Share

Ada Apa Dengannya?

“Rachel!” teriak Yadi sambil terus mengejar Rachel. Rachel mendengar teriakan Yadi sedari tadi dan menurutnya sudah cukup dia membuat Yadi harus capek-capek buang tenaga untuk mengejarnya lagi. “Sumpah Rachel, aku capek banget ngejar ka…” Kata-kata Yadi tiba-tiba terhenti karena Rachel yang langsung memeluknya, melepaskan semua tangisan yang dia tahan sejak tadi.

“Di, aku bener-bener kangen sama dia, kenapa sih aku jadi lemah kayak gini gara-gara dia?” Rachel terus menangis tersedu-sedu.

“Rachel, kamu begini itu bukan berarti kamu lemah tapi karena kamu belum bisa menerima dia meninggalkan kita tanpa perkataan apapun dan sampai sekarang kita juga masih sedih kalau ingat hal itu. Nangis aja Rachel, kamu nggak lemah dengan nangis seperti itu malah itu mungkin akan membuat kamu menjadi kuat nantinya.” Yadi berusaha menenangkan Rachel dengan mengusap kepalanya lembut walau dalam hatinya merapalkan doa-doa agar Rachel tidak sadar akan detak jantungnya yang berdebar kencang.

Sementara itu teman-temannya melihat kejadian itu dari jauh, “Emang cuma Yadi yang bisa tenangin Rachel sekarang.” Perkataan Janetta membuat Liora entah kenapa berbalik mengecek keadaan Jelena dan seperti perasaannya entah kenapa gerak-gerik Jelena terlihat aneh.

Jelena ingin pergi tapi tangannya dipegang oleh Tristan, “Kamu mau ke mana Jelena, kamu nggak apa-apa kan?” Semua teman-temannya langsung melihat ke arah Jelena yang membelakangi mereka.

Jelena melepaskan tanganya dari genggaman Tristan, “Aku mau ngambil barang aku yang ketinggalan di kelas.” Jelena berlari, dia tidak ingin mendengarkan pertanyaan-pertanyaan temannya.

Kelas itu sudah kosong karena jam makul sudah habis dan inilah kesempatan yang digunakan oleh Jelena untuk melepaskan semua tangisan yang dia tahan sedari tadi. Entah kenapa kepalanya sakit seperti ingin meledak, “Aduh, kenapa tiba-tiba kepala aku sakit banget dan perasaan aku nggak enak. Biasanya aku begini kalau teman-teman aku ada masalah tapi dari tadi teman-temanku pada baik-baik saja. Javas?! Nggak boleh, teman-teman aku nggak boleh tau tentang ini, aku nggak mau buat mereka khawatir!” Jelena berusaha mencari hpnya di tasnya tapi tidak ada yang ada hanya kunci mobil Yadi. “Kayaknya aku tinggalin HP aku di mobilnya Yadi deh, apa aku pulang duluan aja pakai mobilnya Yadi? Dia pasti nggak marah kok malah mungkin dia akan mengerti kalau aku jelasin keadaan aku yang lagi nggak enak badan.” Jelena membulatkan tekadnya, mengatur semua barang-barangnya kemudian pergi.

***

“Kenapa sih papa dengan seenaknya bisa memutuskan seperti itu tanpa membicarakannya dulu sama Haniel?! Papa pikir Haniel ini barang dagangan yang tidak perlu tau apa-apa tentang jalan akhir kehidupannya?! Dasar egois!!!” Seorang anak berumur kira-kira 19 tahun terlihat marah dan geram.

Papanya berusaha duduk di sampingnya dan berusaha berbicara dengan tenang, “Papa benar-benar sudah buntu Haniel, papa sebenarnya tidak mau menyetujui rencana itu tapi kalau papa memaksa untuk menolak maka papa akan mati!”

“Itu adalah kesalahan yang papa perbuat lalu kenapa harus Haniel yang menanggung semuanya?! Jawab, Pa!!!” teriak Haniel frustasi.

“Udah DIAM!!!! Capek tau Indira lihat om sama Haniel berantem terus! Selesain urusan kalian dengan ngomong baik-baik bukan dengan teriak-teriak nggak jelas kayak gini!” tegas cewek itu yang berusaha menghentikan adu mulut ayah dan anak.

 Haniel dan papanya terdiam karena sudah sadar kalau mereka sudah sangat ribut dan menganggu anggota keluarga yang lain. Tiba-tiba terdengar bunyi yang tak terduga berasa dari dalam sebuah kamar, “PRANGGG!!!”

