hanya bisa mengikuti apa kata Arka yang ingin melihat adiknya untuk segera menikah dengan pria yang bisa merubah sikap adiknya itu."

"Kalau tidak salah, adiknya Arka itu seorang model? apa benar itu Om?" Albert menganggukan kepala nya.

"Apa kamu tidak keberatan, jika Om akan menjodohkan kamu dengan putri om yang seorang model?"

Emirkhan terlihat berfikir dirinya memang sudah mengetahui akan di jodohkan dengan adik dari sahabatnya itu namun dia tidak tahu jika perempuan yang akan dia nikahi itu adalah seorang model.

Dia tahu betul dunia model itu seperti apa, jauh dari lubuk hatinya Emir menginginkan sosok perempuan yang sholehah berhijab santun juga tidak membangkang pada kedua orangtua.

"Beri saya waktu untuk membicarakan hal ini pada kedua orangtua saya. Dan saya tidak mau identitas asli saya terbongkar, biarlah om Albert bilang pada putri om dia akan di jodohkan dengan pria miskin."

Albert tidak kaget lagi pasalnya Arka sudah menceritakan Emir orangnya seperti apa juga pemuda itu tidak mau jika identitas aslinya terbongkar karna sebuah masa lalu yang kelam membuat dirinya tidak mau orang orang tahu siapa sebenarnya Emirkan itu.

Albert menganggukan kepalanya menyetujui permintaan sang calon menantu tersebut.

"Baik nak Emir... sampaikan salam om untuk kedua orangtua nak Emir.." Emir menganggukan kepalanya lalu menyalami Albert dengan mencium punggung pria paruh baya tersebut.

"Assalamualaikum,"

****

Di kediaman Elit tepatnya di sebuah rumah besar berlantai dua itu kini sedang ramai oleh orang orang dekor dari Weding Organizer ternama untuk menghias rumah mewah tersebut karna akan ada sebuah pertemuan antar keluarga dari pihak laki laki.

"Pa, kenapa seheboh ini sih? bukankah papa bilang jika pria itu miskin dan tidak punya pekerjaan?" Sinta tidak terima jika uang yang dia habiskan untuk acara pertemuan keluarga itu sia sia hanya dengan pria miskin yang akan menjadi calon menantunya tersebut.

"Meskipun dia miskin, tapi ini putri kita loh, ma.... masa biasa biasa aja papa malu sama tamu undangan yang datang. lagian juga Emir itu hanya miskin harta bukan miskin ilmu agama apalagi ilmu pendidikan."

"Tetap saja yang mananya miskin ya miskin, Pa...." Sinta hanya bisa memanyunkan bibirnya tidak terima namun dia bisa apa.

Albert hanya bisa menggelengkan kepalanya dan dia akan melihat putri bungsunya itu di dalam kamar.

Tok...

Tok...

"Cind, Cindy... ini papa nak."

"Masuk, pa... gak di kunci." Teriakan dari dalam ruangan.

Perlahan Albert membuka pintu kamar putrinya tersebut.

Albert melihat ruangan itu sangat gelap juga gorden jendela yang tertutup.

"Kenapa gelap gini, Cindy?"

"Suka aja," Jawab gadis itu dengan ketus.

Albert menghampiri sang putri dengan menyalakan lampu terlebih dahulu membuat Cindy terlihat sembab.

"Apa yang membuat kamu menangis, nak?"

"Papa jahat sama Cindy, masa Cindy mau di jodohkan dengan pria miskin pilihan papa! ini nama nya gak adil!"

"Nak, jangan pernah melihat orang lain dari hartanya, mungkin memang saat ini Emir miskin harta tapi dia mempunyai hati yang kaya dan mau menerima kamu apa adanya bukan karna harta kekayaan orangtua nya.

"Alah, mana ada jaman sekarang orang tidak mau rugi! paling paling itu cuma omong kosong doang!"

"Percayalah, pilihan orang tua tidak akan pernah salah dan Ridho kedua orangtuamu adalah Ridho Tuhan untukmu." Albert hanya bisa berpesan demikian dan dirinya kini kembali keluar dari dalam kamar milik Cimdy.

Cindy semakin menangis sejadi jadinya dirinya tidak mau di jodohkan dengan pria miskin.

Dalam bayangan Cindy sosok Emir dengan wajah dekil hitam juga mempunyai tahi lalat di pipinya yang besar dan dia akan merasa jijik juga malu jika teman teman satu profesinya mengetahui perjodohan dia juga pria miskin tersebut.

"Ah, .... mau taro dimana muka gue! kalo Elin tau dia pasti menang juga menertawakan gue kawin dengan pria miskin itu." Teriak Cindy menutupi wajahnya dengan bantal yang biasa dia tiduri.

Beberapa jam kemudian hingga sampailah pada malam hari dimana pertemuan antar keluarga itu akan berlangsung.

Cindy sudah di makeup oleh MUA profesional begitu juga dengan Sinta juga Albert yang sudah rapi menunggu calon besan nya itu tiba di kediaman mereka.

Sayangnya Arka masih di luar negeri jadi hanya bisa menyaksikan secara virtual saja.

Tin...

Tin...

Suara kalakson mobil memasuki gerbang mewah tersebut dengan satu mini buss traveling yang di kendarai oleh keluarga Emir.

Keluarlah keluarga Emir beserta rombongan yang lain nya akan memasuki kediaman keluarga Albert.

Albert nengerutkan dahinya tidak mengenali sosok pria muda itu sangat berbeda jauh dengan dia temui beberapa hari yang lalu di pertemuan pertama.

Emir menyadari perubahan mimik wajah Albert kemudian dirinya mengambil ponsel di dalam saku celananya untuk mengirim pesan singkat pada pria paruh baya tersebut.

"Assalamualaikum," Sapa salah satu pihak dari Emir memberikan salam agar mereka bisa masuk ke dalam rumah besar nan mewah itu.

"Waalaikumsalam, maaf bapak dan ibu mau bertemu siapa?"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status