“Halo, kediaman Tuan Andrew schimmer, ada yang bisa dibantu?” ucap Alya dengan suara ceria.
“Cie…cie… Kayaknya ada yang lagi bahagia nih,” goda suara Mawar di seberang sana.
“Iya nih, aku tadi habis nemu bikini di lemari bagus banget. Ini lagi aku pakai,” sahut Alya sambil mengerakan tubuhnya naik turun sehingga bulatan sintal di depan terguncang.
“Itu pasti barang-barang milik Ara yang tertinggal di rumah itu, tapi kayaknya memang cocok sama kamu soalnya postur kalian hampir sama,” tukas Mawar.
Wajah Alya memerah. Seperti tidak tahu diri memakai baju punya orang, apalagi orang kesayangan dari Andrew. Tapi, jujur bikini seperti itu memang barang yang sudah dia impikan sejak lama, mengingat dia dulu suka sekali pergi ke pantai. Namun semenjak menikah dengan Haris, banyak skala prioritas yang dia dahulukan mengingat kehidupan mereka yang pas-pasan. Untuk kebutuhan sehari-hari saja susah, apalagi
“Tolong-tolong!”Alya panik. Dengan hanya menggunakan kedua tangannya, dia mencoba untuk tetap mengambang. Tapi semakin lama kedua kakinya semakin sakit, hingga akhirnya dia tenggelam setelah sekian lama bertahan.‘Konyol! Aku tidak mau mati dengan cara seperti ini! lord, help me!’ batin Alya.Ternyata dia memang tidak ditakdirkan untuk meninggal terlebih dahulu, karena tiba-tiba saja ada sosok yang menjeburkan diri ke dalam kolam dan berenang mendekatinya. Dari caranya berenang yang gesit menandakan dia punya otot yang cukup kuat.Sekejap saja, sosok itu sudah mendekap tubuhnya, kemudian membawanya berenang ke tepi kolam. Alya bisa merasakan betapa kokohnya tubuh pria itu. Membuatnya betah didekap erat seperti itu.“Bangun, Alya.” Suara bass diiringi tepukan di pipi. Alya sudah tidak mengambang lagi, tapi Tubuhnya sudah dipindahkan ke kursi panjang. Sebenernya, dia belum dalam kondisi yang benar-benar tenggelam,
‘Benny sialan’ Alya tidak sempat mengelak saat pria itu dengan lancangnya melepas bikini yang sedang dia pakai. Mudah saja karena bikini itu hanya terkait dengan tali kecil sehingga dengan sekali sentakan saja bisa terlepas. Otomatis, sekarang posisinya telanjang bulat di dalam air. Terlihat sosok bertubuh gagah itu naik ke permukaan. Alya pun melakukan hal yang sama. “Benny! Apa-apan kamu! Kenapa kamu lepas bikiniku!” geram Alya. Dasar Benny, pria itu malah terkekeh. Terlihat lengan besarnya sedang mengacungkan dua buah kain minim itu ke udara. “Kalau kamu mau ambil!” tantangnya yang kemudian melesat dengan sangat cepat sampai ke tepi kolam. Alya meradang. Memangnya tidak ada hoby lain selain mengusik dirinya? gerutunya dalam hati. Sekilas Alya melongok ke arah tempat di mana dia meletakkan jubah handuk. Matanya membulat saat menyadari kalau jubah handuk itu sudah berpindah ke atas atap gazebo. ‘Kurang ajar sekali Benny. Memang dia su
“Ah, Benny!”Rintihan Alya membahana memenuhi seantero rooftop. Benny yang asyik melumat bulatan indah itu seakan tidak peduli dengan rintihan Alya, justru dia semakin bernafsu saja.“Jangan Benny! Ingat! Aku sudah punya suami!” imbuh Alya yang hanya basa-basi saja, karena dia begitu mennghayati sentuhan kasar dari Benny. Pria berbatang gemuk itu pastilah dikuasai nafsu, pun dirinya yang merasa sekujur tubuhnya tidak pernah disentuh, dan kini Benny menghadirkan kenikmatan yang tiada tara.“Lihatlah Alya! Aku sama sekali tidak jijik dengan tubuhmu. Justru tubuhmu ini sangat cantik. Andrew benar-benar lelaki bodoh yang menyia-yiakan kamu!” ucap Benny di sela permainannya. Alya hanya mendongak. Tidak mau ketahuan wajah erotisnya di depan Benny. Mau ditaruh mana harga dirinya kalau ternyata dia menyukai permainan si buas satu ini.“Tidak! ini tidak benar Benny! tolong lepaskan aku! Bagaimana kalau ada pelayan yang mem
“Yuk, ngadem dulu,” ajaknya sembari berjalan terlebih dahulu menuju sebuah café kecil di dekat gazebo. Alya bagai kerbau dicucuk hidungnya hanya mengekori langkah pria bertubuh tegap itu. Kalau dilihat-lihat, ada yang lucu dari bagian belakang tubuh Benny, di mana area selangkangannya terlihat putih berbanding dengan seluruh tubuhnya yang sawo matang eksotik. Alya bisa menebak kalau pria ini juga hobby berjemur. Mungkin bermain bola sambil telanjang dada, atau memang anak pantai yang suka menggunakan celana pendek.“Mau minum apa?” tawar Benny.“Terserah,” jawab Alya sekenanya. Dia benci dengan pandangannya yang seolah tidak mau lepas dari bagian area bawah Benny.Pria itu tersenyum sejenak, kemudian beringsut menuju area dalam café di mana terdapat sebuah bar kecil yang memuat berbagai jenis minuman di sana. Sementara, Alya mengambil posisi duduk di kursi yang di depannya terdapat meja bundar dan kur
