Alea baru mau keluar dari pintu Lobi ketika mendengar suara seseorang memanggilnya.
"Alea!"
Gadis itu langsung berpaling ke asal suara yang memanggilnya dengan sangat familiar meskipun dari nadanya kelihatan sekali jika Troy terkejut melihatnya Alea di tempat itu.
"Kau dari mana?" tanya Troy ketika menghampiri Alea.
"Aku mau pulang," jawab Alea buru-buru.
Padahal Troy bertanya Alea 'dari mana' bukan dia 'mau ke mana'.
Troy jadi meneliti penampilan Alea yang terlihat santai hanya dengan celana Jeans dan sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang sedang baru melakukan wawancara kerja.
"Aku sedang mencari informasi pekerjaan."
"Ini perusahaan keluargaku, kenapa kau tidak tanya padaku?"
"Oh, aku tidak tahu." Alea pura-pura terkejut dengan manik mata kecoklatannya yang membulat.
"Aku bisa membantumu."
"Oh, tidak sepertinya aku akan mencari yang lebih sesuai dengan dasar pendidikanku."
Troy juga mendengar jika Alea sekarang sudah berhenti kuliah setelah kasus korupsi yang menimpa ayahnya.
"Aku bisa meminta papaku membuat pengecualian, dia akan mendengarkan semua kemauanku."
"Aku tidak mau curang dengan memanfaatkanmu."
"Kau boleh mengambil manfaat dariku, ingat aku juga sering curang dengan minta bantuanmu di kelas."
Troy mengingatkan Alea, karena dulu Troy memang sering mencontek pekerjaan kelas pada Alea. Mereka memang sudah kenal cukup lama sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku SMU. Kenal dalam arti berteman karena Alea tipe anak rajin yang paling suka di kerumuni anak-anak malas saat ada tugas kelas. Alea sendiri tidak terlalu suka bergaul dengan teman-teman Troy yang terkenal badung.
"Kau cerdas Alea, kau layak mendapatkan pekerjaan apapun," dukung Troy yang masih belum menyerah untuk membujuk Alea tapi gadis itu tetap menggeleng pelan.
Mungkin saja jika ada yang menawarinya pertolongan seperti itu beberapa saat lalu sebelum dirinya bertemu tuan Anmar pasti Alea akan menerimanya.
"Terimakasih atas maksud baikmu, Kak Troy. Tapi sebaiknya jangan."
Alea memanggil 'kak' karena Troy memang beberapa tahu lebih tua dari Alea. Troy sempat mengulang kelas karena dulu murid pindahan baru. Jadi selain paling tampan dulu Troy juga paling tinggi besar di kelasnya.
"Sungguh aku tidak apa-apa."
Alea tetap menggeleng tapi kali ini sambil tersenyum karena dia juga tidak menyangka pemuda itu tidak jijik pada anak koruptor seperti dirinya, bahkan Troy masih mau membantunya.
Alea memang tidak pernah tahu jika selama ini Troy sering memperhatikannya. Walaupun setelah mereka kuliah sudah jarang saling bertegur sapa tapi Troy tetap sering diam-diam memperhatikan gadis cerdas itu dan prestasinya di kampus. Mereka sama-sama kuliah di kampus swasta elit yang super mahal karena itu sekarang Alea sudah tidak bisa melanjutkan kuliahnya lagi.
"Terima kasih, Kak Troy, tapi aku harus segera pulang ibuku di rumah sendirian."
"Biar kuantar."
"Tidak usah." Alea tidak Enak.
"Kau mau naik taksi?" tanya Troy buru-buru.
"Aku bisa naik apa saja."
"Naik saja ke mobilku jika kau bilang apa saja tidak masalah, berikan ongkos taksimu padaku!"
Alea jadi kembali membulatkan matanya karena merasa dijebak oleh pertanyaan barusan.
Troy justru tersenyum dan Alea tidak suka. Walaupun dulu Alea diam-diam menyukai senyum pemuda itu, tapi sekarang senyum Troy mengingatkan Alea pada tuan Anmar. Troy memang sangat mirip dengan ayahnya.
