Share

Pertemuan Dengan Orang Baru

“Kalian baik-baik di Indonesia, Indira, Haniel, tolong jaga Javas dengan baik. Kalau ada apa-apa kayak kemarin, kamu langsung telpon papa yah.” Papa Javas dan Haniel kembali mengingatkan mereka.

Penumpang yang menaiki pesawat menuju Indonesia sudah dipanggil. Javas, Haniel dan Indira langsung masuk ke pesawat itu sementara papanya juga langsung pulang tanpa melihat pesawat itu pergi. Harus diketahui bahwa papanya tidak pernah setuju dengan kembalinya mereka ke Indonesia tapi karena kesepakatannya dengan Haniel maka dia harus menelan mentah-mentah ketidaksukaannya itu.

****

Yadi bangun dari tidurnya, dia melihat Jelena dan Rachel yang lagi bersenda gurau. “Jelena, kamu udah baikan? Badannya udah nggak sakit-sakit lagi?” tanya Yadi sambil memeriksa keadaan Jelena.

“Bagian kaki masih sakit tapi kalau seluruh badan udah baikkan kok.” Jelena tersenyum menandakan dia mulai baikan, tersimpan rasa bahagia dihatinya karena Yadi memperhatikannya. Melihat senyum Jelena, hati Yadi merasa tenang karena dia yakin memang Jelena sudah baikan.

Rachel memperhatikan jam tangannya dan kemudian terkaget, “Yadi, Jelena, aku pulang dulu yah, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku yah.” Rachel ingin beranjak tapi ditahan lagi oleh Yadi.

“Aku antar yah.” Yadi memandang Rachel tulus.

“Nggak usah Di, itu ada Tristan, kalau kamu pergi terus yang jagain Jelena siapa? Kamu jagain Jelena aja nanti kalau ada apa-apa ingat yang hubungi aku.” Rachel langsung menarik tangan Tristan sementara Tristan yang baru datang sudah pasti bingung dengan Rachel yang tiba-tiba menariknya. Rachel tau kalau Tristan pasti akan marah kalau dia terus membawa Tristan tanpa sebab jadi sebelum amarah Tristan meledak dia langsung menarik Tristan keluar.

Rachel terus menarik tangan Tristan sampai ke tempat parkir rumah sakit. Tristan yang juga ditarik paksa akhirnya menarik tangannya, “Ngapain sih Rachel, sakit tau nggak ditarik gini! Kamu ngapain juga sih, kan aku bisa jalan sendiri!” gerutu Tristan sudah tak dapat ditahan lagi.

Seperti dengan dugaan Rachel sebelumnya sudah pasti Tristan marah, “Tolong dong Tan anterin aku pulang ke rumah soalnya ada kerjaan yang musti aku selesain.” Rachel memberikan muka memelasnya.

“Lah kan ada Yadi tadi di dalam, lagian kerjaan apa sih Rachel? Perasaan kamu baru dua minggu di sini udah ada yang tawarin endorse apa?”

Ucapan Tristan membuat Rachel tersenyum, Rachel memang suka mengendorse barang-barang jualan temannya dulu sebelum dia memutuskan pergi ke Jogja. Entah itu makanan atau barang karena kata teman-temannya wajah Rachel seperti model, “Kamu nggak lihat tadi nggak ada yang jagain Jelena? Masa Jelena ditinggalin sendirian emang kamu mau? Lagian aku juga bukan mau ngerjain endorse tapi ahh… udahlah makin lama ngejelasinnya makin lama juga aku nyampe rumah!” Tristan juga merasa lucu melihat wajah kebingungan Rachel kayak begini dan karena tidak mau berlama-lama dengan bawelnya Rachel, dia pun memutuskan meninggalkan rumah sakit itu secepatnya.

Tak lama mobil Tristan sampai depan rumah Rachel, “Udah sampai putri bawel,” ujar Tristan.

