Apakah ada pria yang sudah membuatnya nyaman? hingga ia bersikap seperti ini padaku? kurang ajar sekali dia berani menduakan aku!
Tidak bisa di biarkan, aku harus menyelidiki nya. Aku bergegas mandi dan membersihkan diriku, sebelum akhirnya aku mencari ponsel milik istriku.
_____
ponsel milik Nia, aku tak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Namun, aku tak berhenti mencaritahu karena aku yakin sekali ia telah dekat dengan seseorang hingga sikapnya berubah drastis.
Tak dapat aku pungkiri, sikapku berubah pada Nia juga karena aku telah memiliki Widya dan saat itu aku benar-benar merasa sangat beruntung memiliki Widya.
Mataku semakin membulat ketika melihat banyak bermacam foto pakaian dan tas yang menghiasi galeri milik Nia.
Jadi, dia tengah memilih tas dan baju dan akan memintanya kepada selingkuhannya itu?
Aah, munafik betul istriku ini. Besok akan aku ceraikan ia langsung tanpa aku harus pikir panjang.
Hatiku benar-benar bergemuruh, aku sangat emosi melihat semua gambar pakaian dan tas itu di galeri milik Nia.
Pantas saja, ia tidak pernah meminta apapun padaku. Jadi, ia telah memiliki pria lain yang mampu memenuhi hasrat nya pada barang-barang mewah.
Dasar wanita murahan! aku tatap wajahnya yang terlihat lelah, wajah polos yang dulu sangat aku kagumi kini aku begitu jijik menatapnya.
Lelah? mungkin ia lelah berbalas pesan dengan pria selingkuhannya itu. Namun, sayang pasti dia sudah menghapus semua histori chatt sehingga aku tak bisa menemukan satupun chatt dari pria tersebut.
Mataku tak kunjung terlelap malam ini, aku terus membayangkan isi pesan yang telah di hapus oleh istriku.
Apa Nia juga saling memanggil mesra sama sepertiku dengan Widya? atau apa ia pernah bertemu dan melakukan hal yang lebih jauh?
Aku benci dengan dengan pikiranku sendiri yang terus saja merajalela tanpa arah. Anganku tentang apa yang di lakukan aku dengan Widya menjadi tolak ukur seperti apa hubungan yang di lakukan oleh Nia dan selingkuhannya.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mandi lebih awal setelah azan subuh berkumandang, aku langsung membuat kopi tanpa menunggu Nia yang masih sibuk menjalankan kewajiban salat dua rakaat.
Wajahnya sok alim sekali, padahal hatinya busuk dan menyimpan banyak rahasia. Aku benar-benar tidak menyangka telah menikahi wanita munafik seperti dia.
"Mau kemana?" tanyaku saat Nia telah selesai salat subuh.
"Ke tukang sayur," jawabnya tanpa menoleh.
Entah mengapa, hatiku begitu sakit dengan sikapnya yang dingin seperti saat ini. Jika saja dia tahu bahwa aku membuka ponselnya, apa mungkin ia masih bisa bersikap angkuh seperti saat ini?
"Uangnya masih?" tanyaku lagi.
"Ada ..." jawabnya singkat.
Sungguh, ia benar-benar bukan seperti Nia yang selama ini aku kenal. Padahal, aku hanya memberinya uang seratus ribu minggu lalu, tapi ia masih bisa belanja sampai hari ini.
Kalau bukan dari pria lain, darimana lagi ia bisa mendapatkan uang untuk belanja. Dan lagi, ia selalu membuat lauk yang enak seperti ayam goreng dan ikan yang aku pikir akan membuang banyak uang.
"Nia ..." panggilku sebelum ia melangkah pergi.
Ia membalikan badan, meski ia tak menatap wajahku. Ya, itulah yang beberapa hari ini ia lakukan, tak pernah menatapku meski kami saling bicara.
"Ini uang tambahan buat belanja," ucapku seraya menyodorkan uang pecahan lima puluh ribu.
Nia mengambil uang tersebut kemudian pergi tanpa mengucapkan banyak kata lagi. Aneh, benar-benar aneh istriku akhir-akhir ini.