"Meskipun aku bajingan aku bersumpah tidak akan menculikmu atau memperkosamu di tengah jalan."
Akhirnya Alea tidak bisa menolak dan setuju diantarkan pulang oleh Troy.
"Ayo, Alea." Troy mengedikkan kepalanya agar Alea ikut.
Alea benar-benar merasa tidak enak dan agak kikuk, apa lagi ketika kemudian Troy juga menyapa beberapa staf di kantor ayahnya dengan cukup akrap. Troy terus saja menarik lengan Alea melewati lorong pintu Khusus untuk langsung menuju basemen. Dari ujung lorong itu juga tadi Alea melihat Troy ketika baru muncul memanggilnya. Artinya Troy juga baru tiba ketika bertemu dengan Alea di lobi dan sekarang sudah kembali pergi untuk mengantarnya. Alea benar-benar merasa tidak enak karena jadi merepotkan.
Sebagai anak konglomerat tidak mengherankan jika kemana-mana Troy mengendarai lamborghini.
"Kak, sekarang aku tinggal di rumah paman dan bibiku rumahnya agak masuk gang."
"Apa mobil tidak bisa masuk?" tanya Troy sambil mulai menjalankan mesin mobilnya yang memiliki tarikan sigap tapi halus.
"Bisa tapi tidak apa-apa aku turun di depan gang saja."
troy tidak bicara lagi sampai kemudian mengajak Alea membahas perkara yang lain.
"Aku ikut sedih mendengar pemberitaan di media." Troy menoleh sebentar pada Alea.
"Tidak apa-apa, semua yang bersalah pantas mendapatkan hukuman."
Troy menghela napas sejenak karena jujur saja tadi hal itu pula yang membuatnya langsung bersimpati pada Alea.
"Bagaimana dengan ibumu?"
"Sementara paman dan bibi yang membantuku."
"Karena itu kau mau mencari pekerjaan?"
Alea cuma mengangguk karena tidak mau menggunakan mulutnya untuk berbohong terlalu banyak karena Alea takut jika akan menjadi kebiasaan.
Setelah itu Troy yang lebih banyak bercerita. Troy bercerita mengenai papanya yang ingin dirinya melanjutkan kuliah di luar negeri karena Troy dianggap terlalu banyak bermain-main di sini.
"Semua pasti juga untuk kebaikan, Kak Troy."
"Kau tidak tahu papaku bahkan tega mengancam akan memasukkanku ke asrama Universitas sepanjang tahun jika aku sampai membuat masalah."
Alea tersenyum setengah menertawakannya. "Berhentilah mengacaukan hidupmu, lihat lah aku bahkan tidak bisa melanjutkan kuliah lagi meskipun sangat ingin."
"Kau benar, aku memang tidak berguna."
"Dengarkan apapun nasehat orang tua," saran Alea. " Meskipun yang dilakukan ayahku bukan contoh yang baik, tapi semua nasehatnya padaku selalu benar."
Troy cuma kembali menghela napas menyadari bertapa gadis muda itu jauh lebih dewasa daripada dirinya. Alea memang cerdas dalam arti yang sebenarnya, bukan hanya dalam intelektualitasnya, tapi juga cerdas dalam membawa diri sehingga membuat siapapun nyaman berada di sekitarnya. Benar sekali pendapat yang mengatakan jika orang cerdas itu menyenangkan karena mereka juga memiliki kecerdasan untuk mengendalikan dan menstabilkan atmosfernya sendiri yang menular ke sekelilingnya.
"Berhenti di sini saja, Kak."
"Tidak apa-apa."
Alea sudah hendak turun tapi Troy melarangnya.
"Gangnya sempit takut nanti mobilnya tergores."
"Ah, tidak masalah. Nanti jika aku sudah pindah untuk kuliah ke luar negeri juga tidak akan ada lagi yang mengendarai benda-benda seperti ini."