“Thank you yah Tan, kalau kamu nggak ada kerjaan temenin Yadi sana jagain Jelena. Nanti kalau ada apa-apa langsung calling aku yah!”

“Iya, aku juga sekalian mau jemput Janetta dulu deh katanya dia udah selesai latihan dancenya. Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa langsung telpon kita-kita.” Tristan melambaikan tangannya ke arah Rachel dan langsung melajukan mobilnya.

Rachel terus memperhatikan mobil Tristan sampai menghilang dibelokan kemudian memutuskan untuk masuk rumah. Namun pada saat bersamaan terdengar suara mobil dinyalakan di rumah sebelahnya dan tak lama keluarlah mobil pemilik rumah sebelah yang sangat Rachel kenali beserta supir yang juga sangat dikenalinya. Jujur Rachel sangat bingung karena sudah sekian lama pak Tarno, supir sahabatnya itu tidak pernah keluar dari rumah sahabatnya memakai mobil tuannya, “Pak Tarno tumben banget keluar pakai mobil, biasanya dia keluar pakai motor karena nggak ada siapa-siapa di rumah sebelah. Apa ada orang di rumah sebelah atau pak Tarno mau ngejemput seseorang?”

Rachel terus tenggelam dalam pikirannya sampai tidak sadar kalau bibinya terus memanggilnya, “Non, non Rachel.”

“Eh bibi, ngapain di luar, ayo masuk.” Sambil terus memandang sebelah rumahnya Rachel masuk ke dalam rumahnya.

***

Indira berlari keluar dari dalam bandara, merasakan udara disekitarnya, “Wah… kangen juga sama udaranya Jakarta. Udah lama nih aku nggak pernah ke Jakarta, kira-kira udah 5 tahun.” Indira mengingat-ingat kapan dia terakhir datang ke Jakarta.

Haniel tertawa melihat tingkah laku Indira, “Nggak usah terlalu heboh lah kak Indira, Jakarta juga masih sama aja kayak gini sejak kita tinggalin 2 tahun yang lalu.”

“Apaan sih Haniel, nggak bisa banget lihat orang senang! Pak Tarno mana Javas, udah di telpon kan?” Indira mengalihkan pembicaraan, malas beradu mulut dengan Haniel.

Javas terdiam tidak membalas pertanyaan Indira tapi dia tetap melihat sekelilingnya dan kemudian matanya menangkap seseorang yang dikenalinya, “Itu pak Tarno.”

Pak Tarno datang tergopoh-gopoh, “Aduh maaf non Indira, tuan Javas dan tuan Haniel, pak Tarno telat soalnya di jalan macet banget.”

“Udah nggak apa-apa pak, minta tolong diangkat barang-barangnya.” Javas membantu pak Tarno mengangkat barang-barang mereka dan setelah barang-barang masuk, mereka semua juga naik ke mobil.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di kediaman Javas, Indira dan Haniel yang memang sudah capek langsung masuk ke rumah. Javas langsung menemui pak Tarno dan membantunya membawa sedikit barang-barang mereka, “Pak, nggak ada teman-teman aku yang tau kan kalau aku mau datang ke sini?”

“Iya tuan Cuma saya dan mbok yang tau kalau tuan mau pulang ke Indonesia sesuai dengan suruhan tuan,” tukas pak Tarno.

“Makasih yah pak Tarno, saya Cuma ingin beristirahat sebentar di rumah jadi saya rasa tidak perlu memberitahukan kedatangan saya.” Javas pergi membawa barangnya diiringi tatapan bingung dari pak Tarno.

Sementara disamping rumahnya, seorang cewek cantik tertidur di meja belajarnya dengan kertas-kertas yang berserakan. Dia tidak mendengar bahwa ada tamu istimewa yang datang mengisi rumah disebelah rumahnya.

***

“Indira bangun, Indira!” Javas berusaha mengguncang badan Indira yang sepertinya tengah tidur mati.

