chapter I
Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya.
Sah..
Sah..
Sah..
Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya.
Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya.
Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya.
"Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan.
chapter II
Tanpa menjawab Lecy justru mengetuk pintu kamar Ardan, tak lama pintu terbuka dan menampakan sosok penghuninya. Ardan berdiri dengan menggunakan kaos putihnya. Nampak begitu gagah juga berkarisma.
"Dari mana saja?" tanya Ardan yang melihat Tian hanya menundukkan kepalanya.
"Makanya kalau punya istri itu di jaga dong kak, masa istrinya nyasar ke kamar aku sih,"ledek Lecy.
"Masuk, ganti baju kamu," perintah Ardan.
chapter III
"Ada apa oma, kenapa bentak aku?"
"Ada apa katamu, kamu lihat ini jam berapa? Mau jadi apa jam segini masih keluyuran di luar? Wanita murahan?" kasarnya berucap.
"Bu."
"Jangan racuni cucu perempuan saya untuk jadi seperti kamu ini, hidup tanpa tujuan tanpa orang tua. Suka kelayapan, kenapa? Menjajakan diri ?" begitu kasarnya tuduhan itu.
Hai readers semuanya, jangan lupa mampir ke novel baruku ya. judulnya KAKAKKU SUAMIKU. Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak kalian di sana. Di tunggu kedatangannya ya :)
Happy Reading semua..
Pagi yang cerah dirumah yang begitu mewah, memperlihatkan halaman luas dengan berbagai tanaman bermekaran didepannya. "Sabrinaaaaaaa," teriak Syan dari balkon kamarnya. Sabrina Titian Saputra, anak angkat dari keluarga Taulin. Gadis periang yang begitu malang selalu ditindas oleh keluarganya. Sedang yang berteriak adalah Syan, anak dari keluarga Taulin. Satu-satunya ahli waris keluarga.Ia begitu membenci Sabrina, ia menganggap Sabrina selalu merebut apapun yang diinginkannya. Sabrina yang polos dan apa adanya selalu lebih menarik perhatian dari pada dirinya yang selalu tampil glamor juga seksi. Keluarga Taulin terkenal dengan keangkuhannya, namun bisnis mereka mememang sukses dimana-mana. Max Taulin juga Carisa Melian merupakan pasangan pengusaha, mereka mengelola usaha masing-masing hingga sukses dalam bidangnya. "Ada apa teriak-teriak," sahut Sabrina mendongakkan kepalanya. "Kesini loe! Baju gue mau keka
Sabrina kebingungan entah dia harus kemana malam ini, tak ada uang juga tak ada tempat yang dia tuju.Ia hanya bisa duduk dibangku taman yang sepi pengunjung, menangis meluapkan rasa sedihnya. Namun semakin ia berfikir semakin ia tak menemukan jawaban apapun atas masalahnya.Namun disaat rasa bimbang dan sedihnya itu datanglah seorang anak kecil yang memegang tangan serta menghapus air matanya."Are you oke mama?" tanyanya sambil menghapus air mata Sabrina.Sabrina hanya diam memandangi gadis kecil didepannya, malaikat kecil yang tiba-tiba hadir disaat dunianya mulai menggelap."Sayang, kamu sama siapa kesini?" tanya Sabrina. Dipeluknya tubuh si kecil sambil melihat sekelilingnya. Namun Sabrina tak menemukan siapapun ditaman tersebut."Sayang, kamu datang dari mana tadi?" tanyanya kembali memastikan asal dari anak kecil yang tengah berdiri dihadapannya."Tentu aja dari jalan itu dong ma," menunjuk jalan didepannya.