Aku kembali ke kamar dan melihat ranjang telah rapi, Nia memang selalu handal dalam membersihkan rumah dan memasak. Sebenarnya, ia istri yang sempurna jika saja ia tak cerewet. Namun, kini mengapa aku justru rindu pada sikapnya yang seperti dulu?
Nia mengambil uang tersebut kemudian pergi tanpa mengucapkan banyak kata lagi. Aneh, benar-benar aneh istriku akhir-akhir ini.Aku kembali ke kamar dan melihat ranjang telah rapi, Nia memang selalu handal dalam membersihkan rumah dan memasak. Sebenarnya, ia istri yang sempurna jika saja ia tak cerewet. Namun, kini mengapa aku justru rindu pada sikapnya yang seperti dulu?_____"Sarapan sudah siap Mas," ucap Nia setelah ia selesai menyiapkan semua sarapan untukku.Aku beranjak dari tempat duduk di teras dan menghampirinya yang tengah duduk di meja makan. Ia memang selalu menemani aku sarapan, tak pernah sekalipun ia sibuk sendiri di saat aku sarapan."Kamu gak makan sekalian?" tanyaku ketika ia hanya menyediakan satu piring yaitu untukku."Mas aja dulu," jawabnya.Aku merasa ia hanya berbicara seperlunya padaku. Bahkan, ia pun jarang menat
Kali ini, aku tidak melihat sisi khawatir dari pertanyaan nya. Namun, aku melihat ia cemburu karena aku menyebut nama istriku."Ga apa-apa, aku mau kerja ya. Ngobrolnya nanti siang lagi," usirku.Widya nampak kesal dengan ucapanku, ia bahkan pergi seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Entahlah, ternyata begini pusingnya memiliki dua wanita.______Setelah makan siang, aku berniat menelpon Nia untuk memastikan ia masih di rumah dan tidak bepergian kemanapun."Halo, kamu dimana?" tanyaku pada Nia."Dirumah!" jawabnya singkat.Seperti belakangan ini ia terus saja bersikap dingin padaku."Nyalain video nya!" perintahku.Hingga akhirnya kami saling bisa melihat satu sama lain ketika panggilan beralih ke video. Bodohnya, aku lupa jika ada Widya di sebelah ku sehingga aku sedikit menggeser tubuhku.
Ting!Satu foto masuk ke aplikasi pesan milikku. Foto tangan Widya yang di penuhi darah. Apa-apaan ini, Widya benar-benar bunuh diri!Aku putar kemudi ke arah apartemen Widya meski aku sudah hampir sampai di rumah. Saat ini, aku hanya takut Widya nekat dan benar-benar mengakhiri hidupnya.Sepertinya kami memang harus mengakhiri semuanya baik-baik. Atau mungkin, aku sudah terjebak dalam pemainan yang aku buat sendiri._____"Kamu gila ya!" teriakku saat sampai di apartemen Widya.Tangannya sudah berlumuran darah, ia bahkan tergeletak di lantai hampir saja kehabisan darah. Beruntung aku datang tepat waktu, jadi bisa segera membawanya ke klinik terdekat."Mas, kamu udah gak butuh aku kan. Jadi, buat apa aku hidup!" ucapnya seraya terisak.Aku benar-benar tak menyangka jika Widya mencintaiku sedalam itu. Bahkan, ia ingin
Kini, aku dalam posisi serba salah. Aku takut jika Widya akan mengancam bunuh diri lagi karena aku merasa bertanggung jawab atas dirinya meskipun aku bisa saja membiarkan dia mati tapi, aku rasa itu bukan pilihan yang baik.Aku harus segera mencari cara untuk lepas dari Widya bagaimanapun caranya aku harus secepatnya melepaskan dia sebelum dia tahu hubunganku dengan Widya.Atau bahkan sebelum rumah tanggaku dengan Nia benar-benar hancur karena aku sama sekali tidak ingin kehilangan istri sebaik dia._____Aku peluk tubuh Nia yang masih terlelap, ia bahkan tak menanggapi dan tetap tidur.Ketika aku berpura-pura tidur, Nia bangun dan melepaskan pelukanku. Ia menatap wajahku, kemudian bulir bening keluar dari kedua matanya.Aku semakin tak mengerti, apa ini ada hubungannya dengan sikap diamnya selama ini?"Kamu kenapa?" tanyaku y
