Share

Akulah Bos Di sini

Kurebahkan sebentar badanku diatas sofa empuk ini, memejamkan sebentar mata ini dan kutarik nafas dalam-dalam berharap bisa sedikit mengurangi beban pikiran dan hati yang sedang kujalani saat ini. Kenapa Mas Chandra bisa berbuat seperti itu diluar sedangkan di depanku dia sepertinya sangat baik. Tak terasa air mata pun mengalir di pipiku. Sungguh ini menjadi pukulan telak dalam hidupku.

Namun aku tak boleh putus asa, aku harus tetap kuat. Jangan sampai hanya gara-gara ini, aku menjadi frustasi dan sakit. Aku wanita tangguh dan sebelum mendapat apa yang kuinginkan pantang bagiku untuk mundur. Aku pun segera duduk kembali, Bismillah, aku akan melanjutkan apa yang tadi sudah kurencanakan. 

Aku pun segera menelepon Linda, memintanya untuk memanggil cleaning service, dan membersihkan ruangan ini dari sampah-sampah menjijikkan itu. Tak berapa lama pun petugas itu masuk ruanganku.

"Tolong ambil tempat sampah dan isinya dibawah meja itu, serta pigora ini, bawa kebelakang dan bakar semuanya," titahku.

"Sama tempat sampahnya juga, Bu?" Cleaning service itu bertanya padaku sambil menunjukkan wajah heran, sepertinya.

"Iya semuanya," kataku, "atau kalau kamu mau, ambil saja untukmu."

"Iya, Bu. Saya mau. Dari pada dibakar, lebih baik saya bawa pulang saja. Mubadzir nanti Bu," ujarnya sambil tersenyum.

"Ya sudah, terserah kamu saja, yang penting barang itu dan isinya tak terlihat lagi dimataku. Kamu boleh pergi sekarang."

"Siap, Bu. Terima kasih banyak," ucapnya sambil keluar pintu.

Dengan hilangnya sampah dan pigora ini, rasanya ada pasokan udara segar lagi masuk ke ruangan ini. Aku pun bersandar di kursi, dan akan menelepon Pak Johan, manajer keuangan dan orang kepercayaan Papaku dari dulu. 

"Pak Johan, tolong segera datang ke ruangan direktur utama ya, aku tunggu sekarang juga," kataku melalui telepom kantor.

Sambil menunggu Pak Johan, akupun membuka laci meja sisi kanan yang tadi belum sempat kubuka, karena telah menemukan alat kontrasepsi tadi. Semoga tak ada lagi kejutan menjijikkan didalamnya. Alhamdulillah tak ada barang-barang itu disini, hanya kertas kertas kecil dan beberapa alat tulis, juga beberapa foto wanita berukuran 3x4, sepertinya ini foto formal. Buat apa Mas Chandra menyimpan foto-foto ini?

Selembar kertas sangat kecil berwarna ungu dengan motif bunga-bunga menarik perhatianku, sejak kapan suamiku senang dengan sesuatu yang berbau fancy dan girly seperti ini? Kemudian kuambil kertas itu, ada tulisan atau semacam kode diatasnya,

040488ME

Kode apa ini?

Kumasukkan kertas imut itu kedalam saku celanaku saat Pak Johan mengetuk pintu.

"Mari silahkan masuk, Pak," kataku dari dalam.

"Assalamualaikum Bu Dita."

"Waalaikumsalam, mari silahkan duduk Pak Johan. Bagaimana kabarnya Pak?" Kutanyakan hal itu saat dia sudah duduk tepat dihadapanku.

"Alhamdulillah baik Bu," jawabnya dengan hormat, "kabar Bu Dita juga baik-baik saja kan? Sudah lama sekali rasanya saya tak melihat Anda kesini."

"Alhamdulillah kabarku juga  baik, Pak. Saya kemarin sedang merintis sebuah usaha baru Pak dirumah, jadi tak ada waktu untuk kesini," bohongku, "bisakah saya meminta seluruh laporan perusahaan ini selama satu tahun terakhir?"

"Bisa- bisa sekali Bu," katanya agak gugup.

"Oke, saya minta hari ini juga, sebelum istirahat laporan itu harus sudah ada di meja ini. Dan mulai hari ini seluruh keuangan dikirim ke rekening baru ini," kataku sambil menunjukkan nomer rekening terbaruku itu.

"Iya, Bu. Baik, akan saya kerjakan bersama staf sekarang juga," katanya sambil berdiri dan ingin pergi darisini.

Sepertinya memang ada yang disembunyikan dariku, tak biasanya Pak Johan seperti ini, bahkan dia sama sekali tak berani menatap wajahku selama di ruangan ini.

"Tunggu, Pak Johan. Duduklah dulu sebentar, ada sedikit hal yang ingin saya bicarakan," ucapku.

