Share

BAB 3 TROY HARIS

Alea baru mau keluar dari pintu Lobi ketika mendengar suara seseorang memanggilnya.

"Alea!"

Gadis itu langsung berpaling ke asal suara yang memanggilnya dengan sangat familiar meskipun dari nadanya kelihatan sekali jika Troy terkejut melihatnya Alea di tempat itu.

"Kau dari mana?" tanya Troy ketika menghampiri Alea.

"Aku mau pulang," jawab Alea buru-buru.

Padahal Troy bertanya Alea 'dari mana' bukan dia 'mau ke mana'.

Troy jadi meneliti penampilan Alea yang terlihat santai hanya dengan celana Jeans dan sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang sedang baru melakukan wawancara kerja.

"Aku sedang mencari informasi pekerjaan."

"Ini perusahaan keluargaku, kenapa kau tidak tanya padaku?"

"Oh, aku tidak tahu." Alea pura-pura terkejut dengan manik mata kecoklatannya yang membulat.

"Aku bisa membantumu."

"Oh, tidak sepertinya aku akan mencari yang lebih sesuai dengan dasar pendidikanku."

Troy juga mendengar jika Alea sekarang sudah berhenti kuliah setelah kasus korupsi yang menimpa ayahnya.

"Aku bisa meminta papaku membuat pengecualian, dia akan mendengarkan semua kemauanku."

"Aku tidak mau curang dengan memanfaatkanmu."

"Kau boleh mengambil manfaat dariku, ingat aku juga sering curang dengan minta bantuanmu di kelas."

Troy mengingatkan Alea, karena dulu Troy memang sering mencontek pekerjaan kelas pada Alea. Mereka memang sudah kenal cukup lama sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku SMU. Kenal dalam arti berteman karena Alea tipe anak rajin yang paling suka di kerumuni anak-anak malas saat ada tugas kelas. Alea sendiri tidak terlalu suka bergaul dengan teman-teman Troy yang terkenal badung. 

"Kau cerdas Alea, kau layak mendapatkan pekerjaan apapun," dukung Troy yang masih belum menyerah untuk membujuk Alea tapi gadis itu tetap menggeleng pelan.

Mungkin saja jika ada yang menawarinya pertolongan seperti itu beberapa saat lalu sebelum dirinya bertemu tuan Anmar pasti Alea akan menerimanya.

"Terimakasih atas maksud baikmu, Kak Troy. Tapi sebaiknya jangan."

Alea memanggil 'kak' karena Troy memang beberapa tahu lebih tua dari Alea. Troy sempat mengulang kelas karena dulu murid pindahan baru. Jadi selain paling tampan dulu Troy juga paling tinggi besar di kelasnya.

"Sungguh aku tidak apa-apa."

Alea tetap menggeleng tapi kali ini sambil tersenyum karena dia juga tidak menyangka pemuda itu tidak jijik pada anak koruptor seperti dirinya, bahkan Troy masih mau membantunya.

Alea memang tidak pernah tahu jika selama ini Troy sering memperhatikannya. Walaupun setelah mereka kuliah sudah jarang saling bertegur sapa tapi Troy tetap sering diam-diam memperhatikan gadis cerdas itu dan prestasinya di kampus. Mereka sama-sama kuliah di kampus swasta elit yang super mahal karena itu sekarang Alea sudah tidak bisa melanjutkan kuliahnya lagi. 

"Terima kasih, Kak Troy, tapi aku harus segera pulang ibuku di rumah sendirian."

"Biar kuantar."

"Tidak usah." Alea tidak Enak.

"Kau mau naik taksi?" tanya Troy buru-buru.

"Aku bisa naik apa saja."

"Naik saja ke mobilku jika kau bilang apa saja tidak masalah, berikan ongkos taksimu padaku!"

Alea jadi kembali membulatkan matanya karena merasa dijebak oleh pertanyaan barusan.

Troy justru tersenyum dan Alea tidak suka. Walaupun dulu Alea diam-diam menyukai senyum pemuda itu, tapi sekarang senyum Troy mengingatkan Alea pada tuan Anmar. Troy memang sangat mirip dengan ayahnya. 

"Meskipun aku bajingan aku bersumpah tidak akan menculikmu atau memperkosamu di tengah jalan."