Tentu Troy punya banyak mobil sport di garasinya yang bakal nganggur karena tiba-tiba dia yakin untuk pergi mengikuti nasehat ayahnya.
"Di mana, Alea? apa masih jauh?"Troy menengok ke kanan kiri.
"Tidak, Kak. Satu blok lagi."
Alea minta berhenti didepan rumah berpagar putih yang merupakan rumah paman dan bibinya.
"Terima kasih, Kak."
Troy mengangguk sambil tersenyum dan berulang kali senyum pemuda itu memang sangat mirip dengan ayahnya. Seketika jantung Alea langsung ikut berdegup kencang tanpa memberi aba-aba.
"Apa Kak Troy tidak mau mampir?" Alea sengaja menawarkannya untuk sekedar batas sopan santun karena sudah diantarkan pulang.
"Ya, tentu. Aku mau." Ternyata Troy benar-benar ikut turun.
Walau agak canggung tapi Alea tetap mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Maaf ya Kak rumahnya kecil."
Troy sama sekali tidak masalah bahkan ketika Alea memperkenalkannya kepada bibi serta ibu Alea yang cuma bisa duduk di kursi roda.
Ibu Alea juga kesulitan bicara. Sebenarnya ibu Alea masih belum terlalu tua, tapi sepertinya serangan struk yang membuatnya terlihat jauh lebih tua dan menyedihkan. Bibir ibu Alea terlihat agak miring dan tangan kanannya seperti terpelintir dengan posisi jari-jari yang aneh karena otaknya sudah tidak bisa memerintah syaraf motoriknya dengan benar.
"Siang, Bu," Troy menyapa dan mencium punggung tangannya yang kaku seperti mengejang.
Napas ibu Alea agak bergetar mungkin maksudnya ingin balas menyapa, atau untuk sekedar memuji pemuda tampan yang sedang setengah merunduk di depannya dengan sangat sopan.
Nampaknya sikap Troy juga tidak luput dari perhatian bibi Rosita. Terutama ketiak diam-diam pemuda itu memperhatikan Alea.
Mereka memang ngobrol bersama di ruang tamu cukup lama sampai Troy menghabiskan teh yang di buatkan bibi Rosita dan berpamitan pulang.
Selepas pemuda itu pergi barulah bibi Rosita kembali mendekati keponakanya, dan menodongnya dengan pertanyaan.
"Jadi kau pergi kemana hari ini?"
Walaupun agak kaget tapi Alea tetap memaklumi kekhawatiran bibinya.
"Aku sudah bertemu tuan Anmar, Bi."
"Tapi bagai mana kau malah bersama putranya?"
"Aku sudah bertemu dengan tuan Anmar dan membicarakan semuanya. Tadi aku hanya tidak sengaja bertemu putranya di lobi dan mengantarkanku pulang."
"Bibi juga pernah muda dan tidak terlalu bodoh utuk sekedar melihat kalian!" tekan bibi Rosita. "Ingat Alea jangan bermain api! Kau akan menjadi istri ayahnya. Anak muda bisa sangat menggebu-gebu tapi itu tidak akan bertahan lama, percayalah dengan yang bibimu katakan!"
"Tidak Bibi kami hanya berteman."
"Kau juga harus ingat, jika bukan cuma kau saja yang bisa terbakar dengan permainan api. Ingat juga pamanmu dan masa depan sepupu-sepupumu jika ayahnya kehilangan pekerjaan."
Alea cuma mengangguk tanpa ingin menyangkal apapun karena bibinya memang benar. Ketiga sepupu-sepupunya masih perlu banyak biaya dan Alea sendir sudah merasakan seperti apa ketika seorang anak kehilangan peran ayah dan terlontang lantung.
"Tuan Anmar mengatakan akan segera kemari dan mengabari paman dan bibi."
