Share

Bab 7

POV Lita

Ternyata Pak Gilang adalah selingkuhannya Ana. Astaga, kenapa Ana sampai nekat seperti itu hanya karena ingin hidup yang lebih layak?

Mas Zaki tidak memberikan fasilitas kepada Ana dikarenakan Ana hanya anak jalanan. Berbeda denganku, anak dari pemilik PT. Keramik Jaya. Salahnya Mas Zaki kenapa ia menolak perjodohan itu? Kini, ia jadi terjebak cinta dua wanita. Tak mau melepaskan Ana, tapi tetap menginginkan aku juga.

Sampai pada akhirnya, aku dan Ana dipertemukan saat pertemuan dengan Pak Gilang. Aku rasa Mas Zaki cemburu, makanya ia mengajakku buru-buru pergi dari restoran tersebut.

Di sepanjang jalan, ia emosi dengan Ana. Aku tetap berusaha menenangkan Mas Zaki yang agak keras kepala.

"Argh ... kesel aku Lit, masa Ana memilih laki-laki semacam Pak Gilang?" tanyanya kesal.

"Loh, memang kenapa? Bukankah usiamu dengan Pak Gilang hanya beda 2 tahun? Kalau dibandingkan dengan Ana memang agak jauh, tapi tidak ada salahnya dengan mereka. Pak Gilang masih sendiri, dan Ana sudah kamu talak, Mas." Aku sedikit membela Ana, karena jika Mas Zaki cerai dengannya, aku pun akan menikah dengan Mas Zaki secara hukum.

Untuk saat ini, aku hanya menikah siri dengannya, itu juga dilakukan secara diam-diam. Entahlah, papa dan mama juga menyetujui ini semua. Sepertinya memang ada ikatan perjodohan antara aku dan Mas Zaki.

"Aku antar kamu, ya." Akhirnya ia enggan membahas ini lagi. Aku pun terdiam, hanya mengangguk sambil menghela napas dalam-dalam.

Setelah sampai ke rumah, Mas Zaki pun langsung ke bengkel. Ia sedang tidak mood untuk bicara denganku.

"Aku langsung pulang, ya!" gumamnya sembari menyodorkan tangannya, ada rasa cemburu di hatiku. Kenapa ia murung setelah melihat Ana berdua dengan Pak Gilang? Itu artinya, ada rasa sayang yang amat berlebihan padanya.

"Kamu hati-hati, ya Mas." Aku pun masuk ke dalam rumah, kemudian mengganti pakaian untuk segera istirahat.

Tidak lama kemudian, telepon berdering, ternyata panggilan masuk dari papa.

"Halo, Pah."

"Lita, Papa boleh minta tolong?" tanyanya.

"Ya, Pah."

"Ini menurut asisten Papa, kita menang proyek, ada jasa properti yang akan memakai perusahaan kita untuk segala keperluan pembuatan rumah."

"Oh bagus dong, Pah."

"Itu dia, ada undangan rapat tapi tempatnya di rumahnya," tukasnya. 

"Oh, jadi Papa tidak bisa hadir?" tanyaku sudah dapat menebak. Pasti papa menyuruhku untuk mewakilinya.

"Papa minta kamu dan Zaki yang hadir," pintanya.

"Baiklah, kirim alamat lengkapnya, aku hubungi Mas Zaki dulu, dah Papa ...." ujarku mengakhiri telepon.

Papa mengirimkan alamatnya melalui chat W******p, kemudian aku segera menghubungi Mas Zaki untuk bersiap-siap ke rumah orang yang memiliki bisnis properti besar itu.

"Mas, lima belas menit lagi aku jemput kamu di bengkel, ya." 

"Loh ada apa?" tanyanya. Sepertinya ia baru tiba di bengkel. 

"Kita diundang untuk menghadiri rapat terbuka." Suara bising di sana membuatnya tak mendengar ucapanku.

"Lita, nggak kedengaran!" teriaknya. Ia teriak di sana kedengaran sampai telingaku, tapi saat aku berbicara, ia tak mendengar ucapanku. Lebih baik aku langsung menuju ke bengkel saja.

Rapat terbuka di sebuah perumahan rumah mewah, tempat para pengusaha tinggal. Aku harus tampil cantik, dan Mas Zaki akan kubawa kan jas yang benar-benar cocok untuknya.

Setelah mematikan teleponnya, aku membawa mobil yang Mas Zaki belikan saat mengetahui aku hamil. Dress untuk wanita hamil berwarna hitam agar tetap terlihat langsing telah kukenakan. Parfum wangi juga telah kusemprotkan di seluruh tubuh.