Indira yang masih ngantuk sudah pasti akan menyemprot kakaknya itu, “Apaan sih kak Javas, Indira masih ngantuk!” Haniel sendiri tertawa melihat adegan itu.

“Kakak mau ke rumah oma, kamu mau ikut nggak? Haniel nggak mau ikut soalnya dia masih capek.”

Indira duduk dan menatap Javas lesu, “Malas ah kak, Indira juga masih capek ini, lagian kak Javas mau sampai kapan di sana?”

“Ya udah kalau kalian nggak mau ikut, jaga diri baik-baik yah di rumah. Ingat, jangan terlalu sering keluar rumah, kamu belum kenal banyak orang-orang di sini, nanti malah ketemu sama orang jahat. Aku di sana Cuma 3 hari jadi usahakan dalam 3 hari itu jangan bikin masalah dan jangan sampai ada yang lihat kalian masuk dalam rumah ini karena di sini banyak teman-teman kakak, kakak nggak pernah bilang sama mereka kalau kakak balik ke Indonesia.” Javas mengingatkan Indira sekaligus Haniel.

“Emangnya kenapa sih kak?” tanya Indira yang bingung.

“Karena nggak ada alasannya, udah ikutin aja perintah kakak. Kakak berangkat dulu yah, ingat juga jangan susahin mbok sama pak Tarno.” Javas melangkah keluar diikuti Indira dan Haniel.

Dibawah ada pak Tarno dan mbok yang sudah menyiapkan barang-barang yang mau dibawah Javas. “Mau disopirin tuan?” pak Tarno memasukkan barang-barang Javas.

“Nggak usah pak, saya lagi kangen sama jalan Jakarta jadi mau nyetir sendiri. Ya udah saya berangkat dulu, Indira sama Haniel ingat yah pesan kakak tadi.” Javas mulai menyalakan mesin mobil.

Indira langsung teringat sesuatu, “Kak Javas!” teriakan Indira membuat Javas berbalik ke arahnya. “Ingat juga kalau ada apa-apa langsung hubungin Indira atau Haniel dan jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh, Indira nggak mau temuin barang aneh di mobil kak Javas pas pulang!” Javas tersenyum melihat sepupu cantiknya itu, dia sangat tau apa yang Indira bicarakan. Javas masuk ke mobilnya dan melesat pergi diiringi lambaian tangan orang-orang di rumahnya.

Sementara di rumah sebelah ada Janetta yang tengah duduk santai di depan rumah Rachel sambil menunggu Rachel yang sedang siap-siap. Tiba-tiba matanya dikejutkan oleh mobil yang keluar dari sebuah rumah besar samping rumah Rachel yang menurut dia lagi tidak ada penghuninya. Rachel yang kebetulan sudah selesai bersiap-siap memperhatikan mobil itu juga. Dia duduk di samping Janetta dan memukul pundak Janetta yang tengah melamun, “Eh Rachel, udah selesai?” cetus Janetta yang melihat Rachel sudah ada disampingnya.

“Kok bengong, ada apa?” Rachel sebenarnya mengerti apa yang dilamunkan Janetta tapi dia ingin pura-pura bodoh saja.

“Tadi aku lihat mobil Javas keluar dari rumahnya, yah aku agak bingung juga karena hampir bertahun-tahun mobil itu nggak pernah dipakai lagi sejak Javas pergi.”

“Sebenarnya aku lihat mobil yang sama keluar juga kemarin dan yang ngendarain pak Tarno. Aku bingung aja ada urusan apa pak Tarno bawa mobilnya Javas padahal selama ini pak Tarno kalau keluar nggak pernah pakai mobil itu.” Rachel kembali mengingat-ingat kejadian kemarin.

Janetta melihat wajah Rachel yang berubah murung, dia takut kalau Rachel malah nangis nanti, “Udahlah Rachel nggak usah dipikirin, kali aja papanya Javas lagi suruh sesuatu ke pak Tarno. Kita mending ke rumah sakit sekarang yuk, anak-anak pasti udah tungguin.” Janetta segera menarik tangan Rachel ke mobil Rachel.