Dengan segera dia kembali duduk di kursi itu lagi, "ada yang bisa saya bantu lagi, Bu?" 

"Tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur. Kenapa sepertinya Pak Johan sangat ketakutan saat saya meminta laporan itu?"

"Saya takut kalau Pak Chandra marah saja, Bu. Karena seluruh karyawan yang tidak menurut pada perintahnya, benar atau pun salah, maka kami akan dipecat tanpa pesangon. Dan Pak Chandra sudah mewanti-wanti saya agar tak memberitahukan kepada siapapun tentang keuangan perusahaan ini, terutama pada Bu Dita"

"Kenapa dia takut jika aku tahu, apa karena banyak kecurangan?" tanyaku.

"Sejujurnya selama setahun Pak Chandra di sini, banyak sekali kecurangan dan korupsi yang dilakukan. Jika ini terus terjadi, saya rasa kita akan segera pailit, Bu. Saya sudah sering mengingatkan namun  tak pernah dihiraukan oleh Pak  Chandra," jelasnya.

Benar-benar minta dijitak kepala suamiku itu, atau mungkin malah harus dimandikan dengan bunga seluluh rupa agar bisa kembali ke jalan yang benar. Amit-amit deh. Aku lebih percaya pada perkataan Pak Johan dari pad Mas Chandra untuk saat ini.

"Pak Johan tahu kan siapa pemilik sebenarnya perusahaan ini? Mulai sekarang aku yang akan menghandle sendiri semua urusan disini. Sekarang juga, tolong laksanakan perintah saya, jika ada staff yang tak mau mengerjakan, suruh menghadap saya sekarang juga."

"Baik-baik, Bu. Akan saya kerjakan sekarang. Menurut saya, Bu Dita memang lebih cakap mengurus perusahaan ini dibandingkan dengan Pak Chandra. Saya permisi dulu ya, Bu," pamitnya.

"Ok, saya tunggu. Oh iya, sepuluh menit lagi jangan lupa meeting dewan direksi ya Pak. Aku akan segera menuju kesana."

"Baik, Bu," katanya sambil berlalu pergi.

Sudah kuduga, Mas Chandra menghamburkan semua uang perusahaanku untuk memenuhi hawa nafsu setannya saja. Keterlaluan kamu Mas!

Kemudian aku dan Linda segera menuju ke ruang rapat, nampak dua belas staff yang kuminta telah menungguku disana. Aku pun segera memulai rapat ini.

"Assalamualaikum. Selamat pagi rekan-rekan semua. Maaf kalau pagi ini saya tiba-tiba meminta berkumpul di ruang rapat ini. Tanpa banyak kata, mulai hari ini, saya sebagai owner tunggal perusahaan ini, meminta seluruh laporan tentang perusahaan ini dikirim kepada saya setiap hari. Dan segala keputusan yang menyangkut perusahaan ini haruslah atas persetujuan saya. Meskipun tak setiap hari saya ke kantor, laporan tetap wajib dikirim ke email saya. Apapun itu tanpa terkecuali. Cukup itu saja yang ingin saya sampaikan. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan." 

Pak Fahri, manajer operasional mengangkat tangan kanannya, "maaf, Bu. Bagaimana dengan Pak Chandra, apa kami harus melapor ke Pak Chandra dulu? Dan apakah Pak Chandra sudah tidak di sini lagi? Kami sungguh takut dengan Pak Chandra," tanyanya.

"Tolong diingat kembali ya, saya pemilik tunggal  dari perusahaan ini, apa yang saya katakan mutlak harus Anda sekalian laksanakan. Pak Chandra akan tetap ke kantor ini seperti biasa, tapi semua keputusan harus lewat saya dahulu. Dan saya minta semua divisi mengirim laporan selama setahun ini ke meja saya, saya tunggu sebelum jam makan siang tiba. Saya rasa semua hal sudah jelas disini, dan rapat saya nyatakan selesai." 

Aku pun segera meninggalkan ruang rapat bersama Linda. Menurutku tak perlulah bicara panjang lebar lagi, kurasa mereka sudah mengerti apa yang baru saja kukatakan. 

"Lin, jangan lupa mulai sekarang kamu adalah tangan kananku. Jika aku tak kesini, mak kamu wajib melaporkan padaku tentang hal-hal yang salah disini, dan juga tentang Mas Chandar," kataku sambil berjalan beriringan bersama Linda.

"Siap, Bu. Saya pastikan Bu Dita tak akan kecewa dengan kinerja saya," jawabnya mantap.

Mas Chandra, mulai sekarang mari berlomba menunjukkan taring kita, aku atau kamu yang benar-benar bisa menghandle semua ini.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
hempaskan suamimu mb..buang ke laut
goodnovel comment avatar
Dyah Subadiyah
semangat dita...ak mendukungmuu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status