Setelah sampai di bengkel, Mas Zaki pun terkejut dengan kedatanganku. Ini akibat saat telepon suara bising di bengkel.

"Loh, kamu sudah cantik mau ke mana?" tanyanya heran.

"Kita akan menghadiri rapat terbuka, Mas," sahutku sembari memberikan kostum yang akan Mas Zaki kenakan.

"Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," pamitnya kemudian masuk ke dalam. Sementara itu, aku menunggunya di depan.

Selang beberapa menit.

"Sudah, yuk!" ajaknya sembari membawa kunci mobil.

"Mobilku saja, Mas," imbuhku.

Kami langkahkan kaki ke rumah pemilik perusahaan yang akan menggunakan PT. Keramik Jaya sebagai kepercayaan mereka.

Setibanya di sana, aku lihat sudah banyak mobil yang datang. Rumah megah bak istana itu terlihat ramai dikunjungi oleh para undangan. Sepertinya memang lumayan banyak yang diundang. Mungkin rekan bisnisnya banyak, maklumlah pebisnis properti besar yang aku kunjungi rumahnya. Bukan hanya bisnis properti, kononnya ia pun memiliki sebuah perusahaan besar di kota ini.

Kami langkahkan kaki berdua secara bersamaan dan bertemu penerima tamu di sana. Tidak ada yang kami kenal di sini. Namun, sudah ada nama kami berdua dalam undangan ini. Bukankah yang diundang adalah papa? Kenapa nama kami berdua sudah ada di buku penerima tamu?

"Ramai sekali, Lit. Pengusaha semua yang hadir, Mas kok jadi insecure!" pungkasnya. 

"Untuk apa insecure, Mas Zaki juga memiliki bengkel ternama di kota ini."

"Levelnya beda, Lit, ini sih sudah setara sultan," bisiknya. Aku tertawa kecil mendengar penuturan Mas Zaki tentang hal ini.

Kami masuk ke dalam rumah yang megah. Meskipun rumahku terbilang sudah bagus, tapi ini berbeda. Rumah yang serba mahal seisinya. Aku dan Mas Zaki pun terbelalak melihat hiasan dinding dan perabotan lainnya.

Di sudut ruangan, aku melihat sosok Pak Gilang datang juga ke acara ini. Kemudian, di sebelahnya pun ada Ana sedang menggandeng tangannya.

"Mas, Ana juga datang berserta Pak Gilang." Aku menunjuk ke arah wanita berpakaian elegan yang sedang menggandeng laki-laki yang bukan suaminya.

"Astaga, kenapa ketemu mereka lagi sih?" sungutnya kesal. Mungkin ia pikir ini pertemuan antara dua perusahaan yang join.

"Mas, Pak Gilang kan juga bukan orang sembarangan. Beliau banyak dipercaya oleh beberapa perusahaan, yang tidak habis pikir Ana kenapa ada di samping Pak Gilang terus?" gumamku. Banyak pertanyaan timbul saat Ana muncul sebelahan dengan Pak Gilang.

Tiba-tiba kulihat Pak Gilang naik ke atas panggung yang sudah tersedia. Ternyata ia adalah pembawa acara pertemuan terbuka ini.

Aku dan Mas Zaki mulai memperhatikan Pak Gilang yang akan berbicara di atas panggung.

"Hadirin sekalian, selamat datang dalam pertemuan terbuka ini. Rapat ini terbuka karena akan membicarakan bisnis properti baru dari atasan saya."

Tepuk tangan pun bergemuruh saat Pak Gilang berbicara. Kemudian, ia melanjutkan lagi sepatah dua katanya untuk membuka acara.

"Untuk itu, akan saya panggilkan pemilik perusahaan terkemuka di kota ini, sekaligus pemilik bisnis properti terbesar saat ini."

Tepuk tangan semakin bergemuruh ditambah sorak horay dari para pengunjung. Aku dan Mas Zaki pun turut memberikan tepuk tangan untuknya, sebelum ia memanggil tuan rumah sekaligus pemilik perusahaan yang mengundang kami semua.

Bersambung

Ada yang berdebar-debar jantungnya? Siapa pemilik rumah tersebut? Pasti sudah bisa nebak. Tungguin POV Ana kembali di bab 10.

Terima kasih banyak. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Radit Tyo
kak cerita nya bagus sekali ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status