***

Setelah agak lama diperjalanan, mobil Javas lalu berbelok masuk ke sebuah kompleks. Sedang asyik-asyiknya Javas mendengar lagu, tiba-tiba ada sepeda melintas di depan mobilnya. Secepatnya Javas mengerem mobilnya namun depan mobilnya kayaknya sudah mengenai sepeda sekaligus pengendaranya. Javas dengan sigap keluar dari mobilnya kemudian berlari mengecek siapa yang dia tabrak. Ternyata seorang cewek lagi terduduk di depan mobilnya sambil meringis kesakitan, “Kamu nggak apa-apa?!”

Cewek itu memandang Javas sebentar, “Nggak apa-apa kok, kakinya aja yang agak keseleo dikit.” Cewek itu menunduk dan memegangi kakinya yang sakit.

“Kalau gitu tunggu sebentar.”

Javas berdiri dan mengangkat sepeda cewek itu. Cewek itu kaget dan langsung meneriaki Javas, “Sepeda aku mau kamu bawa ke mana?!”

Javas hanya berbalik sebentar, “Udah kamu diam aja di situ, sepeda kamu nggak bakalan aku curi kok.” Javas berjalan kembali, membuka bagasi dan memasukkan sepeda cewek itu.

Setelah itu, dia mendatangi cewek itu dan berusaha mengangkatnya, “Eh, kamu mau ngapain sih?! Lepasin nggak!” Cewek itu meronta-ronta.

“Kamu mau dibantuin apa nggak sih?! Emang bisa jalan sendiri ke mobilku?! Katanya kaki kamu sakit jadi udah diam aja biar aku yang gendong!” Javas langsung menggendong cewek itu sedangkan cewek itu terdiam memandang wajah Javas. Javas lalu mendudukkan cewek itu di depan dan dia langsung masuk ke mobil dan kemudian melajukan mobilnya.

Sedari tadi cewek itu terus-menerus memandang Javas, “Aku pikir tadi cowok ini bakalan ninggalin aku, ternyata dia baik banget tapi kayaknya dia bukan orang sini deh soalnya aku nggak pernah lihat muka kayak gini di sekitar sini,” batin cewek itu, dia senyum-senyum sendiri.

Javas bingung melihat cewek itu yang senyum-senyum sendiri, “Ada yang lucu sampai senyum-senyum kayak gitu?” Cewek itu hanya menggeleng lalu menunduk, tidak berani melihat Javas yang menatapnya tajam. “Aku mau antar ke mana nih? Rumah kamu di mana?” tanya Javas lagi. “Mana rumah oma udah lewat lagi, ya udahlah nanti bisa balik lagi,” batin Javas.

“STOP!!!” teriak cewek itu.

Javas yang kaget langsung mengerem mendadak, takutnya ada yang ketabrak lagi, “Kenapa sih musti teriak-teriak?! Bikin kaget tau nggak!” gertak Javas.

“Habis dari tadi dah disuruh berhenti tapi nggak mau berhenti, rumahnya udah lewat tuh!” balas cewek itu marah juga.

Javas kaget ketika cewek itu menunjuk rumahnya yang dia lewati, “Kamu tinggal di dekat rumah oma aku?!” tanyanya sambil memundurkan mobilnya kembali ke rumah yang ditunjuk cewek itu.

Cewek spontan kaget mendengar perkataan Javas, “Kamu cucunya oma hana?! Aku sering tuh main ke rumahnya tapi nggak tau kalau dia punya cucu di sini, katanya semua pada di luar negeri?”

Tak ada satupun pertanyaan cewek itu yang dijawab oleh Javas, dia langsung memarkirkan mobilnya di depan rumah omanya, “Kita udah sampai.” Javas langsung turun dan membuka pintu tempat cewek itu duduk.