“Javas!!!” teriak Indira.

Mereka bertiga berlari menuju si sumber suara, Haniel mengetuk keras-keras pintu itu, “Javas, kak Javas!!! Kakak kenapa?!!!” Haniel terus mengetuk pintu kamar Javas, kakaknya.

Indira berpikir keras, “Om, Haniel, mending kita dobrak aja!”

“Betul, kita dobrak saja Haniel.” Haniel dan papanya berusaha mendobrak pintu Javas. Dobrakan yang kedua kali akhirnya membuat pintu kamar Javas terbuka, terlihat pecahan kaca dan Javas yang tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.

“Javas!!!” Indira histeris melihat Javas tergeletak tidak berdaya.

“Indira, kamu telpon ambulance cepat!” suruh Haniel kemudian membantu papanya mengangkat Javas. Indira lalu menelpon rumah sakit meminta rumah sakit itu mengerahkan ambulancenya.

***

“Jelena mana sih, katanya ada barangnya yang tertinggal di kelas dan sekarang kita cek ke kelas dan dia nggak ada.” Amarah Tristan semakin sulit dikendalikan karena saking emosi dan khawatirnya terhadap Jelena.

“Apa jangan-jangan Jelena pulang karena kejadian yang tadi yah, mudah-mudahan dia tidak kenapa-napa karena aku melihatnya seperti gelisah.” Liora mulai mengingat gelagat aneh Jelena.

Jovan yang bingung melihat pacarnya yang diam terus dari tadi langsung menegurnya, “Sayang, kamu kenapa dari tadi diam terus? Kamu tenang aja, aku yakin Jelena nggak kenapa-napa.” Jovan mengelus pipi Liora berusaha menenangkannya.

Rachel juga bingung dengan alsan kenapa Jelena tiba-tiba menghilang seperti itu, “Emang Jelena tadi bilang dia mau ke mana nggak sih?”

“Dia cuma bilang tadi mau ke kelas Rachel walau sebenarnya aku yakin ada sesuaru yang terjadi,” jelas Janetta.

“Jovan, kita pergi nyariin Jelena yuk, aku takut terjadi apa-apa sama dia.” Liora bergetar menahan tangis, dia takut ada apa-apa sama Jelena. Jovan mengerti ketakutan Liora langsung mengiyakan kemauan pacarnya itu.

Mereka memutuskan mencari Jelena di jalur keluar kampus karena mungkin saja dia mau pulang tapi langkah kaki Yadi terhenti dengan muka kebingungan merogoh kantong, “Kenapa Yadi?” Rachel sendiri menangkap gerak-gerik aneh itu.

“Astaga, kunci mobil aku ketinggalan di tasnya Jelena, jangan-jangan dia…” Yadi langsung berlari ke area parkir. “Benar-benar anak itu!” geram Yadi.

“Dia beneran bawa lari mobil kamu, Di?! Jelena sebenarnya ada masalah apa sih?!” Rachel juga kaget ketika melihat mobil Yadi sudah nggak ada.

“Jovan, ayo cepat kita susul soalnya perasaan aku semakin nggak enak.” Liora menarik Jovan masuk ke mobilnya.

“Jovan, Jelena ke mana sih,” gumam Liora.

“Sabar sayang, Jelena pasti belum jauh dari kampus kita.” Mata Jovan lebih mengawasi jalan yang mereka susuri berharap ada Jelena di sana.

Kerumunan orang-orang dihadapannya membuat Liora semakin tidak mengerti, “Jovan, coba kamu berhenti dulu!”

Jovan akhirnya harus rem mendadak karena takut jika tidak segera berhenti maka Liora akan melompat dari mobil sementara Tristan jadi senewen karena rem mendadak Jovan, “Jovan gila yah pakai acara rem mendadak segala kayak gitu!”

“Kita turun aja yuk kayaknya ada yang rame juga di depan,” ajak Rachel.

Yadi yang kaget melihat keramaian itu mulai menyadari sesuatu dan tanpa aba-aba dia langsung berlari masuk ke dalam keramaian itu. Rachel sudah pasti kaget melihat Yadi tiba-tiba lari seperti itu, “Yadi!” Teman-temannya ikut berlari mengikuti Rachel dan Yadi. Ketika Rachel berhasil masuk ke kerumunan itu, dia malah menemukan Yadi sedang menggendong seorang gadis yang penuh luka keluar dari mobil yang ringsek dan tubuh Rachel terasa kaku melihat pemandangan itu tidak mampu membantu Yadi.