Nia pergi setelah mengucapkan kalimat yang masih berusaha aku cerna. Ya Tuhan, apa Nia sudah tahu hubunganku dengan Widya? kenapa aku tidak terpikir sampai situ?"Nia!"Aku kejar langkahnya, hingga tiba di depan pintu. Seseorang berdiri disana, berhadapan dengan Nia tepat di depan pintu."Widya!"_____"Untuk apa kamu ke rumahku?" tanya Nia dengan nada sinis.Widya melirik koper yang ada di tangan Nia, kemudian berganti pandangan ke arahku."Bagus jika kamu mengaku kalah!" ucap Widya.Widya hendak masuk ke dalam rumah, tapi dengan Nia menahan dengan bahu kanannya. Mereka berdua saling pandang. Tatapan tajam yah begitu mengerikan.Ternyata dua orang wanita yang tengah kesal lebih menyeramkan dari pada pria yang tengah bertarung."Kalau kamu ingin pergi, pergilah!" usir Widya seraya melirik k
Widya menangis tersedu di depan lift sementara aku pergi meninggalkan Ia sendiri tanpa merasa bersalah atau pun merasa harus ada yang dipertanggungjawabkan dari hubungan kami berdua.Kini aku hanya tinggal meminta maaf pada Nia dan aku harap dia bisa memaafkan aku karena hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.____Aku lajukan kendaraan lebih cepat dari biasanya karena aku ingin segera sampai di rumah dan cepat membicarakan semuanya.Sesampainya di rumah aku segera membuka pintu yang ternyata belum dikunci oleh Nia. Aku masuk perlahan, melangkahkan kaki dengan sangat hati-hati karena aku melihat Nia tengah duduk di ruang tamu seorang diri.Pandangannya kosong seolah ia tak memikirkan apapun atau mungkin ia terlalu lelah memikirkan semuanya."Sayang ..." panggilku seraya berjalan mendekat ke arahnya.Nia mendongak dan menatapku dengan ta
Besok mungkin aku akan kembali membicarakannya di depan kedua orang tuaku agar Nia yakin bahwa aku ingin memperbaiki diriku dengan sungguh-sungguh.Aku yakin kedua orang tuaku akan membantuku untuk kembali bersatu dengan Nia karena Nia adalah menantu kesayangan di keluargaku.____Setelah pagi menyapa aku segera bergegas pergi ke rumah orang tuaku karena aku tak ingin Nia terlebih dahulu pergi meninggalkan rumah ibuku."Assalamualaikum."Siapakah ketika aku baru saja sampai di rumah ibuku yang jaraknya memang tak begitu jauh dari rumah ke tempat aku tinggal."Waalaikumsalam," jawab ibu.Beliau mencubit perutku, dan segera membawaku ke dapur untuk mengintrogasi ku."Kamu apain Nia? semaleman dia nangis!" ungkap Ibu.Aku tertunduk lesu, aku malu mengakui semua perbuatanku pada ibu kandungku sendiri.
#KETIKA_ISTRIKU_TAK_LAGI_CEREWET#11#Nia"Aku bosan, istriku selalu saja cerewet dan banyak omong. Risih rasanya, setiap kali aku pergi dia tanya kabar. Ngingetin makan, ngingetin ini itu. Capek!"Aku mendengar percakapannya kala itu, sedih? tentu saja. Perhatian yang aku berikan padanya hanya dianggap hal yang membosankan.Aku terdiam sejenak, berusaha mencari cara agar hatiku bisa menjadi lebih baik. Sepertinya, memang suamiku tak lagi seperti yang dulu.Mas Roby selalu saja perhitungan padaku, bahkan untuk kebutuhan rumah tangga yang aku gunakan untuk kepentingan berdua.Aku masih berusaha berpikir positif, mungkin Mas Roby memang tengah banyak pekerjaan dan gajinya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berjualan online dan merubah sikap cerewet ku menjadi sikap yang jauh lebih pendiam.Seminggu pertama, aku pikir semua berhasil karena Mas Roby nampak kehilangan si