Setelah menghela napas sejenak untuk meredam kecemasannya, bibi Rosita kembali menyentuh punggung Alea dengan lembut. Bagaimanapun dia juga menyayangi Alea dan tidak ingin terlalau keras terhadap gadis itu tapi kali ini mereka benar-benar sedang tidak memiliki pilihan. Dan pria sebaik tuan Anmar juga tidak akan datang sewaktu-waktu, Alea tetap harus merasa beruntung seandainya saja gadis itu sudah paham.
"Kau harus mengerti Alea, semua keputusan yang sudah kau ambil apapun itu ada tanggung jawabnya, apalagi pernikahan, tidak ada yang main-main!"
"Aku sudah menerimanya Bibi, katakan saja pada paman aku berserah padanya kapanpun mereka bisa menikahkanku."
DUA MINGGU SEBELUMNYA"Alea Marisa Herlambang."Tuan Anmar langsung kembali mendongak dari berkas yang baru dibacanya untuk bertanya pada kepala cabang personalianya. "Herlambang?" tanya pria karismatik itu hingga dahinya berkerut."Ya, Tuan Anmar, itu putri dari adik saya." Awalnya Kamir masih takut-takut untuk mengajukan berkas lamaran pekerjaan keponakanya itu karena kasus korupsi dari adik laki-lakinya yang sedang panas di perbincangkan."Keponakanku sangat membutuh pekerjaan untuk bisa mengurus ibunya yang sedang terkena serangan struk. Dia juga sudah terpaksa berhenti dari kuliah karena sudah tidak ada lagi yang bisa membiayainya. Jadi saya mohon kemurahan hati Anda agar keponakan saya bisa bekerja di sini."Tuan Anmar te
Meskipun akhirnya Alea setuju mengenai pernikahannya, tapi sebenarnya mereka semua tidak ada yang tahu mengenai apa yang sudah dibahas Alea bersama tuan Anmar ketika mereka bertemu di kantornya kemarin. Bahkan Alea juga tidak berani memberi tahu ibunya jika dirinya sudah menerima lamaran dari seorang duda berumur empat puluh tahun. Malam ini kedua paman Alea berkumpul di rumah paman Kamir untuk menyambut kedatangan tuan Anmar yang akan bertamu ke rumah mereka. Dari sore bibi Rosita dan bibi Mala sudah sibuk merapikan rumah dan mengganti taplak meja agar rumah mereka terlihat rapi. Akan kedatangan tamu seperti tuan Anmar ternyata membuat mereka semua panik. Belum apa-apa Alea juga seperti ikut gugup dan takut. Alea tahu dirinya sudah tidak bisa mundur lagi karena akan membuat malu keluarganya. Sebentar lagi Tuan Anmar akan datang untuk membicarakan perihal pernikahan mereka, sesuatu yang sama sekali belum berani Alea bayangkan. "Kak Alea mau menikah?" tanya sa
Alea sedang membatu kedua sepupu kembarnya untuk mengerjakan tugas sekolah ketika bibi Rosita ikut menengok ke dalam kamar untuk memangilnya. "Alea, ada temanmu." "Siapa Bibi?" tanya Alea yang baru mendongak dari lembar buku paket yang sedang dia baca. "Anak laki-laki tuan Anmar." Seketika Alea langsung menutup buku di pangkuannya dan bergegas berdiri untuk keluar mengikuti bibinya. "Kak Troy," sapa Alea ketika melihat Troy masih berdiri di ambang pintu dan Alea tetap saja terkejut dengan kedatangan tiba-tibanya. "Maaf aku tidak memberitahu jika akan ke mari." "Tidak, apa-ap
"Alea kau jangan ke mana-mana, hari ini tuan Anmar akan ke mari."Bibi Rosita baru kembali dari arisan keluarga ketika membawa berita itu untuk Alea."Tuan Anmar ingin mengajakmu ke luar," lanjut bibi Rosita.Alea belum selesai dari keterkejutannya yang pertama dan sekarang sudah terkejut lagi karena akan di bawa keluar oleh tuan Anmar."Mau ke mana, Bibi?" tidak tahu kenapa tiba-tiba Alea panik meskipun tidak berani menunjukkan kecemasannya."Aku juga tidak tahu, pamanmu juga cuma berpesan seperti itu."Bibi Rosita sudah kembali pergi dan masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian.