Terlihat oma Javas dan perempuan yang sudah agak lansia keluar dari rumah oma nya, “Javas, kamu kapan datangnya? Kok bisa datang sama Tiara?” Omanya sudah pasti bingung karena cucunya datang bersama cewek yang dia juga kenali. Mereka lebih bingung lagi karena Javas terus terdiam dengan Tiara digendongannya. “Javas, coba dong jelasin ke oma kenapa kamu bisa ke sini sama Tiara dan kenapa sampai Tiara digendong-gendong seperti itu?”

“Javas ke sini nggak sama dia oma, tadi Javas nggak sengaja nabrak dia di depan jalan sana. Oh iya tunggu bentar aku ambilin sepeda kamu.” Javas kembali ke mobilnya untuk mengambil sepeda cewek itu dan membawanya masuk ke dalam.

“Makasih yah,” ucap cewek itu lalu tersenyum.

Perempuan itu yang ternyata adalah mama cewek itu langsung mendatanginya dan memeriksa badan-badan anaknya, “Tiara, kamu nggak apa-apakan sayang? Ada lagi yang luka selain kaki kamu?” Cewek itu hanya menggeleng sambil tersenyum, berusaha menenangkan mamanya. “Yah udah, mama bikinin minum dulu yah, Javas mau minum apa?” tanya mama Tiara.

Javas menggeleng, “Nggak usah tante,” jawabnya seadanya.

“Yah udah kalau gitu mama sama oma masuk dulu ke dalam, kita mau coba resep kue baru soalnya.” Mama Tiara dan oma Javas menuju ke dapur rumah Tiara. Tinggal Javas dan Tiara yang masih diam-diaman, Javas yang bosan dengan keadaan itu akhirnya memulai pembicaraan, “Jadi nama kamu Tiara, aku Javas.” Javas menyodorkan tangannya.

Tiara menerima uluran tangan Javas, “Kamu cucu oma hana? Katanya kamu tinggal di luar negri?”

“Aku baru pulang dari London 2 hari yang lalu, niatnya Cuma mau datang liburan dan karena kangen juga sama oma.”

“London yah, aku rasa walau kita sama-sama baru dari luar negeri sepertinya tetap tidak akan bisa bertemu. Aku baru 2 bulan balik ke Indonesia, selama ini aku tinggal di Swiss bareng papa. Sayang banget kamu nggak menetap di sini jadi kamu Cuma berapa hari di Bandung?” tanya Tiara lagi.

“Rencana Cuma 3 hari di Bandung tapi rencana untuk liburan di Indonesia aku belum tau mau sampai kapan.” Suara Javas memelan, ada perasaan dalam dirinya untuk tidak lagi meninggalkan Indonesia tapi otaknya berusaha mengingatkannya untuk tetap kembali demi kebahagiaan orang banyak.

Tiba-tiba omanya keluar dari rumah Tiara, “Vas, kamu nggak capek sayang? Kalau capek mending pulang aja ke rumah, rumahnya nggak oma kunci kok.” Javas langsung berdiri,

“Kalau begitu aku balik dulu Tiara, maaf yah soal kejadian tadi dan kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan aku.” Javas berjalan menjauh dari rumah Tiara.

Bibir Tiara mengulas senyum memandang Javas, “Apa aku terlampau egois yah kalau berharap dia nggak bakalan balik ke luar negri dan tetap tinggal di Indonesia? Apa aku agak memaksa kalau aku bilang kalau dia adalah cowok ideal menurut aku?” Senyum Tiara merebak di wajahnya.

Mamanya yang keluar ingin melihat keadaan anaknya malah bingung sendiri karena anaknya senyum-senyum seperti itu, “Senyum-senyum gitu ada apa sih sayang?” tanya mamanya. Tiara menggeleng, sepertinya belum saatnya dia bilang ke mamanya kalau dia menyukai cucu oma Hana itu. Mamanya diam sebentar lalu mengelus lembut kepala Tiara, “Yah udah, sini mama bantuin masuk ke dalam.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status