Share

Pulang Kampung

Malam semakin larut, jalanan sudah mulai macet. Lampu-lampu menguning sebagai penerangan jalan di dekatku mencetak dua buah bayangan di bawah kaki.

Aku dan Vivi.

Di antara kebisingan kota kini. Kami berdua hanyut dalam kesedihan yang teramat dalam.

Kubenarkan anak-anak rambutnya yang telah basah menempel di pipi. Dengan mati-matian diri ini menahan air mata yang sudah menumpuk di ujung mata. Merasakan kembali betapa pedihnya perpisahan.

Dan baru aku tahu jika perpisahan karena terhalang restu ini lebih menyakitkan daripada berpisah karena dikhianati seperti yang dilakukan Gina dulu.

“Bang, jangan tinggalin Vivi. Abang udah janji, plis,” rengeknya begitu erat merangkul tanganku.

Berkali-kali kucoba lepas, ia kembali merangkulnya tak peduli nyak Marni sudah begitu murka. Vivi seakan tak melihat keberadaannya. Dia hanya fokus padaku. Mencegah agar diri ini tak pergi.

Sementara aku hanya diam mematung. Tak kurespon ucapan juga rengekan itu.

“Ayo pergi aja. Kita nikah. Abang janji, kan ma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status