Tuan Anmar sudah kembali memegang kemudi dan mulai menjalankan mobilnya. Mobil mahal berbodi kokoh itu mulai berjalan meninugalkan gang komplek menuju jalan utaman sehingga tidak terlalu terlihat mencolok lagi. Alea sempat menyibukkan otaknya dengan berpikir jika mobil tersebut mungkin dilapisi baja anti peluru karena bodinya sangat tidak biasa, gelap tapi tetap elegan dengan nuansa yang sulit untuk dijelaskan. Tak mengherankan jika Troy juga memiliki selera yang tinggi mengenai kendaraannya, ibarat buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Untuk sekian kalinya Alea menyimpulkan jika mereka mirip, bukan cuma secara fisik tapi juga gaya.Tiba-tiba ponsel tuan Anmar yang terletak di atas dashboard menyala dan Alea langsung memperhatikan tampilan wallpaper. Sepertinya itu foto tuan Anmar dan putranya beberapa tahun lalu ketika Troy mungkin masih berumur belasan tahun. Mereka sedang tersenyu
Karena semalam Alea tidak juga membuka pesannya, pagi harinya Troy kembali mengirim pesan ke pada Alea yang isinya masih sama saja. [Alea] cuma seperti itu lagi. Seolah Troy hanya sekedar ingin memanggil Alea agar gadis itu mau menoleh dan menghiraukan pesannya, tapi ternyata tidak sama sekali. Alea tetap tidak membuka pesan darinya meskipun Troy melihat jaringannya aktif. Kemarin bibi Rosita juga mengatakan kepada Troy jika Alea pergi dengan teman laki-laki, jadi mau tidak mau Troy mulai berpikir mungkin ia sedang mengganggu Alea. Troy kesal merasa seperti itu, Troy tidak pernah ingin mendekati seorang gadis seperti dirinya ingin mendekati Alea. Tapi jika benar Alea sudah memiliki seseorang, Troy juga tidak ingin menjadi pemuda brengsek yang tiba-tiba mengganggu hubungan mere
"Alea, maaf aku kemari." Alea masih kaget karena melihat Troy sudah berdiri di depan pintu. "Kuharap aku tidak mengganggumu." "Kenapa, Kak?" Alea bertanya pada Troy yang terlihat gugup dan risau. "Besok aku akan pergi dan aku hanya ingin melihatmu." Troy belum bicara lagi kecuali hanya menatap Alea yang juga jadi kelu menyaksikan kegugupannya. "Aku, menyukaimu Alea. " Akhirnya kata-kata itu terucap juga dari bibir Troy. Alea sudah hendak bicara ketika Troy lebih dulu mencegahnya. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa." Troy
Ini adalah kali pertama Alea mengunjungi ayahnya sejak penangkapannya sekitar dua bulan lalu. Bahkan Alea tidak pernah mau mengikuti pergelaran sidang ayahnya. Tapi sebenci apapun Alea dengan semua perbuatan ayahnya tapi pria itu tetap ayahnya dan Alea tetap harus memberitahunya mengenai rencana pernikahannya. Alea diijinkan bertemu dengan ayahnya di sebuah ruangan tiga kali tiga meter yang hanya memiliki pintu tanpa ventilasi dan jendela. Hanya ada satu meja dan dua kursi metal saling berhadapan yang kali ini mereka duduki masing-masing. Sebenarnya Alea juga tidak tega ketika menatap ayahnya yang sekarang terlihat lebih kurus, sayu dan seolah tanpa gairah hidup lagi. Wibawa yang dulu sering ikut Alea banggakan dari sosok ayahnya seolah telah ikut lenyap. "Maafkan aku Alea." Ayah Alea hendak meraih tangan putrinya tapi Alea menariknya