Alya turun dari rooftop, tidak berapa lama setelah Benny turun. Supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Sebenernya di area rooftop juga terdapat cctv, tapi Benny menenangkannya dengan bilang bahwa dia akan menghapus rekaman cctv dari computer yang terletak di ruang kerja Andrew, sehingga momen mereka berdua, tidak ada yang tahu. Alya berganti baju di kamarnya, setelah itu melangkah ke kamar Ann dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ann yang dalam keadaan sadar sendirian di kamar itu. Kemana Fatimah? Bukankah dia berjanji akan menjaga Ann? “Nyonya sudah bangun ya, maaf tadi saya ada keperluan sebentar,” ucap Alya seolah dia yang tledor meninggalkan Ann. Padahal ini salah Fatimah. Awas saja kalau ketemu, Alya akan memarahinya habis-habisan. Bahkan, terlihat semangkuk bubur di atas nakas yang masih tertutup oleh plastic wrap. Astaga! ini kan sudah melebihi waktu Ann makan siang! Fatimah benar-benar keterlaluan. Alya menghela nafas. Membuang se
“Mama, Syukurlah. Andrew senang melihat Mama sudah bisa bergerak,” ucap Andrew. Tak terhingga kebahagiaan Andrew saat mengetahui keajaiban terjadi kepada ibunya. Pria itu optimis keadaan Ann akan jauh lebih membaik, bahkan bisa normal sedia kala.“Iya, Tuan. Untung ada saya yang selalu sigap menjaga Nyonya besar,” seloroh Fatimah yang langsung memusatkan pandangan semua orang. Tidak terkecuali Alya yang terheran dengan sikap sok cari perhatian dari Fatimah.Alya mau menyanggah, tapi sudah didahului oleh Andrew,“Kamu yang menjaga? Bukannya dia?” ucap Andrew sambil menunjuk dagu ke arah Alya, sampai detik ini pria itu masih najis walau hanya sekedar menyebut nama Alya.“Nyonya Alya hanya menjaga kalau kelihatan Tuan saja, buktinya tadi setelah mengantarkan Nyonya besar kontrol, dia memaksa saya untuk menjaga Nyonya besar, dia malah enak-enakkan di rooftop atas.” Betapa lihainya mulut gadis ini bersilat
“Fatimah! Maksud kamu apa meninggalkan Nyonya besar sendirian!” pekik Alya membuyarkan kemesraan Fatimah dan Andrew. Fatimah terlihat bangkit dari pangkuan Andrew karena pria itu yang akan berdiri. “Saya yang suruh, memangnya kenapa?” tanya Andrew sambil menaikan satu alisnya. Dia menatap tidak suka ke arah Alya.“Nyonya tadi terjatuh Tuan….”“Bohong. Jangan percaya dia Tuan Andrew yang tampan, tadi saya tinggalkan baik-baik saja kok. kecuali dia berniat mencelakainya,” sambar Fatimah yang tidak lagi memanggilnya Nyonya. Sekarang Fatimah memandang rendah dirinya. Konyolnya lagi, Fatimah sudah mulai berani memanggil Andrew dengan embel-embel tampan.“Saya tidak bohong, Tuan. Fatimah! Jaga mulutmu ya!” ucap Alya yang hampir kehabisan kesabaran. Rasanya dia ingin menimpuk mulut ular itu dengan vas bunga di dekatnya.“Diam kamu! Kenapa kamu sensitive sekali dengan Fat
“Jangan di sini, Alya. Di dalam saja,” ucap Benny saat tiba-tiba Alya menubruk tubuh besarnya. Benny sampai kesulitan berjalan karena pelukan Alya yang erat.Setelah menutup pintu, barulah Benny membiarkan Alya menumpahkan segala kesedihannya. Sebagai pria, dia menilai apa yang dilakukan oleh Andrew sudah sangat keterlaluan. Bagaimana perkara pernikahan bisa begitu sepele bagi seorang Andrew, tanpa mau mengerti perasaan Alya. Justru terus-menerus menyakiti Alya atas nama belenggu pernikahan.‘Seharusnya dia menceraikan kamu dari dulu, kalau perlu, pernikahan itu tidak pernah terjadi,’ ucap Benny yang tertahan di hati. Tidak mungkin dia mengucapkan perkataan itu menilik kondisi Alya yang hancur. Dia tahu kalau Alya berusaha menjadi istri yang baik, sekalipun perlakuan Andrew sudah melampaui batas.“Duduk Alya,” titah Benny sambil membimbing Alya di pinggir ranjang. Betapa Alya yang menempel ketat di tubuhnya begitu menggugah li