Liora berhasil memasuki kerumunan itu juga dan apa yang dilihatnya membuat dia semakin ketakutan, “Jelena!!!” Liora berlari membantu Yadi. Sementara Tristan membantu membukakan mobil untuk menaruh Jelena yang tidak sadarkan diri dan Janetta yang berhasil memapah Rachel yang terkena shock.

***

Javas terbangun, mengerang sebentar lalu melihat kesekitarnya, “Kak, akhirnya kakak siuman juga.” Indira menggenggam tangan Javas kuat, bersyukur karena Javas telah siuman.

“Vas, kata dokter kamu cuma kecapekan aja dan besok sudah bisa untuk pulang.” Papanya ikut senang melihat Javas sudah sadar.

“Pa, Javas pengen pulang ke Indonesia,” ujar Javas tiba-tiba.

“Tapi Vas…” Belum sempat papanya selesai bicara, tangannya langsung ditarik oleh Haniel.

Mereka berhenti di depan ruangan Javas, “Ada apa sih Haniel?”

“Haniel mau menerima perjanjian itu asal papa ijinin aku, kak Javas dan Indira untuk pulang ke Indonesia secepatnya.” Haniel serius dengan keputusannya itu. Papanya berpikir sebentar, tidak ada cara lain, papanya harus mengijinkan mereka kembali ke Indonesia agar Haniel mau menerima perjanjian itu dan ketakutan papanya selama ini segera berakhir.

Papanya menghela nafas sebentar lalu berbicara ke Javas, “Oke Vas, papa mengijinkan kamu kembali ke Indonesia besok. Papa minta kamu jaga kesehatan kamu, Indira dan Haniel papa tugaskan untuk terus memantau perkembangan Javas dan lapor ke papa.” Selesai menyampaikan hal itu, papanya pergi tanpa tambahan pembicaraan lagi.

Indira bingung melihat perubahan papanya Javas, biasanya papa Javas melarang Javas pergi jauh darinya, “Kamu kasih apaan tuh sama papa kamu sampai dia mau iyain permintaan Javas?” Haniel hanya tersenyum karena seperti biasa menurutnya senyuman itu akan menghilangkan semua kepahitan.

***

“Javas… Javas… Javas!!!” Sepertinya mimpi buruk membuat Jelena tersadar dari tidurnya.

“Jelena, kamu kenapa? Kenapa sampai teriakin nama Javas kayak gitu?” Liora sendiri pun kaget melihat Jelena.

“Ada apa sama Javas, Jelena?” tanya Rachel langsung to the point, dia yakin kalau Jelena bisa merasakan sesuatu yang terjadi sama Javas.

Jelena yang tidak mau Rachel khawatir sama keadaan Javas berusaha untuk berbohong, “Entahlah Rachel, tadi Jelena mimpiin Javas yang berjalan di depan Jelena tapi semakin lama dia semakin menjauh tapi tenang aja Rachel mungkin itu semua hanya bunga tidur.” Jelena tetap menenangkan Rachel walau kepalanya sudah dipenuhi dengan bayangan buruk tentang apa yang terjadi sama Javas.

Yadi yang baru datang dari membelikan makanan buat teman-temannya sangat senang melihat Jelena juga sudah sadar. Yadi duduk di samping Jelena dan memeluknya erat, entah kenapa pelukan itu membuat jantung Jelena bekerja lebih cepat. Yadi menyadari hal itu kemudian melepaskan pelukannya dari Jelena, “Kamu kenapa seperti itu sih, kamu tau kan kalau itu berbahaya buat kamu!” omel Yadi.

“Aku pengen tenangin diri aku, Di.” Jelena memberikan alasan bohong.

“Tapi bukan dengan melakukan hal seperti ini Jelena! Kamu bisa kan ngobrol sama kita-kita kalau kamu lagi ada dalam masalah!” Tristan juga ikut mengomeli Jelena, dia sangat takut kalau harus kehilangan sahabat lagi.

Jovan memukul belakang Tristan, “Udah Tan, kamu jangan marah-marah dulu, Jelena belum sembuh betul. Jelena, kalau kamu lagi ada masalah dan butuh kita untuk tenangin kamu langsung aja ngomong sama kita, jangan ngelakuin hal bodoh kayak gini lagi okey.”

“Udah kalian berdua, Jelena pasti masih butuh istirahat jadi nggak usah diajak ngobrol banyak dulu,” ujar Janetta. Liora membantu Jelena untuk beristirahat sementara Rachel masih memandang Jelena tidak percaya, dia yakin bahwa Jelena bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada Javas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status