Akhirnya Alea tidak bisa menolak dan setuju diantarkan pulang oleh Troy.

"Ayo, Alea." Troy mengedikkan kepalanya agar Alea ikut.

Alea benar-benar merasa tidak enak dan agak kikuk, apa lagi ketika kemudian Troy juga menyapa beberapa staf di kantor ayahnya dengan cukup akrap. Troy terus saja menarik lengan Alea melewati lorong pintu Khusus untuk langsung menuju basemen. Dari ujung lorong itu juga tadi Alea melihat Troy ketika baru muncul memanggilnya. Artinya Troy juga baru tiba ketika bertemu dengan Alea di lobi dan sekarang sudah kembali pergi untuk mengantarnya. Alea benar-benar merasa tidak enak karena jadi merepotkan.

Sebagai anak konglomerat tidak mengherankan jika kemana-mana Troy mengendarai lamborghini.

"Kak, sekarang aku tinggal di rumah paman dan bibiku rumahnya agak masuk gang."

"Apa mobil tidak bisa masuk?" tanya Troy sambil mulai menjalankan mesin mobilnya yang memiliki tarikan sigap tapi halus.

"Bisa tapi tidak apa-apa aku turun di depan gang saja."

troy tidak bicara lagi sampai kemudian mengajak Alea membahas perkara yang lain.

"Aku ikut sedih mendengar pemberitaan di media." Troy menoleh sebentar pada Alea.

"Tidak apa-apa, semua yang bersalah pantas mendapatkan hukuman."

Troy menghela napas sejenak karena jujur saja tadi hal itu pula yang membuatnya langsung bersimpati pada Alea.

"Bagaimana dengan ibumu?"

"Sementara paman dan bibi yang membantuku."

"Karena itu kau mau mencari pekerjaan?"

Alea cuma mengangguk karena tidak mau menggunakan mulutnya untuk berbohong terlalu banyak karena Alea takut jika akan menjadi kebiasaan.

Setelah itu Troy yang lebih banyak bercerita. Troy bercerita mengenai papanya yang ingin dirinya melanjutkan kuliah di luar negeri karena Troy dianggap terlalu banyak bermain-main di sini.

"Semua pasti juga untuk kebaikan, Kak Troy."

"Kau tidak tahu papaku bahkan tega mengancam akan memasukkanku ke asrama Universitas sepanjang tahun jika aku sampai membuat masalah."

Alea tersenyum setengah menertawakannya. "Berhentilah mengacaukan hidupmu, lihat lah aku bahkan tidak bisa melanjutkan kuliah lagi meskipun sangat ingin."

"Kau benar, aku memang tidak berguna."

"Dengarkan apapun nasehat orang tua," saran Alea. " Meskipun yang dilakukan ayahku bukan contoh yang baik, tapi semua nasehatnya padaku selalu benar."

Troy cuma kembali menghela napas menyadari bertapa gadis muda itu jauh lebih dewasa daripada dirinya. Alea memang cerdas dalam arti yang sebenarnya, bukan hanya dalam intelektualitasnya, tapi juga cerdas dalam membawa diri sehingga membuat siapapun nyaman berada di sekitarnya. Benar sekali pendapat yang mengatakan jika orang cerdas itu menyenangkan karena mereka juga memiliki kecerdasan untuk mengendalikan dan menstabilkan atmosfernya sendiri yang menular ke sekelilingnya. 

"Berhenti di sini saja, Kak."

"Tidak apa-apa."

Alea sudah hendak turun tapi Troy melarangnya.

"Gangnya sempit takut nanti mobilnya tergores."

"Ah, tidak masalah. Nanti jika aku sudah pindah untuk kuliah ke luar negeri juga tidak akan ada lagi yang mengendarai benda-benda seperti ini."

Tentu Troy punya banyak mobil sport di garasinya yang bakal nganggur karena tiba-tiba dia yakin untuk pergi mengikuti nasehat ayahnya.

"Di mana, Alea? apa masih jauh?"Troy menengok ke kanan kiri.

"Tidak, Kak. Satu blok lagi."

Alea minta berhenti didepan rumah berpagar putih yang merupakan rumah paman dan bibinya.

"Terima kasih, Kak."

Troy mengangguk sambil tersenyum dan berulang kali senyum pemuda itu memang sangat mirip dengan ayahnya. Seketika jantung Alea langsung ikut berdegup kencang tanpa memberi aba-aba.