Setelah mendapat ijin dari Sasa, Sabrina berangkat menuju ke kampusnya. Namun siapa sangka setelah sampai dikampus ia malah mendapat masalah baru."Sabrina," panggil salah seorang teman kelasnya."Ya.""Dipanggil dekan tuh.""Kenapa ya?" heran Sabrina."Nggak tau juga gue, buruan kesana aja.""Yaudah deh, thanks ya."Sabrina berjalan menuju ruang dekan, ia melangkah dengan santai tanpa memikirkan apapun. Namun ditengah jalan ia malah bertemu dengan Syan juga teman-temannya."Cie ada yang mau kemana nih.""Arahnya sih ke ruang dekan.""Mau ngapain loe kesana.""Jangan-jangan mau muasin dekan lagi," tawa semuanya, sedangkan Syan hanya diam menatap benci pada Sabrina."Kemana lo semalam nginapnya?" sinis Syan menatap hina Sabrina."Bukan urusan loe kak.""Jangan pernah panggil gue kak, atau loe mau gue hancurin!" ancam Syan mencekik leher Sabrina.Sabrina melawan,
Burhan keluar dari restoran merasa begitu kesal dengan kesombongan Max hari ini. Ingin rasanya ia membongkar siapa Darma sebenarnya agar Max tak menyombongkan dirinya lagi."Kenapa kamu menghalangiku.""Ya karena aku tau apa yang mau kamu ucapkan.""Bagus dong, biar dia sadar siapa dia sekarang ini.""Terus kalau dia sudah tau, maka aku hanya akan menambah satu jenis anjing penjilat lainnya."Burhan hanya diam mencerna ucapan Darman. Baginya ada benarnya juga ucapan kawannya itu, sebab disekitar Darma memang sudah banyak penjilat yang berkeliaran."Balik kekantor apa nggak?" tanya Darma."Balik lah.""Yaudah ayo .""Iye bos."Burhan adalah teman sekaligus CEO diperusahaan miliknya, mereka dekat semenjak dibangku kuliah. Saling mengenal satu sama lain membuat pertemanan keduanya makin akrab hingga Darma mempercayakan satu perusahaan miliknya.Sesampainya diperusahaan, Darma bergegas pergi setelah
Duduk berdua didalam kamar, Sabrina berhadapan langsung dengan mata Sasa yang terus menatap tajam dirinya. Glekk, Sabrina dengan susah payah menelan salivanya, entah darimana ia akan menjelaskan permasalahan tentang adik untuk bocah kecil didepannya itu. "Ayo mah buat adek," seru Sasa tak sabar. "Sayang, buat adek itu gak gampang loh." "Susah ya mah. Apa perlu pakai tepung?" polosnya berbicara, mengundang tawa Sabrina yang tertahan. "Ehm, iya pakai tepung tapi kan kita belum beli tepungnya kan?" jawabnya. "Gitu ya ma, nanti kita beli tepung ya mama. Sasa udah gak sabar mau bikin adek," ajaknya penuh semangat, membuat Sabrina pusing untuk menjelaskan. "Bukan cuma butuh tepung aja sayang, tapi juga butuh telur." "Kan nanti kita beli telur sekalian aja ma." "Gak bisa, telurnya ini spesial. Cuma papanya Sasa aja yang punya," Sabrina segera menutup mulutnya saat tak sengaja berbicara hal aneh dide
Pagi harinya Darma terbangun lebih dulu, ia keluar dari kamar hendak melangkah menuju dapur. Namun tanpa sengaja ia berpapasan dengan pelayan yang sedang membersihkan rumahnya. "Permisi tuan," panggil pelayannya. "Iya, ada apa," menghentikan langkahnya tepat didepan pelayan tersebut. "Maaf tuan, tadi saat saya bersih-bersih nggak sengaja menemukan amplop ini didepan ruangan kerja tuan," memberikan sebuah amplop berwarna coklat yang tadi ia temukan. "Terima kasih ya bik," ucap tulus Darma kepada pelayannya. Namun setelah itu ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke dapur dan segera menuju ruang kerjanya. Duduk dikursi kerja, Darma terus membolak-balik amplop coklat yang ada ditangannya. "Kampus pelangi," gumamnya saat melihat ada logo sebuah kampus yang tertera disudut amplop. Darma membuka laptopnya dan mencari tahu tetang kampus pelangi. "Ternyata kampus terbaik juga di kota ini, kenapa ak
Duduk termenung seorang diri didalam ruangannya, Darma terus saja memikirkan tentang siapa sebenarnya Sabrina.Setelah membuka amplop tadi pagi, Darma meminta anak buahnya untuk menyelidiki semua hal yang berkaitan tentang Sabrina.Tok.. tok.."Masuk," seru Darma mempersilahkan."Maaf pak, ada beberapa laki-laki datang mencari bapak," seru sekretaris Darma saat melapor."Bawa mereka masuk.""Baik."Tiga laki-laki bertubuh tinggi dengan jaket hitam masuk kedalam ruangan, berdiri tegap dihadapan Darma dengan raut wajah tak terbacanya."Kalian dapatkan," tanya Darma menatap ketiganya."Ini hasil yang kami dapatkan tuan," menyerahkan amplop coklat yang berada dibalik jaket hitamnya.Dibukanya perlahan amplop tersebut, entah kenapa jantung Darma rasanya berdetak lebih cepat tak seperti biasanya.Rasanya ada sedikit ragu saat Darma akan menarik kertas didalam amplop, ada suatu kecemasan yang tak dapat
Wanita itu hanya diam memperhatikan interaksi kedua orang didepannya. Tersenyum sinis saat ia melihat senyum Sasa begitu ceria saat mulai bercerita. Namun sedetik kemudian ia begitu murka saat cucunya mengatakan hal diluar dugaannya. "Heem, juga aku seneng banget karena ditemenin terus sama mama aku." Sasa begitu ceria serta lugas saat mengatakannya, membuat hatinya panas hingga lepas kontrol. "Mama kamu sudah mati!" Semua orang menatapnya, Sabrian menatap penuh tanya siapa wanita yang baru saja berteriak tersebut. "Siapa dia, udah tua sih tapi masih oke wajahnya," batinnya memperhatikan wanita disebelahnya tersebut. "Oma aku takut," cicit Sasa yang bersembunyi dibelakang tubuh Bulan. "Gpp sayang, nggak usah takut ya." Sasa mencengkeram kuat lengan Bulan, tubuhnya bergetar hingga mengeluarkan keringat dingin dari tubuhnya. "Sayang kesini yuk," panggil Sabrina. "Mama," teriaknya