"Apa Kak Troy tidak mau mampir?" Alea sengaja menawarkannya untuk sekedar batas sopan santun karena sudah diantarkan pulang.

"Ya, tentu. Aku mau." Ternyata Troy benar-benar ikut turun.

Walau agak canggung tapi Alea tetap mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Maaf ya Kak rumahnya kecil."

Troy sama sekali tidak masalah bahkan ketika Alea memperkenalkannya kepada bibi serta ibu Alea yang cuma bisa duduk di kursi roda.

Ibu Alea juga kesulitan bicara. Sebenarnya ibu Alea masih belum terlalu tua, tapi sepertinya serangan struk yang membuatnya terlihat jauh lebih tua dan menyedihkan. Bibir ibu Alea terlihat agak miring dan tangan kanannya seperti terpelintir dengan posisi jari-jari yang aneh karena otaknya sudah tidak bisa memerintah syaraf motoriknya dengan benar.

"Siang, Bu," Troy menyapa dan mencium punggung tangannya yang kaku seperti mengejang.

Napas ibu Alea agak bergetar mungkin maksudnya ingin balas menyapa, atau untuk sekedar memuji pemuda tampan yang sedang setengah merunduk di depannya dengan sangat sopan.

Nampaknya sikap Troy juga tidak luput dari perhatian bibi Rosita. Terutama ketiak diam-diam pemuda itu memperhatikan Alea.

Mereka memang ngobrol bersama di ruang tamu cukup lama sampai Troy menghabiskan teh yang di buatkan bibi Rosita dan berpamitan pulang.

Selepas pemuda itu pergi barulah bibi Rosita kembali mendekati keponakanya, dan menodongnya dengan pertanyaan.

"Jadi kau pergi kemana hari ini?"

Walaupun agak kaget tapi Alea tetap memaklumi kekhawatiran bibinya.

"Aku sudah bertemu tuan Anmar, Bi."

"Tapi bagai mana kau malah bersama putranya?"

"Aku sudah bertemu dengan tuan Anmar dan membicarakan semuanya. Tadi aku hanya tidak sengaja bertemu putranya di lobi dan mengantarkanku pulang."

"Bibi juga pernah muda dan tidak terlalu bodoh utuk sekedar melihat kalian!" tekan bibi Rosita. "Ingat Alea jangan bermain api! Kau akan menjadi istri ayahnya. Anak muda bisa sangat menggebu-gebu tapi itu tidak akan bertahan lama, percayalah dengan yang bibimu katakan!"

"Tidak Bibi kami hanya berteman."

"Kau juga harus ingat, jika bukan cuma kau saja yang bisa terbakar dengan permainan api. Ingat juga pamanmu dan masa depan sepupu-sepupumu jika ayahnya kehilangan pekerjaan."

Alea cuma mengangguk tanpa ingin menyangkal apapun karena bibinya memang benar. Ketiga sepupu-sepupunya masih perlu banyak biaya dan Alea sendir sudah merasakan seperti apa ketika seorang anak kehilangan peran ayah dan terlontang lantung.

"Tuan Anmar mengatakan akan segera kemari dan mengabari paman dan bibi."

Setelah menghela napas sejenak untuk meredam kecemasannya, bibi Rosita kembali menyentuh punggung Alea dengan lembut. Bagaimanapun dia juga menyayangi Alea dan tidak ingin terlalau keras terhadap gadis itu tapi kali ini mereka benar-benar sedang tidak memiliki pilihan. Dan pria sebaik tuan Anmar juga tidak akan datang sewaktu-waktu, Alea tetap harus merasa beruntung seandainya saja gadis itu sudah paham.

"Kau harus mengerti Alea, semua keputusan yang sudah kau ambil apapun itu ada tanggung jawabnya, apalagi pernikahan, tidak ada yang main-main!"

"Aku sudah menerimanya Bibi, katakan saja pada paman aku berserah padanya kapanpun mereka bisa menikahkanku."

Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Setya Radja
author, aku susah baca nama tuan anmar, jadi aku lurus kan aja baca nya Ammar, dan anak nya baca toy
goodnovel comment avatar
Boncel Boncel
iri gua kan jadinya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
idihhhhhh udh gedek masih nenen
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status